Nasional ICROM 2022

Mengapa Perlu Moderasi Beragama? Ini Penjelasan Lukman Hakim Saifuddin

Kam, 28 Juli 2022 | 23:00 WIB

Mengapa Perlu Moderasi Beragama? Ini Penjelasan Lukman Hakim Saifuddin

Menag RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin (kedua kiri) saat presentasi di forum ICROM Kemenag di Ancol. (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Indonesia memerlukan Moderasi Beragama setidaknya karena semakin marak tiga fenomena. Pertama, beragama yang mengingkari kemanusiaan dan merusak kemaslahatan. Kedua, munculnya tafsir keagamaan tak berdasar keilmuan dan klaim kebenaran sepihak dengan paksaan dan kekerasan.


"Ketiga, beragama yang mengoyak ikatan kebangsaan," kata Menag RI 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin saat didaulat berbicara dalam Konferensi Internasional Moderasi Beragama atau International Conference Religious Moderation (ICROM) 2022 yang digelar di Hotel Mercure Convention Center Ancol, Jakarta, Rabu (27/7/2022).


Secara khusus, LHS mengapresiasi Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama dan seluruh keluarga besar Kemenag yang terus berupaya untuk tidak hanya menggaungkan, tapi juga mengimplementasikan, esensi dari Moderasi Beragama.


"Saya ingin menegaskan sekaligus meneguhkan hakikat dari Moderasi Beragama yang harus selalu menjadi pemahaman kita bersama, apa sesungguhnya hakikat Moderasi Beragama, jadi Moderasi Beragama itu hakikatnya adalah ikhtiar, upaya, proses. Dia bukan hasil," ujarnya mengawali paparan.


Moderasi Beragama, lanjut LHS, adalah upaya terus-menerus yang tidak berkesudahan bagaimana agar setiap kita sebagai umat beragama memiliki cara pandang, sikap, dan kemampuan untuk mempraktekkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupan bersama.


“Jadi, fokus Moderasi Beragama itu bukan pada ruang lingkup privat seseorang, bukan masalah personal. Tapi, bagaimana cara pandang, sikap, dan praktek beragama kita itu dalam kehidupan bersama, artinya di ruang publik,” tuturnya.


“Itu yang menjadi concern Moderasi Beragama yang ketika mengejawantahkan, mengimplementasikan, mewujudkan esensi ajaran agama, fokus perhatiannya adalah esensi atau inti pokok ajaran agama,” sambung LHS.


Putra Menag era Orla, KH Saifuddin Zuhri, ini meyakini bahwa setiap agama mempunyai ajaran-ajaran yang bersifat universal. “Jadi, inti pokok itu yang universal, bukan yang partikular. Yang ushuli, bukan furu’i. Yang kulliyyat, bukan yang juz’iyyat,” tegasnya.


Ia menambahkan bahwa yang inti pokok sangat banyak. Tapi, yang ingin lebih dikedepankan oleh Moderasi Beragama ada dua hal. Mengapa dua hal? Karena dua inilah yang banyak sekali disimpangi oleh umat beragama itu sendiri, yaitu melindungi harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan.


“Intinya memanusiakan manusia. Karena kemanusiaan adalah inti pokok ajaran agama itu sendiri,” tandas LHS.


Kedua, membangun kemaslahatan bersama, yang mengejawantahkan dan mengimplementasikan inti pokok ajaran agama dalam hal ini kemanusiaan dan kemaslahatan haruslah berprinsipkan keadilan, keberimbangan, dan mentaati konstitusi sebagai kesepakatan kita hidup berbangsa dan bernegara.


“Sebenarnya bisa disederhanakan bahwa inti Moderasi Beragama adalah upaya agar kita dalam beragama tidak berlebih-lebihan atau melampaui batas. Dengan bahasa lain, Moderasi Beragama adalah ikhtiar agar setiap umat beragama lebih fokus mengedepankan inti pokok ajaran agamanya yang universal itu,” jelasnya.


LHS berpesan agar umat beragama tidak terlalu disibukkan dengan hal-hal yang sifatnya partikular dalam ajaran agama. Karena setiap agama memiliki ajaran-ajarannya yang bisa dipilah ke dalam dua kategori, yaitu ajaran universal seperti menegakkan keadilan, memenuhi hak-hak dasar manusia, melindungi martabat kemanusiaan, dan membangun kemaslahatan bersama.


“Itu nilai-nilai universal. Contoh lain, menghormati yang tua, melindungi yang mudah, jangan mencuri, jangan menipu, jangan berbohong. Itu ajaran-ajaran universal yang setiap kita pastilah meyakini bahwa itulah ajaran kebenaran, apapun agama yang kita anut,” pungkasnya.


Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan