Nasional NU PEDULI SEMERU

NU Peduli Segera Bangun Hunian untuk Penyintas Bencana Semeru

Sab, 8 Januari 2022 | 05:00 WIB

NU Peduli Segera Bangun Hunian untuk Penyintas Bencana Semeru

Tim NU Peduli meninjau desain dan lokasi pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak awan panas guguran Semeru di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang. (Foto: NU Care Jatim)

Lumajang, NU Online
NU Peduli dampak bencana awan panas guguran Semeru Jawa Timur akan segera membangun hunian sementara (huntara) bagi para penyintas. Hal itu dikuatkan dalam pertemuan NU Care-LAZISNU Lumajang beserta sejumlah perwakilan lembaga donasi dan relawan yang diundang Pemerintah Kabupaten Lumajang pada Kamis (6/1/2022). Pertemuan berlangsung di Warung Apung Pondok Asri Lumajang membahas persiapan pembangunan huntara di lahan relokasi di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.

 

Direktur NU Care-Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Lumajang, Muhammad Rofi’ul Ulum, yang hadir dalam rapat tersebut menyampaikan, Pemkab Lumajang bersama lembaga donasi dan relawan menyepakati bahwa proses pembangunan hunian sementara akan dilakukan secara bertahap. Dalam rapat yang dipimpin langsung oeh Bupati Lumajang Thoriqul Haq itu, disepakati pula tentang desain, ukuran, dan bahan-bahan bangunan agar semuanya layak dan sesuai standar yang telah disusun oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Lumajang.

 

"Menurut data presentasi Tim Pemkab Lumajang, tahap pertama akan dibangun huntara sebanyak 629 unit. Karena banyak sekali lembaga donasi dan relawan yang menyatakan siap memberikan bantuan, semuanya dibagi secara proporsional," kata Rofi’, sapaan akrabnya.

 

Dari puluhan lembaga yang akan memberikan bantuan, menurut Rofi’, lima lembaga dengan bantuan hunian terbanyak pada tahap pertama adalah NU Peduli atau NU Care-LAZISNU sebanyak 64 unit, Muhamamdiyah Disaster Manajemen Centre (MDMC) sebanyak 53 unit, Gusdurian Peduli 34 unit, Nurul Hayat 34 unit, dan Rumah Zakat 34 unit. Sedangkan lembaga lainnya menangani pembangunan hunian dengan jumlah bervariasi.

 

"Untuk membangun 64 unit tersebut, LAZISNU Lumajang akan berkoordinasi dengan Pimpinan Wilayah LAZISNU Jawa Timur karena ada banyak sekali donatur yang mengamanahkan dananya melalui LAZISNU baik di tingkat wilayah maupun kabupaten/kota se-Jawa Timur," jelas Rofi’.

 

Ketua NU Care-LAZISNU Jawa Timur, Ahmad Afif Amrulah, menyambut baik hasil rapat koordinasi tersebut. Ia menyatakan, NU Care-LAZISNU se-Jawa Timur siap melaksanakan komitmen dan kesepakatan itu dengan menyediakan berapa pun biaya yang dibutuhkan.

 

"Jika satu huntara membutuhkan biaya Rp15 juta, total dana untuk membangun 64 unit hunian tersebut sebesar Rp960 juta. Dananya sudah siap. Tinggal pematangan rencana teknis pengerjaannya saja," kata Afif di Surabaya, Jumat (7/1/2022) sore dalam rilis yang diterima NU Online.

 

Afif menegaskan program untuk membantu para penyintas APG Semeru merupakan program jangka panjang. Selain menuntaskan pembangunan huntara pada tahap-tahap selanjutnya, pihaknya juga memikirkan beberapa program lain seperti aspek pendidikan, pemberdayaan ekonomi, pembangunan fasilitas ibadah, dan kebutuhan lainnya.

 

Afif menyebut selama ini NU Care-LAZISNU se-Jawa Timur mendapatkan kepercayaan  besar dari para donatur untuk program penanganan bencana APG Semeru ini. Bahkan, sebagian berasal dari luar negeri.

 

"Tapi, kita butuh nafas panjang. Jadi, kami terus mengajak sebanyak mungkin masyarakat untuk peduli serta bersama-sama mengawal program Lumajang Bangkit dan Pulih karena dampaknya memang cukup parah," kata Afif.

 

Seperti diberitakan, bencana awan panas guguran terjadi pada Sabtu (4/12/2021) sore. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani, Senin (6/12/2021) menegaskan bencana tersebut bukan erupsi, melainkan awan panas guguran (APG).

 

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur juga menegaskan hal serupa. Manajer Pusat Pengendalian Ops Penanggulangan Bencana (Pusdalops) Jawa Timur, Dino Andalananto menjelaskan, erupsi merupakan aktivitas magma di dalam perut bumi didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Sementara guguran awan panas merupakan peristiwa ketika suspensi dari material gunung berupa batu, kerikil, abu, pasir dalam suatu massa gas vulkanik panas keluar dari gunung berapi.  

 

Secara teknis, awan panas guguran berkaitan dengan curah hujan tinggi. Saat hujan dengan intensitas tinggi terjadi, material yang ada pada permukaan gunung bereaksi. "Bahan-bahan material yang ada di gunung itu kan ada belerang dan sebagainya. Apabila terkena air akan bereaksi. Nah, kemarin sampai sekarang pun lahar dingin itu posisinya masih panas di bawah," jelas Dino.  

 

Hingga Rabu (22/12/2021), berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bencana tersebut menyebabkan 51 orang meninggal dunia dari sebelumnya 50 orang. Plt Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan penambahan korban tersebut dari warga yang sebelumnya dirawat akibat luka bakar. "Selain jumlah korban meninggal, posko mencatat 5 potongan tubuh ditemukan di lokasi terdampak,” kata Abdul dalam keterangan tertulis kepada media.

 

Disebutkan, jumlah warga mengungsi sebanyak 10.395 jiwa. Para pengungsi tersebar di 410 titik pengungsian. Pengungsian terkonsentrasi di tiga kecamatan, yaitu Pasirian ada 17 titik dengan 1.746 jiwa, Candipuro ada 21 titik dengan 4.645 jiwa, dan Pronojiwo ada delapan titik dengan 1.077 jiwa.


Sebaran titik pengungsi juga teridentifikasi di Kabupaten Lumajang, sedangkan di luar kabupaten tersebut, pengungsian berada di Kabupaten Malang 9 titik dengan 341 jiwa, Blitar 1 titik dengan 3 jiwa, Jember ada 3 titik dengan 13 jiwa, dan Probolinggo 1 titik dengan 11 jiwa.

 

Dampak yang tak bisa diabaikan dari bencana tersebut adalah terputusnya akses ke pusat Kabupaten Lumajang dari Malang karena rusaknya Jembatan Gladakperak. Akses pendidikan, ekonomi, kesehatan masyarakat umum pun terdampak.
 

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori