Nasional

Pakar Jelaskan Wewenang Kejaksaan dalam Mengusut Perkara Korupsi

Rab, 5 Juli 2023 | 18:00 WIB

Pakar Jelaskan Wewenang Kejaksaan dalam Mengusut Perkara Korupsi

Pakar Hukum dari Universitas Brawijaya Malang, Fachrizal Afandi. (Foto: Dok. pribadi)

Jakarta, NU Online

Kasus korupsi masih menjadi salah satu permasalahan terbesar di Indonesia. Beberapa perkara korupsi yang mencuat ke permukaan diketahui terjadi mulai dari tingkat pemerintah terendah hingga yang tertinggi. 


Di Indonesia, upaya pemberantasan korupsi dilakukan oleh tiga lembaga penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki tugas dan wewenang dalam penegakan hukum, termasuk penyidikan kasus korupsi. Polri memiliki Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) yang bertanggung jawab untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi.


Selain itu, KPK sebagai lembaga independen memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pencegahan tindak pidana korupsi. 


Sementara kejaksaan yang dipimpin oleh Kejaksaan Agung, juga memiliki peran penting dalam penyidikan kasus korupsi. Kejaksaan memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Kejaksaan juga memiliki wewenang penuntutan dan peradilan pidana.


Kejaksaan menjadi salah satu aparat penegak hukum yang menangani beragam kasus, termasuk perkara korupsi di Indonesia. Kewenangan jaksa dalam menyidik perkara rasuah memiliki kekuatan hukum yang tetap. 


Hal ini diungkapkan Pakar Hukum dari Universitas Brawijaya Malang, Fachrizal Afandi. Ia menutur kewenangan kejaksaan dalam mengusut tindak pidana korupsi ini sudah berlaku sejak lama.


“Kewenangan penyidikan jaksa sudah ada sejak Indonesia merdeka, dasarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1947. Kemudian sampai sekarang di KUHAP, memang penyidikan jaksa itu hanya untuk pidana hukum, itu hanya di kepolisian. Cuma di pidana khusus, korupsi itu sejak lama. Undang-Undang Tahun '71 juga sudah jadi penyidik,” kata Fachrizal kepada NU Online, Rabu (5/7/2023).


Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama Kota Malang itu menegaskan, pemberantasan korupsi adalah bagian dari kepentingan konstitusional yang mana kejaksaan memiliki kewenangan penyidikan dan penuntutan.


“Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) itu menyebutkan bahwa jaksa juga sebagai penyidik perkara korupsi,” ungkapnya.


Kewenangan penyidikan jaksa pada perkara korupsi

Kewenangan jaksa sebagai penyidik juga diatur dalam Pasal 284 ayat (2) jo Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 yang menyebutkan bahwa jaksa mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu.


Selain itu, kewenangan jaksa sebagai Penyidik juga termaktub dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan.


Kewenangan kejaksaan dalam penyidikan tindak pidana korupsi telah diatur secara jelas dan tegas di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang kejaksaan Republik Indonesia yaitu pada Bab III tentang tugas dan wewenang khususnya pasal 30 ayat (1) dan penjelasannya.


Pasal 30 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 menyatakan di bidang pidana kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

  1. Melakukan penuntutan;
  2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat;
  4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang dan;
  5. Melengkapi berkas perkara dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam dikoordinasikan dengan penyidik.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa

Editor: Fathoni Ahmad