Nasional

LBM PBNU Bolehkan Shalat Tanpa Wudhu dan Tayamum bagi Dokter Pasien Covid-19

Rab, 25 Maret 2020 | 12:45 WIB

LBM PBNU Bolehkan Shalat Tanpa Wudhu dan Tayamum bagi Dokter Pasien Covid-19

Atas dasar pertimbangan kedua ini, maka tenaga medis yang memakai alat pelindung diri (APD) dapat juga memilih pendapat yang menyatakan kewajiban shalat seketika itu sesuai keadaannya, tanpa harus mengulang shalatnya di lain waktu. (Foto: bbc.uk)

Jakarta, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) merilis hasil kajiannya perihal bersuci dan shalat bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19. LBM PBNU menyatakan bahwa tenaga kesehatan di tengah aktivitas penanganan pasien Covid-19 tetap wajib shalat meski tanpa bersuci, yaitu berwudhu dan bertayamum.

LBM PBNU mendasarkan pandangannya pada hadits Imam Bukhari yang meriwayatkan shalat Rasulullah dalam keadaan berhadats (tidak bersuci), "Dari 'Aisyah RA bahwa dia meminjam sebuah kalung dari Asma', lalu kalung itu hilang. Maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk mencarinya, kemudian waktu shalat tiba, dan akhirnya mereka shalat tanpa berwudhu.”

Dalam keadaan darurat, petugas medis yang menggunakan APD dapat menjalankan shalat meskipun dalam keadaan hadats (tidak suci), karena tidak dapat berwudhu atau tayamum, tidak bisa sujud, badan/pakaian terkena najis, dan lain-lain.

Tenaga kesehatan dapat melaksanakan semampunya untuk menghormati waktu shalat (li hurmatil waqti). Namun, shalat tanpa berwudhu dan bertayamum memiliki konsekuensi hukum yang diperselisihkan ulama. Sebagian ulama mewajibkan mereka untuk mengulang shalatnya di lain waktu. Tetapi sebagian lainnya menyatakan bahwa mereka tidak wajib mengulang shalatnya.

Kewajiban mengulang shalat itu diperoleh dari keterangan mazhab Syafi’I perihal kewajiban orang yang menjalankan shalat lihurmatil waqti (untuk menghormati waktu) untuk mengulang shalatnya bila sudah dalam kondisi yang memungkinkan.

Kewajiban mengulang shalat di lain waktu didasarkan pada kementaraan kesibukan yang dialami oleh dokter dan tenaga medis pasien Covid-19 yang hanya terjadi pada saat wabah dan tidak dijadikan kebiasaan. Dengan logika demikian, kewajiban mengulang shalat yang dilaksanakan secara tidak sempurna pada waktunya tetap berlaku. LBM PBNU mengambil kutipan ini dari Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhazzab dan Kitab Hasyiyatul Baijuri karya Ibrahim Al-Baijuri.

Adapun ketiadaan kewajiban mengulang shalat didapat masih dari pandangan mazhab Syafi’i yang diperoleh dari dua karya Imam An-Nawawi, yaitu Kitab Al-Majmu’ Syarhul Muhazzab dan Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj.

“Putusan ini sudah fiks mas,” kata Sekretaris LBM PBNU KH Sarmidi Husna.

Atas dasar pertimbangan kedua ini, maka tenaga medis yang memakai alat pelindung diri (APD) dapat juga memilih pendapat yang menyatakan kewajiban shalat seketika itu sesuai keadaannya, tanpa harus mengulang shalatnya di lain waktu.

Putusan itu ditandatangani oleh Ketua LBM PBNU KH Najib Hasan dan Kiai Sarmidi. Putusan ini dirumuskan oleh KH Afifuddin Muhajir, KH Ahmad Ishomuddin, KH Miftah Faqih, KH Solahuddin Alayubi, KH Abdul Ghafur Maimun, KH Afifudin Dimyathi, KH M Nadjib Hassan, KH Abdul Moqsith Ghazali, KH Mahbub Ma'afi, KH Asnawi Ridwan, KH Najib Bukhari, KH Darul Azka, dan KH Sarmidi Husna.

Sejak 17 Maret 2020, LBM PBNU telah melakukan forum persidangan bahtsul masail secara online melalui grup WhatsApp. LBM PBNU telah merilis tiga produk hukum hasil bahtsul masail secara online.

Pada 19 Maret 2020 LBM PBNU mengeluarkan pandangan keagamaan tentang pelaksanaan shalat Jumat di daerah terjangkit Covid-19. Sedangkan pada 21 Maret 2020 LBM PBNU merilis fikih pemulasaran jenazah pasien Covid-19.

Hingga berita ini ditulis, para kiai LBM PBNU bersama Syuriyah PBNU telah menyelesaikan forum persidangan bahtsul masail terkait fikih shalat dokter dan tenaga medis pasien Covid-19 melalui aplikasi WhatsApp.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan