Nasional

Logo IKN Nusantara Disukai Orang yang Berpikir Literal dan Simbolik

Jum, 2 Juni 2023 | 21:30 WIB

Logo IKN Nusantara Disukai Orang yang Berpikir Literal dan Simbolik

Logo IKN Nusantara. (Foto: Youtube IKN)

Jakarta, NU Online

Pakar Desain Zamzami Almakki mengungkap keunikan yang terdapat dalam logo Pohon Hayat sebagai ikon baru Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara karya Aulia Akbar. 


Menurut Zamzami, Aulia Akbar telah berhasil menyederhanakan konsep IKN yang sangat tebal dengan berbagai layer atau lapisan kehidupan sosial dan budaya masyarakat. Lalu Aulia berhasil mewujudkannya ke dalam bentuk pohon. 


"Bentuknya kalau dilihat kayak pohon ya pohon tapi bisa dilihat yang lain. Logo ini juga menyediakan kesempatan (sudut pandang) bagi orang-orang yang berpikirnya literal dan orang-orang yang tidak literal (atau simbolik)," ucap Zamzami kepada NU Online, Kamis (1/6/2023) malam. 


Sebagai gambaran, Zamzami menjelaskan bahwa orang yang berpikir literal akan memiliki sudut pandang mengenai logo IKN yang bergambar pohon itu sebagai representasi dari Kalimantan. Sebab pulau yang memiliki nama lain Borneo itu hingga kini masih didominasi oleh hutan, dan hutan adalah kumpulan pohon-pohon.


"Jadilah (logo IKN) pohon. Itu kan cara berpikir yang literal," jelas Zamzami, Pengajar Desain Komunikasi Visual Universitas Multimedia Nusantara itu. 


Sementara bagi orang yang berpikir simbolik akan mengulik berbagai simbol yang ada pada logo. Misalnya mereka akan berpikir sesuatu hal lain yang terdapat di balik pohon, lalu mengimajinasikan alasan dipilihnya gambar pohon untuk IKN Nusantara.


"Akhirnya kan dia akan menghitung, jumlah 17 di atas itu. Kenapa? Terus kok ada anyaman dan beralur-alur. Akhirnya berpikir ini kok pohon tapi bukan kayak pohon. Ini kan menarik," tuturnya.


"Jadi artinya logo (IKN Nusantara) ini, menyediakan ruang untuk orang-orang yang cara berpikirnya singkat, bahwa Kalimantan itu pohon dan orang-orang yang metaforik atau simbolik, ini pasti simbol," imbuh Zamzami.


Tanda Gambar dan Simbolik

Zamzami menjelaskan bahwa desain logo terdapat dua jenis yakni kategori pictorial mark (tanda bergambar) dan symbolic mark (tanda simbol).


Desain berjenis pictorial mark antara lain adalah logo Kentucky Fried Chicken (KFC) yang menampilkan wajah Colonel Harland Sanders sebagai pencetus makanan ayam goreng cepat saji.


Contoh desain berjenis pictorial mark yang lain yaitu pom bensin Shell. Logonya bergambar kerang, karena Shell memang bermakna kerang.


Menurut Zamzami, desain logo KFC dan Shell itu bermakna literal. Berbeda dengan logo Pohon Hayat, ikon IKN Nusantara yang berjenis simbolyc mark


"Kenapa? Karena (logo IKN Nusantara) nggak mungkin kalau nggak dibuat secara simbolik. Ini pasti (memuat) nilai-nilai, deskripsi, dan filosofi. Itu tebal nih pasti (konsepnya) dan tidak mungkin diwujudkan dengan literal," jelas Zamzami.


Ia juga menyebutkan bahwa desain logo pemerintahan provinsi di negeri ini berjenis literal atau pictorial mark. Misalnya logo pemerintahan Provinsi Jawa Barat yang memuat gambar gunung, air, sawah, dan kujang. Begitu pula logo pemerintahan Provinsi Jakarta dengan gambar Monumen Nasional (Monas).


"Tetapi ini (logo IKN Nusantara) menyediakan pembacaan buat yang literal dan simbolik. Nah itu yang menurut saya unik. Logo ini disukai orang-orang yang literal dan orang-orang yang simbolik," terang Zamzami.


Identifikasi Entitas dalam Logo IKN

Zamzami mengaku telah menyaksikan presentasi Aulia Akbar atas desain logo yang dibuat, melalui Kanal Youtube ADGI Pusat. Presentasi Aulia Akbar sangat tebal. 


Berdasarkan teori Design Thinking atau cara berpikir desain, menurut Zamzami, logo IKN Nusantara yang berupa Pohon Hayat itu memuat pilar identifikasi.


Ia menjelaskan bahwa desain grafis atau DKV memiliki tiga pilar yakni identifikasi, informasi, dan persuasi. "Logo IKN ini identifikasi. Artinya suatu entitas dikenali dan dapat dibedakan. Bagaimana sih suatu entitas itu dikenali dan dibedakan," jelas Zamzami.


Ia menegaskan bahwa cara kerja identifikasi dalam sebuah desain grafis itu berbeda dengan gambar yang memuat pilar informasi dan persuasi. Sebab cara kerja membuat logo adalah harus mampu menyederhanakan sesuatu yang besar.


 "Jadi, brief tentang IKN itu kan pasti tebal dan berlembar-lembar. Nah, dari sekian banyak data dan informasi itu, kemudian dimampatkan menjadi logo. Itu kan cara yang ajaib," ujarnya.


Dari panduan tentang IKN Nusantara yang sangat tebal itu, seorang desainer harus mampu mengejawantahkan nilai-nilai, falsafah, dan masa depan dalam sebuah identitas berupa logo.


"Bayangkan, dari kitab setebal itu jadi seperangkat identitas. Itu kan harus meng-compress banyak hal dan dia harus menemukan persamaan-persamaan, keyword-keyword. Akhirnya jadilah logo itu. Ini rumit," kata Zamzami.


Menariknya, logo IKN Nusantara ini dibuat ketika produknya masih dalam tataran konsep. Sebab biasanya, logo dibuat setelah ada produk yang berbentuk secara fisik. Di sinilah tingkat kesulitan proses pembuatan logo IKN Nusantara itu terjadi. 


"Ini kan IKN, produknya ada tapi masih dalam bentuk konsep. Biasanya harus ada fisiknya dulu nih, jadilah entitas logo. Menariknya di situ," pungkas Zamzami.


Makna Pohon Hayat, Logo IKN Nusantara

Logo IKN Nusantara yang diberi judul Pohon Hayat itu terdiri dari lima akar pohon, tujuh batang, dan 17 kembang mekar. Lima akar berlambang Pancasila, tujuh batang sebagai simbol mewakili pulau besar, dan 17 kembang mekar menjadi simbol kemerdekaan yang abadi.


Menurut Presiden Joko Widodo, logo IKN Nusantara itu memiliki filosofi yang sejalan dengan semangat pembangunan IKN, menumbuhkan rasa bangga dengan jati diri bangsa sebagai negara besar. 


Selain itu, kata Jokowi, logo tersebut mencerminkan simbol sebagai sebuah bangsa yang besar, bangsa yang majemuk sekaligus menggugah kesadaran masyarakat untuk menjaga alam dan lingkungan beserta ekosistemnya.


Sementara sang desainer, Aulia Akbar meyakini bahwa desain logo yang dibuatnya itu merupakan simbol atas keberagaman bangsa ini tetapi tetap bisa bersatu.


"Ini tuh bisa jadi suatu penanda bahwa di atas keberagaman kita. Pasti kita bisa bersatu, seperti layaknya bendera Merah Putih kan ya, kita menyebutnya merah dan putih, dan bukan jingga," kata Aulia.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad