Nasional

Mayoritas Pelajar Jatim Tetap Tidak Setuju Sistem Zonasi

Ahad, 14 Juli 2019 | 14:45 WIB

Surabaya, NU Online
Student Research Center (SRC) Pimpinan Wilayah (PW) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Jawa Timur kembali melakukan riset terkait isu terkini mengenai pelajar. Kali ini, riset fokus meneliti tanggapan pelajar mengenai Peraturan Kemendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang acuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019 khususnya tentang sistem zonasi.

"Apa yang menjadikan PPDB zonasi penting bagi pelajar? Objek kebijakan ini adalah pelajar, sedangkan sementara ini belum pernah melibatkan pelajar sebagai subjek perihal keputusan terkait sistem zonasi,” kata Choirul Mubtadiin, Ahad (14/7).

Survey ini menjadi langkah nyata para pelajar Jawa Timur sebagai generasi yang mempunyai konsentrasi terhadap perubahan bangsa di dunia pendidikan. “Dalam mempersiapkan pelajar sebagai aktor utama untuk menentukan masa depan Jawa Timur," kata Ketua PW IPNU Jawa Timur tersebut. 

Ketua SRC, Ahmad Ainun Najib mengatakan pihaknya mengambil tema penerapan sistem zonasi karena banyak mengundang tanggapan baik pro maupun kontra. 

“Riset ini berupaya menangkap tanggapan pelajar sebagai objek kebijakan zonasi yang selama ini tidak dilibatkan oleh Kemendikbud,” terangnya. 

Menurutnya, Senin (15/7) adalah hari pertama pelajar masuk sekolah menjadi momentum untuk mengevaluasi dan melakukan penyempurnaan kebijakan sistem zonasi. “Hasil riset kami bisa menjadi salah satu referensinya," terang Najib. 

Dirinya menjelaskan objek penelitian adalah pelajar yang sedang mendaftar ke SMA tahun 2019. Survei PPDB sistem zonasi dilakukan pada tanggal 24 hingga 29 Juni 2019, dengan responden dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur.

"Tercatat 56% responden perempuan dan 44% responden laki-laki yang mengisi kolom survei yang disediakan,” katanya. 

Survei ini mengambil responden pelajar lulusan SMP tahun 2019, dan sedang menadaftarkan diri ke SMA. Hal ini disesuaikan dengan penerapan PPDB sistem zonasi. “Dari 398 responden 73,4% menjawab tidak setuju terhadap PPDB sistem zonasi , kemudian 26,6% menjawab setuju," terangnya. 

Alasan penolakan PPDB sistem zonasi, sambungnya, adalah tidak bisa masuk ke sekolah yang diharapkan sebanyak 46,4%. Kemudian karena fasilitas sekolah belum merata yakni 11,3%, kemudian 9,2% beralasan Penerapan zonasi ppdb 2019 yang terkesan mendadak.

Selebihnya responden setuju dengan alasan pemerataan pelajar dengan nilai UN tinggi 13,3%, berikutnya menghapus predikat sekolah favorit 13%, dan jarak sekolah dekat dengan rumah 6,4%.

Najib menambahkan dengan diterapkanya PPDB sistem zonasi di sekolah negeri, SRC juga melakukan survei ketertarikan pelajar terhadap sekolah swasta. “Hasilnya, 41,3% pelajar ingin daftar ke swasta dan 58,7 menjawab tidak ingin masuk ke sekolah swasta,” jelasnya. 

Ketika ditanya alasan tertarik atau tidak tertarik ke sekolah swasta responden menjawab 36,8% beranggapan sistem zonasi mempersempit peluang ke sekolah impian. 

“Sebanyak  30,7 % tetap ingin sekolah di SMA negeri,” ungkapnya. Sedangkan 17,1 menyatakan biaya sekolah swasta lebih mahal, serta 15,4% fasilitas dan tata kelola sekolah swasta lebih bagus, lanjutnya.

Hal yang menarik ketika pelajar diberi pertanyaan tentang usulan apabila bertemu Mendikbud. “Sebagian besar pelajar meminta untuk menghapus PPDB sistem zonasi karena tidak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan," tandasnya. (Rof Maulana/Ibnu Nawawi)