Daerah

Saatnya Kampanyekan Moderasi Keberagamaan dalam Bingkai NKRI 

Sen, 5 Agustus 2019 | 08:00 WIB

Saatnya Kampanyekan Moderasi Keberagamaan dalam Bingkai NKRI 

Deklarasi moderasi keberagamaan dalam bingkai NKRI bersama PC ISNU Ponorogo.

Ponorogo, NU Online
Isu tentang puritanisme atau radikalisme keberagamaan bukan sekadar framing media atau framing dari kelompok tertentu. Puritanisme yang bercorak salafi-wahabi, sebagian sayapnya memperjuangkan Islam politik dan politisasi Islam untuk menyerang sistem politik dan pemerintahan yang dinilai sekuler. 
 
“Kegaduhan pemilihan calon anggota legislatif dan pemilihan presiden 2019 di Indonesia ditengarai disebabkan oleh penumpang gelap kelompok puritan dalam kontestasi politik nasional untuk tujuan yang sesungguhnya kontradiktif dengan tujuan pemilihan umum itu sendiri,” kata Abid Rohmanu, Ahad (4/8). 
 
Tujuan mereka, kata Ketua Pengurus Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ponorogo, Jawa Timur tersebut adalah tegaknya negara Islam atau negara khilafah di Indonesia.
 
“Dengan menggantikan negara demokrasi keindonesiaan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI,” tegasnya. 
 
Merespons hal tersebut, dirinya mengajak berbagai elemen di kawasan setempat untuk melakukan deklarasi moderasi keberagamaan dalam bingkai NKRI. 
 
Deklarasi dilaksanakan Ahad (4/8) dengan melibatkan berbagai pihak seperti sarjana NU se-Ponorogo, kementerian agama, unsur perguruan tinggi (IAIN, Insuri dan STKIP PGRI Ponorogo), kepolisian Resort Ponorogo, dan Komando Distrik Militer Ponorogo. 
Abid Rohmanu mengemukakan bahwa isi deklarasi tersebut menyangkut empat hal penting.
 
“Pertama, setia menjaga Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbineka tunggal ika,” katanya. 
 
Sedangkan poin kedua adalah setia mengamalkan dan menggelorakan nilai-nilai keberagamaan yang moderat dan memberikan rahmat bagi seluruh alam.
 
“Ketiga yakni menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, merajut persatuan, merawat kebersamaan, dan mempedulikan keadilan sosial dalam membangun peradaban sebagai bentuk implementasi nilai-nilai ketuhanan,” urainya.
 
Sedangkan keempat menolak semua bentuk kekerasan atas nama agama, baik dalam bentuk kekerasan fisik atau wacana. 
 
Dalam pandangannya, komitmen terhadap pesan subtantif deklarasi di atas dinilai penting oleh PC ISNU Ponorogo untuk menghadang berbagai gerakan intoleran yang mengancam realitas kemajemukan di Indonesia. 
 
“Gerakan intoleran lebih menonjolkan dan memaksakan simbol dan identitas keberagamaan di ruang publik, termasuk bentuk negara yang sesungguhnya masih bersifat ijtihadiyah,” urainya. 
 
Perlawanan terhadap Islam identitas ini adalah dengan menggelorakan keberagamaan yang subtantif di tengah masyarakat. “Yakni dalam bentuk keberpihakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan,” jelasnya. 
 
Ahmad Bayhaqi selaku ketua panitia mengemukakan bahwa deklarasi moderasi keberagamaan dalam bingkai NKRI adalah salah satu rangkaian kegiatan musyawarah kerja (Musyker) PC ISNU Ponorogo masa khidmah 2018-2019. 
 
“Rangkaian kegiatan lain adalah seminar NU dan literasi kepemimpinan publik,” katanya. 
 
Seminar menghadirkan narasumber Suprawoto selaku Bupati Magetan, Hj S Maryam Yusuf selaku Rektor IAIN Ponorogo dan H Sutejo sebagai budayawan dan pegiat literasi. 
 
Masih dalam rangkaian Musyker PC ISNU Ponorogo juga meluncurkan buku Kontestasi Merebut Kebenaran Islam di Indonesia. Buku ini karya Aksin, salah satu seorang dewan ahli ISNU Ponorogo. 
 
Buku tersebut diberikan pengantar oleh M Mas'ud Said yang juga Ketua PW ISNU JawaTimur. 
 
Peluncuran buku dilakukan Zainulhamdi perwakilan dari PW ISNU Jawa Timur. (Ibnu Nawawi)