Nasional

Pendidikan Islam Rawat Moderasi Beragama secara Fundamental

Sel, 5 November 2019 | 21:00 WIB

Pendidikan Islam Rawat Moderasi Beragama secara Fundamental

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin (Foto: NU Online/Oktanta Tri)

Jakarta, NU Online
Meskipun Al-Qur’an dan haditsnya sama, cara orang beragama ternyata tidak sama. Hal tersebut tak lepas dari cara orang memahami dua sumber utama Islam itu dengan perangkat keilmuan dan pengetahuan mereka. Namun demikian, bangsa Indonesia memahami dan mempraktikkan ajaran Islam dengan cara moderat.
 
"Untuk Indonesia, artikulasi keberagamaan Islam di Indonesia itu yang sering kita sebut atau kita mengenal dengan wasathiyatul Islam atau kira-kira moderasi beragama," kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin dalam wawancara khusus dengan NU Online di kantornya, Selasa (5/11) sore.
 
Hal yang demikian itu, kata Kamarudin Amin tak bisa dilepaskan dari pendidikan Islam yang mengedepankan moderatisme dalam pengajaran dan praktik keberagamaannya. Tak ayal, pendidikan Islam meletakkan pondasi kuat moderasi beragama Muslim Indonesia.
 
"Pendidikan Islam ini telah secara fundamental berkontribusi untuk menjaga, merawat karakter keberagamaan Islam Indonesia yang wasathiyah," ujar akademisi yang menamatkan studi doktornya di Jerman tersebut.
 
Menurutnya, refleksi moderasi beragama ini adalah bagaimana beragama dengan memantulkan merefleksikan kedamaian, toleransi, inklusif, dan saling memahami rahmatan lil alamin.
 
"Kira-kira itu salah satu bentuk refleksi keberagamaan yang wasathiyah atau moderasi beragama," ujarnya.
 
Kamarudin juga menyampaikan bahwa moderasi beragama ini menjadi satu hal yang perlu terus dipromosikan, diajarkan, diteladankan, dan juga dipraktikkan oleh seluruh civitas akademik di pendidikan Islam, mulai dari Raudlatul Athfal (Taman Kanak-kanak) hingga perguruan tinggi.
 
"Bahkan juga nilai-nilai demokrasi, sesungguhnya. Jadi, ada kompatibilitas antara nilai-nilai Islam wasathiyah dan nilai-nilai demokrasi," ujarnya.
 
Artinya, jelas dia, kontribusi pendidikan Islam sangat luar biasa dalam proses berbangsa dan bernegara, khususnya dalam menerjemahkan dan menyandingkan Islam dalam bernegara dan berbangsa.
 
"Jadi, pemahaman masyarakat, pengamalan masyarakat, refleksi masyarakat tentang Islam yang damai dan toleran itu tidak bisa dilepaskan dari kontribusi lembaga pendidikan yang selama ini mulai dari tingkat paling bawah sampai paling tinggi mengajarkan Islam yang damai, Islam yang toleran, Islam yang moderat, yang inklusif, yang menghargai perbedaan," jelasnya.
 
Islam bisa memberi perspektif dan insight (wawasan) tentang isu-isu global, dan isu-isu kebangsaan. Islam yang fleksibel dan inklusif bisa memberi perspektif sehingga Islam selalu hadir menginspirasi seluruh aktivitas di semua perguruan tinggi Islam. Tak ayal, pandangan tentang keduniaan juga terinspirasi oleh pandangan keagamaan Islam yang moderat, sehingga seluruh refleksi Muslim Indonesia dalam berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari keberagamaan yang moderat. 
 
"Karena selalu menginspirasi kita yang menjadi driving forces (kekuatan pendorong) dari seluruh aktivitas kita sehingga selalu tergambar dan terefleksi, sehingga kemudian seperti yang kita ketahui bersama, bahwa memang Indonesia ini adalah negara bangsa yang sangat religius, bukan negara sekuler, karena seluruh aktivitas kita selalu diinspirasi oleh sikap keberagamaan kita yang moderat," pungkasnya.
 
 
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan