Nasional

Meski Lama di Amerika, Akhlak Prof Abdurrahman Tetap Indonesia 

Sab, 14 September 2019 | 01:00 WIB

Meski Lama di Amerika, Akhlak Prof Abdurrahman Tetap Indonesia 

Bedah buku karya Prof Abdurrahman Mas'ud di Hotel Pandanaran, Semarang (Foto: NU Online/Mukhamad zulfa)

Semarang, NU Online
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo Semarang, Pro Imam Taufiq  mengakui bahwa tantangan di Amerika tak menggerus akidah santri Kudus ini. "Meski tinggal lama di Amerika, Prof Abdurrahman Mas'ud  akidah dan akhlaknya tetap Indonesia," ujarnya.
 
Hal itu disampaikan pada acara bedah buku karya Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama (Kemenag) RI Prof Abdurrahman Mas'ud "Mendakwahkan Smilling Islam Dialog Kemanusiaan Islam dan Barat" di Hotel Pandanaran Semarang, Kamis (12/9).
 
Dikatakan, tidak lunturnya akidah Prof Aburraman meski lama tinggal d Amerika selama 7 tahun karena faktor didikan pesantren. Pesantrenlah yang mencetak watak dirinya menjadi pribadi yang baik dan damai di masyarakat.
 
"Pesantren memberikan pendidikan yang memberikan kebaikan, kontributif, dan damai pada masyarakat, citra itu ada dalam pak Dur," ungkap Rektor UIN Wali Songo ini.  
 
Pengasuh Pesantren Besongo ini mengapresiasi bagus atas terbitnya buku ini. Ada bayangan dalam benak beliau dalam buku ini. Oksidentalism dalam buku ini belum banyak dijelaskan. 
 
"Semoga dalam karya selanjutnya pak Dur menulis tentang oksidentalism karena kapasitas beliau dan memang lama tinggal di Amerika lebih dari 7 tahun," paparnya.
 
Semangat mencari ilmu memang betul diterapkan mulai dari gendongan ibu hingga liang lahat. Itulah peribahasa yang cocok untuk Abdurrahman Mas'ud. Panggilan akrab Pak Dur begitu banyak orang menyapa. 
 
Pada peluncuran buku yang sudah terbit April tahun ini sebagai aotobiografi intelektual dihelat Balai Litbang Kemenag Semarang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan.
 
Prof Abdurrahman Mas'ud menjelaskan, buku yang ia terbitkan tak sepenuhnya berisi ilmiah. Substansi yang ingin disampaikan adalah berbagi pengalaman hidup yang ada dalam buku ini, terutama bagaimana cara menulis makalah untuk S2 dan S3 di luar negeri yang patut untuk menjadi teladan.
 
"Live is dialog, maka kita hidup ya bagaimana cara kita mengisinya," ungkapnya.
 
Disampaikan, bukunya secara terbuka mengisahkan cerita seorang santri Kudus lahir di Damaran (daerah dekat Masjid Menara Kudus) yang belajar di IAIN Jakarta hingga belajar pascasarjana di UCLA Amerika dengan beasiswa Fulbrigt. 
 
"Namun, dibalik itu kisah itu, ada kisah yang menyedihkan pada diri saya, yakni pupusnya gadis Jakarta (halaman 25) sebagai pendamping hidupnya," tandasnya. 
 
Selain itu lanjutnya, meski dirinya tak mendapatkan restu untuk belajar di Amerika, tapi dengan tekad jihad pengetahuan nan membara berangkat mencari ilmu. Susah payah itulah yang mengantarkan dirinya sekarang menjabat kepala Badan Litbang Kemenag RI.
 
Kontributor: Mokhamad Zulfa
Editor: Abdul Muiz