Nasional RAKERNAS LDNU

Lukman Saifuddin: Relasi Agama dan Negara di Indonesia Saling Membutuhkan

Kam, 27 Oktober 2022 | 11:00 WIB

Lukman Saifuddin: Relasi Agama dan Negara di Indonesia Saling Membutuhkan

Menag 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin berbicara dalam Seminar Internasional Moderasi Beragama di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada Rabu (26/10/2022). (Foto: NU Online/Aru)

Jakarta, NU Online 
Sebagian besar bentuk negara-negara di dunia memiliki dua pola, yakni berdasarkan agama tertentu dan sekuler atau memisahkan agama dari urusan negara. Namun kedua pola itu, tidak berlaku di Indonesia.


Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin menjelaskan relasi agama dan negara yang terjadi di Indonesia. Ia menyebut, kedua entitas tersebut sama-sama saling membutuhkan, mendukung, dan saling mengimbangi.


Penjelasan tersebut disampaikan Lukman saat menjadi narasumber dalam Seminar Internasional Moderasi Beragama dalam rangkaian Rakernas Lembaga Dakwah PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada Rabu (26/10/2022).


Secara tegas, Lukman mengatakan bahwa negara tidak boleh terlalu campur tangan mengurusi hal ihwal keagamaan warga negaranya. Tetapi juga tidak boleh terlalu lepas tangan. Begitu juga agama yang tidak boleh terlalu campur tangan mengurusi urusan kenegaraan, tetapi juga tidak boleh terlalu lepas tangan.


“Kata kuncinya ada pada kata 'terlalu'. Jadi, negara harus memfasilitasi kebutuhan keagamaan warganya. Agamawan juga perlu menjadi pengawas dari jalannya roda pemerintahan agar para pengelola negara tidak menyimpang,” ungkap Lukman.


Dengan demikian, para pengelola negara dalam menjalankan tugasnya memiliki panduan berupa nilai-nilai moral dan etik dari agama. “Sehingga relasi antara agama dan negara di Indonesia itu saling membutuhkan, mengawasi, dan mengimbangi,” katanya.


Relasi agama dan negara di Indonesia, lanjut dia, tidak bisa ditemui di negara-negara lain yang ada di dunia. Sebab, sebagian besar negara-negara di dunia hanya memiliki dua pola. Pertama, negara berdasarkan agama sehingga antara negara dan agama menjadi satu.


Seluruh titah dari pimpinan agama, kata Lukman, itulah kebijakan negara. Dengan kata lain, semua kebijakan negara merupakan ketentuan agama. Beberapa negara memiliki pola relasi yang pertama itu antara lain Arab Saudi, Pakistan, Iran, dan Vatikan.


“Sri Paus itu selain pimpinan tertinggi agama Katolik dunia, dia juga kepala negara Vatikan,” ungkap putra Menag era Orde Lama, KH Saifuddin Zuhri itu.


Pola kedua, lanjut Lukman, relasi agama dan negara di dunia adalah sekuler. Artinya, negara sama sekali tidak mengurusi hal ihwal keagamaan warga negaranya.


“Mau Ramadhan kapan, di sana tidak ada Sidang Itsbat karena itu urusan masing-masing orang. Negara tidak ikut campur. Mau naik haji, silakan berangkat sendiri-sendiri, karena itu urusan personal,” tutur Lukman.


Mengutip ungkapan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Lukman menyebut bahwa Indonesia merupakan negara yang bukan-bukan. Hal ini karena Indonesia bukanlah negara dengan berdasarkan agama, meskipun mayoritas penduduknya adalah Muslim. Tetapi, Indonesia juga bukan negara sekuler.


“Indonesia adalah negara yang memposisikan agama sangat penting, karena itu sesuatu yang sangat vital. Kalau kita lihat Pancasila dan konstitusi kita adalah masyarakat berketuhanan yang masyarakatnya sangat religius,” tuturnya.


Dua Sisi Ekstremitas
Lukman menjelaskan terdapat dua sisi ekstremitas cara beragama yang perlu dimoderasi. Pertama, kelompok agama yang terlalu tekstualis dan hanya bertumpu pada teks seraya mengabaikan konteks.


“Mereka beragama apa kata teks, tidak melihat konteks kesejarahan. Apalagi bahasa Al-Qur'an penuh dengan metafora dan kiasan. Jadi, tidak sesederhana itu menyikapi teks,” ungkapnya.


Lalu sisi ekstremitas yang kedua adalah liberal, bebas tanpa batas. Kelompok liberal terlalu mendewakan akal dalam menyikapi teks, bahkan lebih mengedepankan konteks tetapi justru tercerabut dari teks.


“Dua ekstremitas itulah yang ingin dimoderasi. Jadi yang dimoderasi itu cara kita beragamanya, bukan agamanya,” tandas Lukman.


Sebagai informasi, Seminar Internasional Moderasi Beragama ini terselenggara berkat kerja sama antara LD PBNU dengan Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta Balitbang Diklat Kementerian Agama RI. 

 
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori