Nasional KONGRES KE-2 PERGUNU

Mensos: Apakah Masih Ada Pergunu di Indonesia?

Jum, 28 Oktober 2016 | 08:37 WIB

Mojokerto, NU Online
“Ketika banyak kasus narkoba, kejahatan, penelantaran anak dan berbagai persoalan anak lainnya, maka pertanyaannya apakah masih ada Pergunu di Indonesia?”

Pertanyaan itu disampaikan Menteri Sosial Indar Parawansa dalam Pembukaan Kongres II Pergunu, Kamis (27/10) malam.

Mensos mengajukan pertanyaan tersebut mengutip pertanyaan Kaisar Hirohito setelah hancurnya Kota Hiroshima yang dibom atom tentara Sekutu dalam Perang Dunia II. Saat itu dengan banyaknya korban pengeboman, Kaisar Hirohito bertanya, “Apakah masih ada guru?”

Menurut Mensos, persoalan pada anak-anak terkait nilai yang tereduksi dari Indonesia. Ini menunjukkan begitu pentingnya keberadaan dan peran guru di Indonesia, apalagi guru NU.

Menurut Mensos semangat Hari Santri juga harus menjiwai para guru NU. Bahwa NU memiliki perhatian terhadap bangsa sekaligus agama dengan semangat aswaja. 

“Bukan hanya guru agama, guru fisika, guru matematika, guru olahraga, tidak boleh tidak tahu pemahamana aswaja,” tegas Mensos.

Ia menegaskan, guru dan dosen NU harus memastikan bahwa pengetahuan ajaran aswaja tidak hanya telah diberikan kepada murid, namun juga dapat dipahami dan disadari oleh murid. Dalam hal ini guru berperan tidak saja sebagai pengajar, namun juga sebagai pendidik. 

Ditambahkannya, guru juga bertugas membangun keseimbangan dinamis, atau kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Artinya guru akan ada dan dibutuhkan kapan saja dan dalam situasi apapun. 

“Adalah PR terbesar bagi guru untuk membangun equibrium dinamic yang harmonis. Integrasi keilmuan dan aswaja dapat menjadi bahan ajar di kelas masing- masing. Artinya guru juga menjadi juru bicara dan penyampai ajaran aswaja,” kata Mensos.

Mensos mengatakan hal itulah yang dibutuhkan Indonesia sekarang dan masa depan, karena kualitas pendidikan ditentukan oleh kualitas pengajar dan pendidiknya.

Terkait dengan sertifikasi guru, Mensos menyebut kasus gugatan cerai justru marak terjadi karena sertifikasi guru. “Ditemukan angka gugat cerai oleh pihak perempuan (istri) yang signifikan dengan sertifikasi guru. Angkaya 65-85,” ujar Mensos.

Hal ini harus menjadi referensi Pergunu untuk bersama-sama menjaga kehidupan yang baik dan memberi perhatian bagi anak didik. 

“Pergunu juga harus bisa membangun harmoni dan tanggung jawab di tengah heteregonitas dan keberagaman yang ada. Karena harmoni bangsa dan negara dibangun dari keluarga,” tugas Mensos. (Kendi Setiawan/Mukafi Niam)