Nasional

Mengenal Pesantren Darussa’adah, Tuan Rumah Muktamar Ke-34 NU

Ahad, 31 Oktober 2021 | 23:45 WIB

Mengenal Pesantren Darussa’adah, Tuan Rumah Muktamar Ke-34 NU

Pesantren Darussa’adah yang terletak di Lingkungan III Celikah, Seputih Jaya, Gunung Sugih, Lampung Tengah. (Foto: Tangkapan layar Youtube)

Lampung Tengah, NU Online
Muktamar Ke-34 NU akan digelar pada 23-25 Desember 2021 mendatang di Provinsi Lampung. Salah satu lokasi yang akan digunakan untuk penyelenggaraan forum musyawarah tertinggi NU ini adalah Pesantren Darussa’adah yang terletak di Lingkungan III Celikah, Seputih Jaya, Gunung Sugih, Lampung Tengah.


Pesantren Darussa’adah didirikan pada 22 Rajab 1406 bertepatan dengan 2 April 1986 oleh KH Muhsin Abdillah yang saat ini menjadi Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung. Pesantren ini berdiri di atas lokasi tanah seluas 4.000 m2 dan memiliki lebih kurang 750 santri dengan ratusan tenaga pendidik yang ikut serta mengabdi di dalamnya.


Keberadaan Pesantren Darussa’adah saat ini tidak lepas dari dinamika perjalanan hidup KH Muhsin Abdillah yang terlahir dari pasangan H Misran dan Hj Safurah di Banyu Urip, Binangun, Blitar, Jawa Timur pada 23 September 1951. Pada tahun 60-an, orang tua Kiai Muhsin berpindah ke Lampung, tepatnya di Desa Sadar Sriwijaya Kabupaten Lampung Timur.


Di Lampung Kiai Muhsin yang saat ini dikaruniai 12 orang putra-putri ini, nyantri di Pondok Pesantren Darussalamah Lampung Timur asuhan kiai kharismatik Lampung yakni KH Ahmad Shodiq. Kiai Muhsin juga sempat mengenyam pendidikan di Pesantren Darussalam Sumbersari Kediri Jawa Timur. Dari dua pesantren inilah, Kiai Muhsin mendapatkan bekal ilmu agama yang kemudian diajarkannya di Pesantren Darussa’adah.

 

 

Menurut H Hisyamuddin (Gus Hisyam), putra Kiai Muhsin, sebelum mendirikan Pesantren Darussa’adah, Kiai Muhsin telah mendirikan sebuah pesantren bernama Darunnajah di Desa Tanjung Harapan Kabupaten Lampung Timur. Namun kemudian ia bersama keluarga dan 41 santrinya, termasuk mertuanya, hijrah ke Desa Seputih Jaya dan mendirikan Pesantren baru yakni Darussa’adah.


Seiring perjalanan waktu, saat ini Pesantren Darusa’adah telah memiliki program-program pendidikan madrasah formal dan salaf, pengajian, lembaga, kursus-kursus, dan pelatihan serta kegiatan-kegiatan keagamaan serta sosial kemasyarakatan.

 

"Di antaranya, Pesantren Darussa’adah telah memiliki lembaga pendidikan formal yang diberi nama Assa’adah mulai dari Raudlatul Athfal (RA) sampai Madrasah Aliyah (MA)," kata Gus Hisyam kepada NU Online, Ahad (31/10/2021).


Namun sampai saat ini lanjutnya, Pesantren Darussa’adah tetap mempertahankan sistem pendidikan salaf dengan berbagai kajian kitab kuning khas pesantren NU. Secara garis besar, Pesantren Darussa’adah memiliki peserta didik yang terbagi menjadi tiga macam, yaitu santri diniyah, Santri formal, dan santri tahfiz.


Santri diniyah adalah santri yang mengikuti jenjang kegiatan madrasah berbasis agama Islam. Sementara santri formal adalah santri yang mengikuti kegiatan pembelajaran   sekolah umum atau formal, baik menetap di pondok maupun dari luar pondok. Kemudian  santri Tahfiz adalah santri yang mengikuti kurikulum pesantren dengan spesifik fokus pada hapalan al-Qur`an.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan