Nasional HARLAH KE-60 IPNU

PBNU: IPNU Harus Menjawab Peran NU ke Depan

Sel, 25 Februari 2014 | 01:00 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menegaskan, bahwa organisasi pelajar di lingkungan Nahdlatul Ulama (IPNU) harus bisa menjawab peran-peran NU di masa yang akan datang dengan tantangan yang semakin berat.
<>
“Mari kita lihat kira-kira seratus tahun yang akan datang, NU masih ada apa tidak? Kalau ada, masih berguna apa tidak? Kalau masih berguna, berperan di belakang, atau di pinggir atau di depan?”

Ia bertanya seperti itu di hadapan para pengurus dan anggota IPNU pada peringatan hari lahir organisasi pelajar itu yang ke-60 di aula Perpustakaan Nasional Jakarta, Senin malam (24/2).

Kiai yang masuk IPNU di tahun 1966 pada saat Ketua Umum KH Asnawi Latif itu mengaku, bahwa dirinya tak bisa menjawab pertanyaan itu. Yang bisa menjawab adalah IPNU, organisasi termuda dalam jenjang kaderisasi NU.

Kiai asal Cirebon itu kemudian mengimbau  supaya para anggota IPNU berperan dan berkarya sejak masa muda. Ia mencontohkan seperti apa yang dilakukan Rais Aam PBNU yang belum lama wafat, KH Sahal Mahfudh. Menurut dia, Kiai Sahal sudah berkarya menulis kitab Thariqatul Hushul ala Ghayatul Wushul. “Waktu menulis kitab itu beliau pada usia 24 tahun,” tegasnya.

Soal peran, kiai yang akrab disapa Kang Said itu menukil firman Allah dalam Al-Qur'an Surah al-Baqarah 143 tentang ummatan washatan. Menurut penafsiran dia, kalimat itu adalah umat yang berkualitas yang berperan sebagai penopang, pendorong, penguat peradaban, budaya, intelektual, pendidikan, moral, ekonomi, dan politik.

Kang Said bersyukur, kiai-kiai NU hingga saat ini masih berperan di tengah-tengah masyarakat. “Walaupun ulama-ulama kita, Rais MWC itu kalau berdoa kebalik-balik, tapi masih berperan di tengah-tengah masyarakat,” katanya disambut tepuk tangan dan gelak tawa hadirin.

Hal itu, menurut kiai yang pernah nyantri di Kempek, Lirboyo, dan Krapyak tersebut, berbanding terbalik dengan ulama-ulama di Timur Tengah. “Syekh Wahbah zuhaili itu punya karangan tafsir belasan jilid, fiqhnya 8 jilid, usul fiqihnya dua jilid, orangnya masih hidup, tapi ulama sebesar itu, tidak mampu menjadi penengah konfflik di Syria,” ungkapnya. (Abdullah Alawi)