Nasional

Ngaji Suluk Maleman Soroti Kerusakan Lingkungan Akibat Sampah

Sel, 21 Juni 2022 | 13:30 WIB

Ngaji Suluk Maleman Soroti Kerusakan Lingkungan Akibat Sampah

Habib Anis Sholeh Baasyin. (Foto: dok. Suluk Maleman)

Jakarta, NU Online

Pada satu sisi produk kemajuan teknologi memang memberi manfaat, yakni memudahkan banyak aktivitas sehari-hari manusia; tapi di sisi lain, produk-produk tersebut secara sekaligus juga menghasilkan sampah yang luar biasa banyak. Ini yang sering dilupakan manusia.

 

Persoalan inilah yang lantas menjadi topik bahasan dalam Ngaji NgAllah Suluk Maleman edisi ke-126 yang digelar secara tatap muka di Rumah Adab Indonesia Mulia pada Sabtu lalu. Dalam pengajian yang bertema Peradaban Yang Mengubur Diri Sendiri itu, jamaah yang hadir diajak merenungkan kembali persoalan yang sebenarnya genting namun terlupakan tersebut.

 

Kepada ratusan jamaah yang hadir, Anis Sholeh Ba’asyin, penggagas Suluk Maleman, memberikan contoh penggunaan diaper atau popok bayi sekali buang. Temuan pampers tentunya memberikan manfaat bagi masyarakat berupa kemudahan dalam merawat anak, karena itu orang acap lupa tentang kemungkinan mudharat yang dibawanya.

 

“Dulu orang menggunakan perlak dan popok kain bagi balita, sehingga bisa dipakai berulang. Namun atas nama kepraktisan, sekarang orang lebih memilih menggunakan pampers. Namun pernahkah kita berpikir bagaimana dampak dari penggunaan pampers sekali pakai itu? Bayangkan, bila satu balita katakanlah membutuhkan 3 sampai 5 pampers sehari, berapa banyak sampah yang setiap hari dihasilkan di satu daerah? Belum lagi satu provinsi, apalagi satu negeri,” urai Habib Anis.

 

Persoalan seperti ini juga muncul dari berbagai produk teknologi modern lainnya. Mulai dari sampah pembalut perempuan, plastik, styrofoam, elektronik hingga perlengkapan kebutuhan sehari-hari lainnya. Revolusi industri yang dinilai membawa kemajuan begitu luar biasa pada peradaban, baru secara fisik saja ternyata sudah membawa dampak negatif yang luar biasa. Sebagian besar adalah sampah yang tak terurai atau sulit terurai.

 

“Munculnya pabrik-pabrik dengan segala limbah dan polusi udara yang dihasilkannya, belum lagi perusakan alam yang diakibatkannya, menghasilkan kerusakan alam yang massif dan berskala luas. Kerusakan yang berlipat-lipat dibanding yang dihasilkan oleh peradaban mana pun sebelum terjadinya revolusi industri,” jelas Anis.

 

Menurut Anis ini semua menjadi semakin terasa ironis bila umat muslim kemudian juga ikut terlibat di dalamnya. Padahal ada banyak ayat Al-Qur’an yang sejak awal sudah memberi rambu-rambu yang jelas tentang ini semua, salah satunya yang sering dikutip adalah peringatan betapa kerusakan di laut dan darat terjadi karena ulah tangan manusia.

 

“Sebagai khalifah yang ditugaskan di muka bumi, seharusnya manusia mengelolanya dengan baik. Seperti orang yang dipercaya untuk mengelola kebun, mestinya kita harus merawat dan memperindahnya; bukan serakah menggunakan apalagi merusaknya, dan itu pun masih ditambah dengan membebaninya dengan sampah,” jelas Anis.

 

Anis mengutarakan kekhawatirannya, jika peradaban ini nantinya justru mewariskan banyak persoalan yang memberatkan anak cucu. Karena tak sedikit produk teknologi yang bermanfaat untuk manusia tapi menghasilkan mudharat bagi alam.

 

“Oleh karena itu setidaknya kita harus memulai dari diri sendiri. Seperti meminimalisir penggunaan plastik. Sementara kalangan muda, terutama yang bergelut di bidang sains, mestinya mulai berupaya mencari alternatif teknologi yang lebih ramah lingkungan,” harap dia.

 

Menurut Anis ini sejalan dengan ajaran Islam dimana sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia. Tak saja bermanfaat antar manusia sebagai pribadi atau masyarakat, namun juga bermanfaat bagi keberadaan manusia secara keseluruhan sebagai spesies.

 

“Ketika alam terjaga dengan baik, tentu itu juga akan bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Karena alam adalah tempat manusia bertumbuh. Begitu pula ke binatang dan tumbuhan. Cara berpikir muslim harusnya seperti itu. Tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga orang lain dan alam semesta. Konsep itu harus menjadi dasar peradaban Islami,” tambah Anis.

 

Bersikap baik terhadap alam dan lingkungan adalah salah satu wajah akhlak mulia yang harus dimiliki manusia. Karena itu Anis mengajak agar mulai saat ini kita semua harus berupaya dan melatihnya secara terus menerus meskipun harus melawan arus kecenderungan global, karena kecenderungan tersebut terbukti mengarahkan kita ke kehancuran.

 

“Untuk itu kita harus belajar dari kisah-kisah Nabi Nuh. Beliau memiliki keyakinan dan tekad yang luar biasa kuat saat harus membuat kapal di tengah padang pasir. Meski pun apa yang dilakukannya segera mengundang cemoohan dari masyarakat saat itu. Tekad Nabi Nuh muncul karena beliau yakin dengan pengetahuan yang dimilikinya, pengetahuan yang tentu saja berbeda dengan yang dimiliki masyarakatnya,” ujar Anis.

 

Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Aiz Luthfi