Nasional

Sosok Mbah Moen Menurut ISNU Jatim

Sel, 6 Agustus 2019 | 10:45 WIB

Sosok Mbah Moen Menurut ISNU Jatim

Mbah Moen (dua dari kanan)

Jombang, NU Online
Wafatnya Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Maimoen Zubair meninggalkan duka mendalam bagi banyak orang. Terutama bagi seseorang yang sempat bertemu dan belajar dengan tokoh kharismatik tersebut. 
 
Kenangan tentang sikap ulama pengayom umat benar-benar terwujud dari wajah Pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah  yang meninggal Selasa (6/8) di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah tersebut.
 
Di antara santri yang memiliki memori berkesan bersama Kiai Maemoen atau Mbah Moen adalah Wakil Ketua Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jawa Timur KH Zahrul Azhar As'ad Asumta. Kiai muda asal Jombang ini memiliki kenangan yang tak terlupakan bersama Mbah Meon saat Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2010.
 
"ISNU Jawa Timur mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya atas wafatnya KH Maimoen hari ini. Ini kerugian besar buat Nahdlatul Ulama dan Indonesia. Karena sosok Kiai Maimoen adalah guru kita bersama. Pengalaman yang paling berkesan di hati saya yaitu saat Muktamar NU di Makassar, Sulawesi Selatan," katanya, Selasa (6/8).
 
Dijelaskan, saat itu, ia berkesempatan bertemu Mbah Moen dan makan bersama di rumah Aksa Mahmud. Di luar rumah suasana masih panas tentang pemilihan Rais 'Aam dan Ketua PBNU. Bahkan sindiran dan ucapan pedas sempat mengalir dari para pendukung pasangan calon.
 
"Saya teringat saat Muktamar NU di Makassar saya berkesempatan makan malam di rumah Aksa Mahmud bersama Mbah Moen. Di sela-sela itu saya beranikan tanya pada Mbah Moen apakah mau menjadi Rais 'Aam?," jelasnya.
 
Dikatakan, karena saat itu suasana "kontestasi" Rais 'Aam dan Ketua PBNU sangat keras. Keterlibatan pihak istana pada saat itu cukup terasa dalam proses di balik layar. Pria yang akrab disapa Gus Hans ini sempat menanyai Mbah Moen, "Kiai nopo jenengan berkenan untuk maju menjadi Rais 'Aam jika dkehendaki oleh muktamirin sebagai jalan keluar dari kebuntuan?."
 
"Saat itu Mbah Moen menjawab, saya ini siap menjadi kran yang diperlukan untuk membuka aliran air mampet yang akan  berpotensi mengakibatkan pecahnya pipa karena tekanan air yang kuat," tambah Gus Hans.
 
Lebih lanjut, Gus Hans melihat kesedian Mbah Moen saat itu murni karena kecintaannya kepada Nahdlatul Ulama semata, bukan keinginan untuk berkuasa atau pengaruh di tataran elit dan akar rumput.
 
"Saya sama sekali tidak melihat raut-raut ambisi dan menginginkan jabatan itu dari wajah sejuk beliau yang beliau pikirkan adalah keutuhan NU," tandasnya.
 
Kiai Maimoen lahir di Sarang, Rembang pada 28 Oktober 1928. Kiai Maimoen wafat di Makkah pada Selasa (6/8) saat melaksanakan ibadah haji. Jenazah dimakamkan di Makam Ma'la dekat dengan Sayyidah Khodijah Al-Kubro RA, Sayyid Alawi Al-Maliki, dan juga Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki. (Syarif Abdurrahman/Muiz