Nasional

Menurut Gus Baha Ini Alasan Pengajar Al-Hikam Perlu Paham Ilmu Hakikat dan Fiqih

Kam, 10 November 2022 | 10:00 WIB

Menurut Gus Baha Ini Alasan Pengajar Al-Hikam Perlu Paham Ilmu Hakikat dan Fiqih

KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) berpandangan bahwa seseorang yang mengajarkan kitab Al-Hikam, perlu memahami ilmu hakikat sekaligus fiqih. Hal ini supaya pendengar atau peserta ngaji tidak salah paham sehingga tetap berada dalam jalur yang tepat, sesuai syariat. (Foto: dok NU Online)

Rembang, NU Online

Penceramah kondang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) berpandangan bahwa seseorang yang mengajarkan kitab Al-Hikam, perlu memahami ilmu hakikat sekaligus fiqih. Hal ini supaya pendengar atau peserta ngaji tidak salah paham sehingga tetap berada dalam jalur yang tepat, sesuai syariat.


Pesan ini disampaikannya saat ngaji Tafsir Jalalain di Lembaga Pembinaan Pendidikan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3IA), Rembang, Jawa Tengah, Rabu (9/11/2022).


"Kitab Al-Hikam harusnya diajarkan oleh seseorang yang memiliki kemampuan dalam ilmu fiqih. Sehingga ketika menerangkan kandungan Al-Hikam maka tetap kembali ke fiqih," jelasnya.


Gus Baha menjelaskan, kalau kitab Al-Hikam tidak diajarkan oleh orang yang ahli fiqih, dikhawatirkan setelah ngaji Al-Hikam, pendengarnya merasa menjadi wali, terus tertawa sendiri. 


"Lalu pendengar tersebut mulai merendahkan orang lain ketika tahu orang ngaji syariat dengan mengatakan 'ngaji kulit tok ini'. Ini fenomena yang sering terjadi di masyarakat karena gagal paham," ujarnya.


Menurut dia, fenomena sekarang orang banyak yang suka ngaji Al-Hikam. "Cuma kadang cara menjelaskannya membuat orang salah paham. Maka perlu seorang yang ahli fiqih dalam membedah kitab Al-Hikam, biar tetap kembali ke fiqih," tegas Gus Baha. 


Gus Baha menyarankan Al-Hikam diajarkan oleh ahli fiqih bukan tanpa alasan. Bila melihat latar belakang pengarang Al-Hikam, Ibnu Atha'illah As-Sakandari adalah ahli fiqih. 


Pengarang Al-Hikam tersebut merupakan keturunan ahli fiqih, sehingga tidak masalah ngaji Hikam rasa fiqih. Ketika kecil, Ibnu Atha'illah ingin jadi ahli fiqih karena kakeknya adalah ahli fiqih di Iskandaria. 


Gus Baha juga mengatakan Ibnu Atha'illah pernah jadi penentang Abu Al -Abbas Al-Mursi karena membahas ilmu hakikat. Lalu Abu Abbas berdoa, ingin punya murid yang ahli ilmu hakikat, tapi paham fiqih. Doa itu dikabulkan Allah, Ibnu Atha'illah menjadi murid Abu Abbas.


"Al-Hikam kalau tidak diajarkan oleh orang ahli fiqih maka menjadikan pendengarnya ahli klenik, senyum-senyum di pinggir sungai karena merasa wali, mau tidur senyum-senyum, merasa wahdatul wujud," tegas Gus Baha.


Alasan lain Gus Baha menyarankan tetap memasukkan ilmu fiqih dalam mengaji kitab Al-Hikam karena aturan fiqih jelas dan bisa diukur. Semisal, aturan fiqih itu lelaki harus menafkahi istri, istri harus melayani suami. Jumatan wajib bagi orang yang berakal. 


"Kalau belajar Al-Hikam tidak belajar fiqih nanti timbul pemikiran bahwa salat Jumat tujuannya ingat Tuhan, ketika bisa ingat Tuhan tanpa salat Jumat maka merasa cukup," ungkap Gus Baha.


Oleh karenanya, Gus Baha setuju adat di daerah yang menjadikan fiqih nomor satu. Ukurannya ahli fiqih dulu. Ahli fiqih harus keramat, biar siap diajak menghadapi berbagai model masyarakat. Ulama dan wali lebih mulia ulama, karena ulama menerangkan kebaikan dan Islam jadi syiar.


"Saya itu memiliki kitab I'anatuttolibin di semua ruangan. Leluhur saya biasanya memiliki kitab fiqih sekaligus tasawuf dalam satu lokasi," tandasnya.


Kontributor: Syarif Abdurrahman 
Editor: Kendi Setiawan