Nasional

Menaker Tegaskan Proses Penyusunan UU Cipta Kerja Libatkan Serikat Pekerja dan Buruh

Jum, 9 Oktober 2020 | 03:45 WIB

Menaker Tegaskan Proses Penyusunan UU Cipta Kerja Libatkan Serikat Pekerja dan Buruh

Menaker Ida Fauziyah mengatakan penyusunan draft UU tersebut melibatkan partisipasi publik melalui Focus Grup Discussion (FGD). (Foto: Dok NU Online)

Jakarta, NU Online

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan sebelum akhirnya disahkan menjadi Undang-undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Senin (5/10) malam lalu merupakan hasil diskusi bersama akademisi, pengusaha, serikat pekerja dan buruh. Kata dia, penyusunan draft UU tersebut melibatkan partisipasi publik melalui Focus Grup Discussion (FGD). 

 

Ia menerangkan, dalam diskusi itu semua peserta berdiskusi hal-hal apa saja yang dianggap substansial dan harus dimasukkan ke RUU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan. Setelah selesai dibahas, pihaknya memberikan draft tersebut ke DPR untuk dilakukan pendalaman dan disahkan. 

 

 

Namun, karena saat itu terjadi perdebatan hebat di masyarakat, akhirnya UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan ditunda pembahasannya. Pada saat itu pula, Kemnaker kembali bertemu dengan serikat pekerja dan buruh untuk melakukan review RUU Cipta Kerja.

 

"Kami duduk bersama, di situ kami mencoba melihat kembali dan alhamdulillah forum berjalan kondusif. Itu yang menjadi substansi yang akhirnya merevisi draft RUU seperti yang sudah kami sampaikan. Jadi penilaian publik sudah kami lalui," kata Menaker Ida dalam tayangan 164 Channel, Kamis (8/10) sore. 

 

Ia menjelaskan terlepas dari polemik yang terjadi saat ini, hal itu merupakan dinamika yang biasa terjadi pada negara demokrasi. Prinsipnya tidak mungkin materi yang ada pada UU Cipta Kerja seluruhnya disukai oleh setiap masyarakat. 

 

"Kalau ada pro kontra ya wajar dalam negara demokratis ini. Pendapat ini tidak bisa jadi pendapat utuh bulat. Beda pendapat bagian dari dinamika," tuturnya. 


Menurut Ida Fauziyah, kehadiran UU Cipta Kerja tak lain untuk menghadapi bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia. Tak hanya itu, visi Indonesia maju pada tahun 2045 pun menjadi bagian penting dari UU tersebut. 

 

Untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia, ujar dia, harus dilakukan langkah-langkah konkret untuk menarik investasi. Jika tidak ada UU Cipta Kerja, banyak aturan yang berbelit-belit yang mempersulit masuknya investasi dari luar dan dalam negeri. 

 

"Jangankan berharap ada investasi dari negara luar investasi dari dalam pun itu tidak tercipta. Dan salah satu penopang ekonomi kita adalah UMKM. UMKM kita sumber lapangan kerja baru tapi kalau UMKM tidak diberikan kemudahan percuma saja. UU ini tidak hanya ingin menghadirkan investasi dari luar tapi dari investasi dari dalam," katanya.

 

Respons perdebatan

Pernyataan Menaker Ida Fauziyah sebagai respons munculnya perdebatan di masyarakat yang menyebut pemerintah tidak melibatkan masyarakat saat menyusun RUU ini. Salah satu pihak yang mengkritisi secara terang-terangan adalah Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf. 

 

Menurut dia, UU Cipta Kerja mengandung banyak permasalahan mulai dari proses penyusunan hingga pasal-pasal di dalamnya yang menghilangkan hak-hak pekerja. Kata dia, UU Cipa Kerja dibahas secara tertutup, tidak transparan, serta tidak memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat sipil.

 

Terlebih lagi, pembahasan tersebut dilakukan di tengah konsentrasi seluruh elemen bangsa yang tengah berfokus menangani pandemi Covid-19. Bahkan draft UU Cipta Kerja tidak disosialisasikan secara baik kepada publik dan tidak dapat diakses oleh masyarakat sehingga masukan dari publik menjadi terbatas.

 

"Ini pelanggaran terhadap Pasal 89 jo. 96 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang mewajibkan pemerintah membuka akses terhadap RUU kepada masyarakat," kata dia. 

 

Belum lagi masalah Satgas omnibus law RUU Cipta Kerja yang dinilainya diisi kalangan pemerintah dan pengusaha eksklusif dan tidak mengakomodasi aspirasi masyarakat yang terdampak UU. Persoalan itu, kata dia, menjadi alasan kuat mengapa UU Cipta Kerja harus dicabut.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Kendi Setiawan