Nasional OBITUARI

Miftah Farid, Pejuang Buruh yang Pulang dengan Iringan Doa

Sel, 23 Januari 2018 | 12:31 WIB

Miftah Farid, Pejuang Buruh yang Pulang dengan Iringan Doa

Miftah Farid (paling kanan)

Jakarta, NU Online 
Malam belum lengang pada Ahad (21/1). Tapi Muhammad Miftah Farid telah terbujur tenang sekitar pukul 20.05 WIB. Allah SWT memanggil pejuang buruh itu setelah menjalani masa kritis di IGD RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Kabar duka itu menyebar, mengejutkan kalangan buruh untuk segera berkirim doa.

Wakil Presiden DPP K Sarbumusi Bidang Hubungan Luar Negeri itu, ujar Programme Officer International Labour Organization (ILO) Jakarta, Irham Ali Saifudin, di Jakarta, Selasa (23/1), merupakan pejuang buruh sejati.

Selepas mengenyam pendidikan pesantren dan Madrasah Aliyah, Miftah menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Yordania. Tapi tak berlangsung lama sehubungan menjadi korban perdagangan manusia.

Pengalaman pahit tersebut, lanjut Irham, membuat pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur Februari 1981 tersebut fokus membangun organisasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). 

"Almarhum menjadi Ketua Umum SBMI selama dua periode, sekitar 2005 hingga 2010 dan sering berkolaborasi dengan banyak pihak, termasuk ILO," ujar Irham lagi. 

Miftah berkomitmen mendedikasikan hidupnya untuk memperjuangkan hak-hak buruh migran supaya setara dengan pekerja yang lain. Menjalin kerja sama yang baik dengan berbagai organisasi perburuhan nasional di Jakarta. Kerja nyata Miftah antara lain advokasi kebijakan kasus hingga pemberdayaan ekonomi.

Kegigihan Miftah memperjuangkan buruh migran, membuat Ketua Umum PP GP Ansor masa khidmah  2011-2015 Nusron Wahid yang dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), sempat memberdayakannya sebagai staf khusus.

Hingga akhir hayatnya, Staf Khusus Menteri Tenaga Kerja itu tidak lantas melupakan masa lalunya sebagai buruh migran. Ia turut secara aktif mendorong revisi UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, yang kemudian di kwartal keempat tahun lalu lahirlah UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

"Perubahan UU tersebut diyakini banyak membawa dimensi perubahan. Kalau sebelumnya berfokus pada penempatan, sekarang pada perlindungan. Miftah dalam kapasitasnya sebagai tenaga ahli Menaker turut mengawal ketat lahirnya UU baru ini," papar Irham.

Almarhum dalam kapasitasnya yang lain sebagai pejuang buruh berhimpun di Sarbumusi. Organisasi buruh yang sudah tua dan mempunyai peran penting di era orde lama. Tapi pada masa orde baru dibius agar tidak berkembang. Setelah orde baru rampung, ada yang mendorong kembali Sarbumusi untuk aktif lagi. 

"Miftah adalah orang yang paling getol agar Sarbumusi yang sebelumnya berbentuk federasi menjadi konfederasi. Saya rasa itu menjadi satu jasa yang akan dikenang buruh Nahdlatul Ulama," ujar Irham lagi.

Dalam keseharian, Miftah ialah sosok sederhana, bertangung jawab, bersungguh-sungguh saat mengerjakan sesuatu. "Saya dekat dengan almarhum ketika menangani program perlindungan buruh migran di ILO Jakarta saat ia menjadi Ketua Umum SBMI," kenang Irham.

Kolaborasi perlindungan TKI, kewirausahaan, pegorganisasian TKI banyak dilakukan. Di masa Miftah, 60 lebih cabang SBMI tumbuh di Indonesia.

Kerja-kerja paralegal, mendatangi daerah-daerah yang menjadi basis TKI kontinu dilakukan sehingga banyak kasus bisa ditangani dengan jalur hukum. 

"Termasuk melakukan pelatihan pra keberangkatan sehingga membuat calon TKI bisa bermigrasi secara aman sehingga terhindar dari perdagangan manusia. Regulasi mengarah pekerja migran Indonesia aman banyak diperjuangkan dan dilakukan Miftah. Innalillahi wainna ilaihi raji'un. Selamat jalan orang baik. Semoga husnul khotimah," pungkas Irham. (Gatot Arifianto/Abdullah Alawi)