Nasional

Masjid Sabilillah Malang Menjadi Contoh Bagaimana Wakaf Dikelola Secara Produktif

Kam, 10 Agustus 2017 | 05:00 WIB

Jakarta, NU Online
Masjid Sabilillah, Malang, Jawa Timur, menjadi salah satu dari 23 masjid di Indonesia yang mendapatkan penghargaan dari Kementerian Agama sebagai masjid percontohan tingkat nasional. Sesepuh NU, KH Muhammad Tolchah Hasan (81) yang juga Ketua Dewan Pembina Masjid Sabilillah menjelaskan bagaimana aset wakaf berupa masjid ini bisa dikelola secara produktif untuk kesejahteraan umat, bukan hanya menjadi tempat ibadah mahdhoh. 

“Sejak awal kita ingin Masjid Sabilillah tidak hanya menjadi pusat ibadah, tapi juga pusat peradaban Islam,” kata Kiai Tolchah di Jakarta Selasa (8/8) yang secara khusus diminta oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) untuk menyampaikan testimoni terkait pengelolaan wakaf secara produktif. 

Menurut Kiai Tolchah, Yayasan Sabilillah di masjid ini juga mengelola sekolah, ambulans, dan koperasi. Terakhir, masjid ini juga melakukan kegiatan bedah rumah, yakni renovasi rumah-rumah para jamaah yang kurang layak huni yang berada di sekitar masjid. “Sekarang sedikitnya sudah ada 20 rumah yang dibedah,” katanya.

Bidang usaha, antara lain, dikelola dalam bentuk koperasi dengan beragam usaha. Sejak berdiri pada 1999, koperasi ini sudah memiliki ratusan anggota anggota. Jenis usaha yang dilakukan, di antaranya unit pertokoan, BMT, dan pujasera. Melalui koperasi ini, Masjid Sabilillah tidak memiliki ketergantungan terhadap sumbangan dana. "Kita usahakan masjid tidak hanya berharap sumbangan tapi justru memberikan kredit-kredit kepada pedagang-pedagang kurang mampu ," katanya. 

Di bidang pendidikan, Masjid Sabilillah mempunyai Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Sabilillah yang menyelenggarakan pendidikan mulai dari jenjang TK hingga SMA, bahkan memberikan beasiswa kepada anak-anak yatim atau tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan.

Di bidang kesehatan, Masjid Sabilillah mendirikan lembaga layanan kesehatan bekerja sama dengan RS Islam yang ada di sekitar Malang. Lembaga Amil Zakat, Infak, dan Sedekah (LAZIS) Masjid Sabilillah juga yang secara rutin memberikan santunan dan beasiswa kepada anak anak yatim dan dzuafa, insentif guru TPQ, santunan untuk lansia pejuang agama, dan modal bergulir kepada puluhan paguyuban.

Kiai Tolchah yang tahun 2017 in imemasuki usia 82 tahun memang menjadi salah seorang tokoh senior yang dinilai berhasil mengelola wakaf secara produktif. Di Malang, bersama para nadzir lainnya ia mengelola aset wakaf menjadi perguruan tinggi, seperti Universitas Islam Malang (Unisma), Universitas Raden Rahmat, dan Institut Agama Islam Al-Qolam. 

Ada juga aset wakaf di Malang yang diwujudkan dalam bentuk Rumah Sakit Islam yang dipercaya oleh pemerintah untuk membina rumah sakit-rumah sakit di kawasan Idonesia Timur.

Potensi Besar
Dalam kegiatan "Media Gathering dan Launching Pedoman Akuntansi Wakaf" yang diselenggarakan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) di Jakarta, Selasa (8/8), dipaparkan besarnya aset wakaf di Indonesia. Robbyantono, divisi pemberdayaan wakaf BWI mengungkapkan, potensi wakaf di Indonesia yang berupa tanah seluas 4.359 kilometer persegi, atau hampir 10 kali lipat dari luas wilayah DKI Jakarta atau negara Singapura. Sementara potensi wakaf yang sangat besar dan terus berkembang adalah wakaf uang.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Muhammadiyah mengatakan, sebagian besar masyarakat masih mengira wakaf itu urusanya hanya sekolah, masjid dan kuburan. “Padahal aset wakaf ini besar sekali dan bisa dikelola secara produktif," katanya. 

Untuk memaksimalkan produktifitas wakaf, menurut Muhammdiyah Amin, para nadzir atau pengelola wakaf harus mempunyai wawasan interpreneur. " Di sini ada KH Tolchah Hasan yang punya pengetahuan menjadikan wakaf produktif," katanya.

Ia memaklumi bahwa selama ini sosialisasi mengenai wakaf masih kurang. Khotbah dengan tema wakaf hampir tidak ada. "Kalau tentang zakat kadang masih ada meskipun jarang sekali. Nah yang tentang wakaf ini tidak ada," katanya.

Kiai Tolchah mengatakan, khotbah-khotbah dan ceramah agama harus lebih memberdayakan masyarakat. “Selama ini khotbah lebih banyak berbicara jalan dari kuburan ke neraka. Bukan dari wakaf menuju surga,” katanya.

Menurut Kiai Tolchah, budaya wakaf di Indonesia masih perlu dibangun lagi. “Di Kuwait, ibu-ibu sehabis belanja sudah biasa membayar wakaf uang lewat hp. Sudah banyak anjungan wakaf di sana. Di Sudan sudah banyak bank wakaf. Di Mesir, Al-Azhar sudah mempunyai pabrik-pabrik dari wakaf,” ujarnya. (A. Khoirul Anam)