Internasional

Nihao Ramadhan PCINU Tiongkok Bahas Topik Industri Halal

Sen, 11 April 2022 | 18:38 WIB

Nihao Ramadhan PCINU Tiongkok Bahas Topik Industri Halal

Webinar Nihao Ramadhan dengan topik G20 : Industri Halal Indonesia - Tiongkok pada Ahad (10/4/2022)

Beijing, NU Online
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) dan Muslimat NU Tiongkok mengadakan webinar Nihao Ramadhan dengan topik G20 : Industri Halal Indonesia - Tiongkok pada Ahad (10/4/2022). Dalam acara tersebut, Rais Syuriah PCINU Tiongkok Moh. Zuhri mengungkapkan bahwa Halal Indonesia sudah terbiasa di dengar. Namun halal di Tiongkok menjadi salah satu tema yang sangat menarik dan jarang sekali di perbincangkan.


"Padahal potensi halal di Tiongkok juga sangat luar biasa di tengah masyarakatnya ada sekitar 35 hingga 40 juta Muslim. Jika kita lihat bersama kebutuhan halal secara domestik di Tiongkok semakin lama semakin meningkat," jelasnya.


Sementara Atase pendidikan dan kebudayaan KBRI Beijing, Yaya Sutarya memaparkan bahwa makanan halal telah menjadi makanan favorit para kaisar Tiongkok yang sejak masa Dinasti Thang telah akrab dengan para diplomat dan Khalifah Utsman. Makanan dibuat berdasarkan olahan para diplomat dan para pedagang khalifah Utsman di Tiongkok yang mengadopsi bumbu setempat untuk memasak makanan Arab.


"Makanan diperkenalkan pada kaisar dan dikembangkan oleh koki di Tiongkok menjadi industri halal yang digemari masyarakat Tiongkok. Menurut sejarah, makanan halal muncul pertama kali pada masa Dinasti Thang 618-907," ungkapnya.


Ia menyebut merk industri makanan halal paling terkenal di Beijing dibuka pertama kali pada tahun 1775. Industri makanan ini berfokus pada penjualan daging sapi dan kambing yang dibumbui, makanan pokok dari gandum dan produk lain seperti yuchiang semacam roti goreng.


"Selain banyak restoran halal terdapat juga terdapat merk daging kuliner halal di Tiongkok seperti donghaisun, hotpot. Adanya perusahaan makanan instan misalnya baihao. Adanya sertifikat halal yang ingin mendirikan restoran di Tiongkok," sebutnya.


Industri halal berkembang pesat di Tiongkok karena konsumennya Muslim dan non Muslim. Berdasar data Food and Organization PBB 2019,pasar halal tiongkok mencapai 3% dari pasar halal global dunia. Maka dari itu, peluang untuk industri halal sangat terbuka lebar. Indonesia terus mendorong agar produk halal Indonesia dapat dipasarkan dan dinikmati di Tiongkok.


Pada webinar tersebut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kementerian Agama RI H. Mastuki juga memaparkan bahwa Indonesia masuk posisi keempat dalam Global Islamic Economic Indicator Score dan berhasil menduduki peringkat kedua pada “Halal Food”. Artinya Indonesia sebagai podusen produk halal terbesar di dunia.


"Banyak sekali potensi yang dapat dikembangkan dan disinergikan Indonesia berpeluang menduduki peringkat satu. Salah satu indikator untuk melihat seberapa jauh komitmen, concern yang dari tahun ke tahun dipantau di Indonesia dikenal sebagai “Wisata Halal” yang didukung oleh dari berbagai kementerian, lembaga, dan instansi," jelasnya.


Mastuki menyebut bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan sertifikat halal pasal 4 UU 33/2014 tentang JPH yang menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk tersebut meliputi produk barang dan jasa.


Pemateri lain Prof Asep Saepudin Jahar selaku Director of Graduate School UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan bahwa perkembangan industri halal ini sudah masuk ke wilayah yang cukup kompleks dan sudah menjadi Global Concern untuk memberikan jaminan produk dan kebutuhan standar kehidupan.


Oleh karena itu lanjutnya, pelabelan berguna bagi Muslim dan Non Muslim. Bagi Muslim sebagai tujuan perintah agama  (halal dan thayyib), sementara bagi non-Muslim berguna dalam hal kebersihan, kualitas dan manfaatnya sejak proses dibuat hingga barang jadi.


"Ini sudah menjadi kesadaran ekonomi, kesadaran sosial dan kesadaran budaya," jelasnya.


Industri Halal saat ini, menjadi bagian dari Hak Asasi manusia atau Human rights, untuk dilindungi kebutuhan dan Keamanannya (human need and security) secara sosial dan segala hal untuk keselamatan dan keyakinan hidupnya.


"Halal bukan lagi sebagai ideologi, tapi sebagai resources yang menjadi perhatian setiap negara. Penerimaan produk halal berdampak pada potensi dan sumber ekonomi, maka halal industry menjadi kebutuhan ekonomi, pertumbuhan pendapatan negara dan terjadinya diversifikasi produk, investasi dan pendapatan masyarakat dan negara," terangnya.


Senada dengan pemateri sebelumnya, Budy Sugandi selaku Ketua Umum MES Tiongkok & Co-chair Y20 Indonesia 2022 menjelaskan bahwa berbicara terkait Makanan halal di Tiongkok sangat di minati bukan hanya di kalangan masyarakat Muslim saja tetapi juga Non Muslim. Restoran di Tiongkok bukan hanya dari Uighur namun banyak sekali restoran yang bisa masuk kesana salah satunya Restoran Indonesia.


Ia menambahkan, peranan Teknologi juga sangat penting bukan sekedar business to bussines tetapi bagaimana memanfaatkan teknologi.


Editor: muhammad Faizin