Muhammad Faizin
Kontributor
Pesawaran, NU Online
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda: "Ghibah itu lebih berat dari zina. Seorang sahabat bertanya, Bagaimana bisa? Rasulullah menjelaskan: Seorang laki-laki yang berzina lalu bertaubat, maka Allah bisa langsung menerima taubatnya. Namun pelaku ghibah tidak akan diampuni sampai dimaafkan oleh orang yang dighibahnya".
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani ini dengan tegas menyebutkan larangan membicarakan aib dan keburukan orang lain. Sampai-sampai perbuatan ghibah ini dihitung lebih berat dosanya dari perbuatan zina.
“Apalagi ghibah yang dihiasi dengan kebohongan, ujaran-ujaran kebencian, dan sudah tersebar dari mulut atau handphone satu ke mulut atau handphone lainnya,” kata Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PWNU Lampung Ustaz Mahfudz, Rabu (9/12).
Menurutnya, di era media sosial (medsos) saat ini, perbuatan ghibah pun lebih mudah dilakukan dan dengan gampang tersebar. Jejaknya pun akan bisa dilacak dengan jejak-jejak digital yang ada. Secara otomatis, efek ghibah di zaman sekarang akan lebih luas dan mampu memunculkan efek yang lebih besar.Â
“Mungkin dimaafkan kalau ia meminta maaf kepada yang ia ghibahi. Namun apakah kita bisa menjamin bahwa semua yang telah tersebar itu akan terhapus dan hilang begitu saja?” tanyanya mengajak masyarakat untuk merenung dampak dari ghibah.
Menurut salah satu Pengasuh Pesantren Al-Hidayat Gerning Kabupaten Pesawaran ini, kecenderungan seseorang yang sedang marah atau kecewa dengan orang lain adalah bercerita dan mengungkap keburukan orang tersebut. Perilaku maksiat ini bisa dilakukan dengan sadar atau tanpa sadar dan sering dianggap hal yang lumrah dan ringan.
Perilaku ini akan bisa lebih parah jika yang diajak melakukan ghibah adalah orang yang memiliki pendapat yang sama. Tanpa klarifikasi dan memastikan kebenaran informasi, mereka akan saling menambahkan keburukan orang lain yang tidak mereka senangi.
“Padahal kanjeng Nabi Muhammad dawuh: Cukuplah seseorang dianggap pendusta ketika dia menceritakan (menyebarkan) setiap apa yang dia dengar,” jelasnya mengutip sebuah hadits riwayat Imam Muslim dalam Syarhun Nawawi 1/67.
Oleh karenanya, ia menyarankan di era digital sekarang ini, di mana laju informasi tak lagi bisa dibendung dan disaring masuk ke gawai setiap orang, masyarakat harus memiliki kontrol diri dan berhati-hati.
Ini adalah upaya agar setiap individu tidak terjerumus kepada hal-hal negatif akibat hoaks, provokasi, dan ujaran kebencian. Apalagi sampai harus berurusan dengan penegak hukum yang pada akhirnya harus masuk ke jeruji besi.
“Mudah-mudahan kita semua diselamatkan dari ngrasani (ghibah), karena pengaruhnya sangat akut dan seperti tak berkesudahan. Amin,” pungkasnya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Hasil Sidang Sengketa Pilpres 2024: Seluruh Permohonan Anies-Muhaimin Ditolak MK
2
Ini Profil Delapan Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024
3
Prediksi Susunan Pemain Timnas Indonesia Hadapi Yordania di Piala Asia U-23 2024
4
Sidang Putusan MK, Berikut Petitum Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud
5
Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?
6
Usai Gowes 90 KM, Rombongan GP Ansor Ziarah Makam Mama Cibogo di Cibarusah
Terkini
Lihat Semua