Nasional

Pangan Nabati Dapat Tingkatkan Imunitas Tubuh

Kam, 12 November 2020 | 06:00 WIB

Pangan Nabati Dapat Tingkatkan Imunitas Tubuh

Sumber pangan nabati. (Foto: Pinterest)

Jakarta, NU Online

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan yang jatuh pada setiap 12 November, Lembaga Kesehatan (LK) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama dengan Vegan Society of Indonesia (VSI) dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) Promosi Kesehatan (Promkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menggelar Seminar Daring, pada Rabu (11/11) kemarin.


Seminar online bertajuk ‘Meningkatkan  Imunitas di Masa Pandemi Covid-19 bagi Santri’ itu dihadiri secara virtual oleh Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini, Pengurus LK PBNU dr Helwiyah Umniyati, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes RI dr Riskiyana Sukandhi Putra, Psikolog Anak Seto Mulyadi atau Kak Seto, dan Presiden Vegan Society of Indonesia (VSI) dr Susianto.


Pada kesempatan itu dr Susianto menyampaikan tentang peran pangan nabati dalam pemenuhan gizi seimbang dan pencegahan penyakit degeneratif. Topik ini menjadi sangat penting untuk diulas di tengah pandemi Covid-19. 


“Karena kita tahu imbas dari pandemi bukan hanya sekadar isu kesehatan, tapi sampai ke masalah ekonomi, sosial, dan bahkan perilaku hidup,” katanya.


Nabati, lanjutnya, sangat berperan untuk pemenuhan gizi seimbang termasuk juga untuk meningkatkan imunitas tubuh dalam menghadapi Covid-19. Virus mematikan ini selain harus dihadapi melalui pencegahan eksternal seperti cuci tangan, jaga jarak, dan pakai masker, juga harus juga dilakukan pencegahan internal.


Pencegahan internal tersebut adalah dengan mengonsumsi pangan nabati. Hal ini sangat membantu di dalam menghadapi masa sulit di tengah pandemi Covid-19. Selain karena harga yang murah, pangan nabati juga dapat meningkatkan imunitas tubuh.


“Tapi yang terpenting karena dampak Covid-19 ini sampai kepada perekonomian, sehingga tentu kita sangat menyadari bahwa pangan nabati harganya pasti lebih terjangkau,” ungkap Doksus, panggilan akrab dr Susianto.


Salah satu pangan nabati yang sangat akrab bagi masyarakat Indonesia dan terjangkau harganya adalah tempe. Dikatakan bahwa harga tempe hanya sepersepuluh dari harga daging. Tetapi gizi tempe bisa sepuluh kali lebih tinggi ketimbang daging.


“Saya pastikan bahwa semua pangan nabati tidak mengandung kolesterol. Sebaliknya, semua makanan hewani pasti mengandung kolesterol. Kemudian makanan nabati mengandung viber atau serat dan makanan hewani tidak mengandung serat. Ini perlu kita catat perbedaannya,” ungkap dr Susianto.


Dengan demikian, pola makan nabati cenderung memiliki angka kejadian penyakit jantung koroner yang lebih rendah. Ia lantas memaparkan penelitian dari The Inter Society Commision for Heart Disease Resource.


Pengonsumsi daging dan perokok, angka risikonya sangat tinggi yakni 70 persen. Sementara pengonsumsi daging tapi tidak perokok sejumlah 50 persen. Kemudian seorang vegetarian yang mengonsumsi beberapa produk hewani (lacto ovo vegetarian) sekitar 39 persen. Sedangkan bagi vegan atau vegetarian total hanya 14 persen risiko jantung koroner.


“Kemudian American Medical Association menyebutkan bahwa 90 hingga 97 persen penyakit jantung koroner bisa dihindari dengan menjalani pola konsumsi nabati yang baik,” ungkap dr Susianto.


Sementara menurut American Cancer Society, sebanyak 40 sampai 60 persen penyakit kanker tertentu bisa dihindari dengan mengonsumsi pangan nabati dan tidak mengonsumsi hewani atau daging.


“Jadi pangan nabati itu sangat penting bagi keseimbangan gizi kita,” katanya.


Di kesempatan yang sama, Sekjend PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini mengharapkan agar santri di pesantren harus bisa dipastikan keseimbangan gizinya. Kemudian juga harus tetap melakukan olahraga yang cukup agar santri dapat menghadapi pandemi Covid-19 ini dengan baik," katanya.


"Alhamdulillah kalau kita melihat perkembangan dari beberapa pesantren yang santri-santrinya terkena Covid-19, rata-rata setelah dinyatakan selesai mereka baik-baik saja. Saya belum mendengar ada santri yang meninggal akibat Covid-19 di pesantren mana pun," tambahnya. 


Namun justru, kata Helmy, yang wafat karena Covid-19 adalah para pengasuh pesantren seperti kiai dan nyai yang sudah sepuh. Oleh karena itu, ia menyarankan kepada para santri untuk tidak dulu sowan kepada para kiai dan nyai.


"Kalau pun sowan hendaknya tidak cium tangan terlebih dulu untuk menghindari terjadinya penularan," kata Helmy. 


Dalam pemaparannya, ia mengutip ungkapan Ibnu Sina yang dijadikan sebagai tips untuk menghadapi wabah seperti Covid-19. Dikatakan oleh Ibnu Sina bahwa kepanikan merupakan separuh penyakit, ketenangan merupakan separuh obat, dan kesabaran adalah awal menuju kesembuhan.


"Maka dalam situasi hari ini, kita tidak panik tapi juga tidak menyepelekan. Kita harus tetap tenang untuk bisa kembali melakukan penyembuhan-penyembuhan dan sekaligus bisa lolos dari pandemi Covid-19 ini," tuturnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad