Nasional

Masjid Lautze, Warisan Muslim Tionghoa, Perekat Kehidupan Warga

Sab, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Masjid Lautze, Warisan Muslim Tionghoa, Perekat Kehidupan Warga

Momen sebelum memulai shalat Jumat di Masjid Lautze Jakarta, Jumat (22/3/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ada sejumlah masjid bersejarah di Jakarta yang menarik untuk dikunjungi, salah satunya Masjid Lautze. Masjid berarsitektur Tionghoa Jalan Lautze No 87-89, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat.


Masjid Lautze merupakan bangunan empat lantai dengan bercat merah-kuning didirikan oleh warga keturunan Tionghoa. Bentuknya tidak seperti masjid kebanyakan. Masjid Lautze idak ada kubah atau menara di atasnya. Desainnya pun mirip bangunan khas Tionghoa, dilengkapi corak mencolok layaknya kelenteng. 


Masjid Lautze setiap harinya selalu ramai pengunjung. Bukan hanya orang-orang Tionghoa, melainkan orang-orang sekitar yang singgah untuk melaksanakan shalat. Pada Jumat (22/3/2024), NU Online berkesempatan menunaikan shalat Jumat di masjid yang berdiri sejak tahun 1991 dan diresmikan pada 4 Februari 1994 oleh Presiden ke-3 RI, BJ Habibie.


Asal kata “Lautze” berasal dari seorang tokoh muslim Tionghoa yang memeluk Islam pada tahun 1930-an. Masjid Lautze di Jakarta dikelola oleh Yayasan Haji Karim Oei. Sementara, Hj Karim Oei merupakan pendiri dari Masjid Lautze sekaligus sahabat karib Bung Karno dan tokoh NU.


Ketua Yayasan Ali Karim Oei mengatakan, sejarah masjid termasuk sejarah yayasan tak lepas dari kontribusi tokoh Islam seperti almaghfurlah KH Ali Yafie dari Nahdlatul Ulama (NU), Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Lukman Harun dari Muhammadiyah.


"Setelah ayah saya meninggal tokoh tersebut minta dibuatkan yayasan memakai nama bapak saya Haji Abdul Karim," ujar Ali ditemui usai shalat Jumat, (22/3/2024).


Sosok Karim Oei dikenal sebagai three in one, ia dikenal sebagai pebisnis yang sukses, dikenal juga sebagai pejuang nasional yang melawan kolonial, serta tokoh agama setelah menjadi muallaf.


Menyebarkan pembauran dan dakwah

Lebih lanjut, Ali mengatakan, tujuan dibangun masjid ini untuk menyampaikan dakwah ke warga keturunan Tionghoa untuk memudahkan warga Tionghoa yang ingin mengetahui tentang Islam, menggali lebih dalam soal Islam, atau bahkan yang sudah berniat memeluk agama Islam. 


Selain itu, kata dia, tujuan lainnya adalah untuk menuntaskan masalah pembauran, khususnya antara warga pribumi dan non-pribumi serta antar-etnis dan agama. 


"Kalau masuk Islam tidak ada lagi masalah makanya kita bikin masjid ini di daerah pecinan tujuan memberikan informasi kepada orang Tionghoa bahwa banyak orang Tionghoa yang Islam," tuturnya.


Ali menjelaskan sebelum orang Indonesia masuk Islam, ajaran Islam lebih dahulu di China karena di sana ada masjid berumur 1.350 tahun. Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah berkunjung ke masjid tertua di China. Sementara di Indonesia masjid tertua di Demak tahun 550-an.


"Orang-orang China mana tahu. Masjid ini tujuan untuk berdakwah hanya memberikan informasi Islam karena masuk Islam tidak ada paksaan. Ini masjid pertama di Indonesia yang mendirikan bapak saya melalui Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI)," ungkapnya.


Kegiatan Ramadhan

Pengurus Takmir Masjid, Yusman Iriansyah menambahkan, selama Ramadhan masjid ini menggelar pengajian buka bersama dengan muallaf-muallaf dan pengobatan gratis.


"Kalau selain ramadhan ada pengajian rutin setiap Ahad ngumpul bareng muallaf, belajar Iqra, surat pendek. Muallaf harus datang empat kali paling tidak untuk mengikuti pengajian untuk pembekalan. Jika sudah bisa bacaan surat Al Fatihah dan seterusnya baru dikasih piagam," kata Yusman.


Pengurus bekerja sama dengan lembaga amil zakat dan donatur lain untuk menyiapkan program belajar kilat metode 6 jam bersama guru ngaji yang sudah disiapkan.


"Kita kumpul bareng muallaf, mereka dibimbing ngaji kita siapkan kursus baca Al-Qur'an cepat. Kami sudah ada 2.000 muallaf dan 90 persen keturunan Tionghoa yang masuk Islam," papar Yusman.

 
Shalat Jumat di Masjid Lautze, Jumat (22/3/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
 

Ketua PBNU 2015-2021 KH Abdul Manan Ghani mengaku rutin mengisi khutbah Jumat di Masjid Lautze bahkan turut serta membimbing para muallaf.


"Saya waktu masih di PBNU hampir setiap Ahad, memimpin proses masuk Islam mereka. Dulu ada Mualaf Center yang dikelola oleh Lembaga Dakwah PBNU era Kiai Misbah," tutur Kiai Manan.


"Mbah Koriem ini teman saya di MUI di bidang kerukunan umat beragam beliau putra dari KH Koriem Oei yang menjaga masjid ini dan meneruskan perjuangan ayahnya. Masjid Lautze juga ada di Cirebon dan Bandung," tandas dia.