Nasional

Langkah Alternatif agar Aset First Travel Kembali ke Jamaah

Rab, 20 November 2019 | 00:00 WIB

Langkah Alternatif agar Aset First Travel Kembali ke Jamaah

Ilustrasi: (gulf business)

Jakarta, NU Online
Kuasa Hukum jamaah First Travel Mustolih Siradj mengatakan putusan kasasi MA yang mengalihkan kepemilikan aset First Travel untuk negara tidak berkeadilan yang mengecewakan konsumen sebagai korban. Menurut dosen UIN Syarif Hidayatullah ini, ada langkah hukum lain yang dapat ditempuh agar aset First Travel yang dilelang dapat berpulang kepada jamaah, bukan negara.

Demikian disampaikan Mustolih di Jakarta dalam menyikapi putusan kasasi MA yang mengecewakan konsumen First Travel karena hasil pelelangan dikembalikan kepada negara, Rabu (20/19) pagi.

“Dari aspek yuridis masih ada sedikit celah untuk mengoreksi dan mengubah arah putusan kasasi. Misalnya dengan mengajukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali (PK) syaratnya dilakukan bos First Travel sendiri, sebab Jaksa Penuntut Umum (JPU) menurut putusan Mahkamah Konstitusi tidak memungkinkan mengajukan PK,” kata Mustolih.

PK Terpidana tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda dengan kepentingan jamaah. Namun PK itu masih dapat diharapkan melahirkan arah putusan PK agar aset kejahatan penipuan umrah tersebut dikembalikan untuk jamaah, bukan dirampas negara. 

Berikutnya, jalur litigasi yang mungkin dapat ditempuh adalah meneruskan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga melalui mekanisme gugatan pembatalan homologasi (perdamaian) oleh jamaah sebagai kreditur konkuren.

“Jika nantinya gugatan dikabulkan maka First Travel masuk fase status pailit dan asetnya akan diurus oleh kurator untuk dikumpulkan, diverifikasi, dan nantinya dijual untuk diberikan kepada para kreditur termasuk jamaah. Kurator dapat berkoordinasi dengan pihak kejaksaan meminta aset-aset First Travel,” kata Mustolih dalam menyikapi putusan kasasi MA atas sidang sengketa agen First Travel dan konsumennya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, beberapa jamaah yang tidak puas dengan proses pidana mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena menganggap Fist Travel karena gagal memberangkatkan jamaah. Dalam perjalanannya First Travel merespon dengan mengajukan proposal perdamaian dengan skema pengembalian uang dan pemberangkatan dalam jangka waktu tertentu.

Proposal tersebut ketika itu disetujui oleh mayoritas rapat kreditur melahirkan homologasi (perdamaian). Homologasi ketika itu dilakukan karena kreditur menganggap First Travel masih punya harapan melanjutkan usaha (going concern) dengan adanya investor baru. Namun jika aset disita sebagaimana putusan kasasi, kelangsungan usaha akan sulit terjadi.

“Oleh karena masih ada celah hukum, maka demi kepentingan ribuan jamaah sudah sepatutnya Kejaksaan Negeri Depok tidak perlu buru-buru melelang aset. Terlebih Jaksa Agung menganggap putusan kasasi soal First Travel problematis sehingga berharap aset dikembalikan jamaah,” kata Mustolih.

Mahkamah Agung melalui putusan kasasi telah memutuskan bahwa aset Firts Travel dirampas oleh negara. Putusan ini menjadi kontroversial karena dianggap jauh dari rasa keadilan dan tidak berpihak kepada jamaah sebagai korban.

“Terlebih, kata Mustolih, sumber aset Fisrt Travel berasal dari setoran biaya umrah jamaah yang gagal berangkat. Tidak ada sama sekali unsur kekayaan negara,” katanya.

Jamaah merasa putusan tersebut jauh dari rasa keadilan, tapi putusan terlanjur diketok, bahkan aset-aset sempat akan dilelang oleh Kejaksaan Negeri Depok karena upaya hukum sudah mentok.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Mukhlison