Nasional

Mbah Maimoen Jangkar Pesantren, NU, dan Islam Indonesia

Sel, 6 Agustus 2019 | 12:35 WIB

Mbah Maimoen Jangkar Pesantren, NU, dan Islam Indonesia

Almaghfurlah KH Maimoen Zubair.

Jakarta, NU Online
Duka mendalam atas wafatnya Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimoen Zubair di Makkah, Arab Saudi pada Selasa (6/8) pagi.

Masyarakat berbela sungkawa atas kepulangannya ke Haribaan Ilahi. Tak sedikit pula yang mengungkapkan kisah kenangan bersama ulama kelahiran 28 Oktober 1928 itu. Rumadi Ahmad, Ketua Pengurus Pusat Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, mengungkapkan bahwa Mbah Moen adalah jangkar pesantren, NU, dan Islam Indonesia.

"Mbah Moen bisa dikatakan sebagai jangkar pesantren, NU dan Islam Indonesia. Terutama di kalangan santri Jawa, Mbah Mun adalah tempat berteduh," tulis Rumadi di akun Facebooknya pada Selasa (6/8).

Mbah Moen senantiasa membagikan ilmu. Setiap kali berbicara dalam berbagai forum, termasuk para tamu yang datang ke rumahnya, Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah itu selalu memberi nasehat dan menambah asupan pengetahuan.

Rumadi mengaku sangat beruntung beberapa kali bisa jumpa dan mencium tangan Mbah Moen. Sebagai seorang santri, hal tersebut merupakan kenikmatan yang tiada terkira.

"Meski perjumpaan saya dengan Mbah Mun tidak seintensif kawan-kawan yang lain, tapi saya merasa beruntung beberapa kali mencium tangan beliau," katanya. 

Beberapa kali sowan ke ndalem (rumah) Mbah Moen, lanjutnya, merupakan kenikmatan besar. Bukan apa-apa, hal itu dilakukan sekadar ingin ngalap berkah. Menurutnya, kaum santri sangat percaya dengan berkah.

"Ketika sowan bersama dengan kawan-kawan Dosen Pascasarjana UNUSIA, ada Mas Santrow al-Ngatawi, Kiai Abdul Moqsith Ghazali, Kiai Ali Abdillah dan sebagainya sekedar ingin mendapatkan restu dan petuah tentang pengembangan Program Studi Islam Nusantara," jelas dosen Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.

Di samping itu, meskipun secara politik merupakan Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Mbah Moen tidak menjadikan dukungan politik mengungkung wawasannya. Setiap kali mendengar pidato dan petuah ketika sowan ke kediamannya, Mbah Mun, katanya, nyaris tak pernah bicara tentang PPP.

"Beliau selalu bicara soal Islam dan bangsa. Belakangan, Mbah Moen selalu bicara soal pentingnya mensyukuri rahmat Allah yang memberi anugerah Pancasila kepada bangsa Indonesia. Mbah Moen juga tidak segan-segan mengkritik paham khilafah yang menurut beliau, sekarang tidak diperlukan lagi," jelasnya.

Lebih lanjut, Rumadi juga mengungkapkan bahwa Mbah Moen juga sering mengkritik tokoh-tokoh agama yang tidak punya wawasan kebangsaan, hanya wawasan keislaman. Kiai seperti itu, dalam pandangan ulama 91 tahun itu, disebut sebagai kiai ora njowo.

"Beliau menyebut kiai njowo adalah kiai yang punya kearifan tradisi, kiai yang mampu memadukan antara keislaman dan kebangsaan," jelasnya.

Pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga mengucapkan terima kasih atas keteladanan dan kasih sayang Mbah Moen. "Sugeng kundur Mbah Moen. Maturnuwun atas semua keteladanan yang panjenengan berikan. Maturnuwun atas semua kasih sayang yang panjenengan berikan kepada bangsa ini," katanya.

"Sampaikan salam kami kepada Gus Dur, tokoh yang pernah panjenengan pernah ngendikan (berkata): Gus Dur wis nembus arsy," pungkasnya. (Syakir NF/Fathoni)