Nasional

Peneliti Jerman Sebut NU dan Paradigma Islam Nusantara Selaras dengan Agenda PBB

Sel, 7 Februari 2023 | 18:30 WIB

Peneliti Jerman Sebut NU dan Paradigma Islam Nusantara Selaras dengan Agenda PBB

Ilustrasi Islam Nusantara. (Foto: NU Online)

Surabaya, NU Online

Salah satu agenda PBB tahun 2030 adalah pembangunan berkelanjutan yang dokumennya terdiri dari 17 goals (tujuan). Agenda ini diputuskan karena tantangan zaman menghadapi polarisasi politik, kemiskinan, kesetaraan gender, perubahan iklim, dan pendidikan di berbagai negara.


Menjadi pertanyaan besar apakah pembangunan berkelanjutan selaras dengan paradigma lokal Islam Nusantara dan NU?


Peneliti asal Jerman, Prof Amanda Tho Seeth mengatakan topik ini masih baru namun demikian pihaknya yakin bahwa potensi Islam Nusantara hadir sebagai paradigma lokal pembangunan berkelanjutan.


Menurut Prof Amanda ada dua peristiwa yang menandai bahwa Islam Nusantara menjadi bagian dari pembangunan berkelanjutan. Pertama, peristiwa Muktamar ke-33 NU di Jombang tahun 2015 yang mengusung konsep Islam Nusantara untuk peradaban Indonesia dan Dunia.


"(Dengan) judul ini, NU mengenalkan Islam yang damai dan toleran terhadap keragaman agama dan budaya serta mengenalkan konsep Islam Nusantara di dunia," kata Amanda mengisi International Conference Islam Nusantara and World Peace di Surabaya, Ahad (5/2/2023).


Pada tahun yang sama yakni 2015, PBB juga memutuskan transformasi untuk pembangunan berkelanjutan sebagai agenda tahun 2030 tetapi agama sebagai realitas masyarakat lokal hilang di dalam agenda pembangunan berkelanjutan.


"Agama disebutkan dua saja di dalam teks agenda PBB yakni harus dilindungi sebagai kebebasan hak asasi tetapi selain itu agenda 2030 bersifat sangat sekuler karena 80% dari populasi dunia saat ini beragama dengan pendekatan sekuler," paparnya.


Agenda PBB 2030 ini dikritisi oleh berbagai pengamat, akademisi dan pembuat kebijakan yang menuntut peran agama lebih besar di dalam perwujudan pembangunan berkelanjutan.


NU sebagai aktor kunci pembangunan berkelanjutan

Padahal, kata dia, tokoh agama dan organisasi seperti NU memiliki peran sebagai aktor kunci untuk mendakwahkan pembangunan berkelanjutan di dalam masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan otoritas pengalaman jaringan dan fasilitas yang dimiliki NU kuat. 


Di Indonesia sudah ada aktor-aktor agama dan khususnya Islam yang sangat aktif di dalam pembangunan berkelanjutan sebelum agenda PBB 2030 diputuskan di tahun 2015. 


"Kalau kita melihat NU, organisasi ini aktif misalnya di dalam pembangunan berkelanjutan poin (5) yaitu kesetaraan gender dengan kehadiran Fatayat, Muslimat, dan 11 perempuan yang dilantik jadi pengurus PBNU serta kehadiran lembaga penanggulangan bencana dan iklim (LPBINU)," jelasnya.


Prof Amanda menuturkan, jika melihat tujuan pembangunan berkelanjutan (16) ada banyak contoh yang membuktikan bahwa NU menyebarkan Islam moderat dan damai di dalam negeri maupun di luar negeri. 


"Sudut pandang NU menyebut Islam Nusantara adalah landasan untuk perdamaian dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa NU adalah sumbangan yang sangat central untuk pembangunan berkelanjutan," bebernya.


Sebagai informasi, kegiatan International Conference Islam Nusantara and World Peace bertema Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad Kedua NU, Menuju Kebangkitan Baru dilakukan secara hybrid, yaitu daring (online) dan luring (offline).

 

Untuk kegiatan luring bertempat di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) sedangkan daring melalui ruang virtual.


Ada dua topik yang dibicarakan dalam konferensi yaitu Tantangan Islam Nusantara dan Peradaban Baru: Isu Kesetaraan Manusia dalam Literatur Islam dan Lokalitas, dan Berbagai Isu Krusial Global Kini: Polarisasi Politik, Perubahan Iklim, dan Pergeseran Geopolitik Global.


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad