Nasional

Peneliti Sebut Indonesia Termasuk Negara Berisiko Tinggi, Ini Sebabnya

Kam, 25 November 2021 | 11:30 WIB

Peneliti Sebut Indonesia Termasuk Negara Berisiko Tinggi, Ini Sebabnya

Peneliti Sebut Indonesia Termasuk Negara Beresiko Tinggi, Ini Sebabnya. (Foto: Shutterstock)

Jakarta, NU Online
Peneliti Lingkungan di Koalisi Bersihkan Indonesia Roy Murtadho menyebutkan bahwa berdasarkan laporan Children’s Climate Risk Index (CCRI), sekitar satu miliar anak atau hampir separuh dari total 2,2 miliar anak di seluruh dunia, hidup di salah satu dari 33 negara yang berkategori berisiko sangat tinggi (extremely high-risk). 


“Berdasarkan data tersebut, Indonesia masuk dalam posisi ke-46 negara risiko tinggi (high risk). Bahkan menurut laporan ini, anak-anak Indonesia mengalami keterpaparan tinggi terhadap penyakit tular vektor, pencemaran udara, banjir, dan lain sebagainya,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) Lingkungan dan Perubahan Iklim Panitia Muktamar PBNU, pada Rabu (24/11/2021) 


Berdasarkan data CCRI pula, Roy merinci beberapa dampak kerusakan akibat pembangunan. Menurut dia, sebanyak 240 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir rob, 330 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap banjir sungai. 


Selanjutnya, 400 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap siklon, 600 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap penyakit menular vektor, 815 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap pencemaran timbal, 820 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap gelombang panas.


Selain itu, 920 juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap kelangkaan air, dan 1 miliar juta anak mengalami keterpaparan tingkat tinggi terhadap polusi udara dalam kadar amat tinggi.


Pemcemaran iklim

Pada kesempatan itu, Roy juga menyampaikan, pada tahun 2017, International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa dari 32.840 miliar ton gas karbon dioksida yang ada di seluruh dunia, 496 miliar ton berdampak pada peningkatan suhu rata-rata bumi.


“Dan saat ini Indonesia hidup dalam suhu bumi terpanas sejak tahun 1800-an,” kata Roy. 


Menurut dia, peningkatan suhu ini menyebabkan gunung-gunung es mencair, kutub utara mencair, dan meningkatkan permukaan air laut dengan rata-rata 3 mm pertahun sejak tahun 1993. Bahkan tidak sampai dua dekade mendatang, jika tidak ada intervensi ekopal radikal, maka keberlangsungan hidup semua yang ada di muka bumi sedang dipertaruhkan. 


Selain kondisi alam di atas, Roy juga menyampaikan beberapa kondisi alam bangsa hari ini. Menurut dia, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara menjadi kontributor terburuk tunggal yang bertanggungjawab atas hampir setengah (46%) dari emisi karbon dioksida dunia. 


Selain itu, PLTU Batubara juga menyumbang CO2 di dunia dengan total 258.394 juta ton, dengan rata-rata emisi tahunan sekitar 6.463 juta ton.


Tidak hanya PLTU Batubara, sumbangsih energi fosil dari seluruh pembangkit listrik Indonesia juga sudah mencapai 60.485 MW atau setara 85.31% dari total kapasitas terpasang nasional. Dalam hal ini, posisi batubara berada di posisi teratas. 


“Terhitung sejak tahun 2006 sampai 2020, setidaknya ada 171 PLTU Batubara dengan total kapasitas sekitar 35.216 MW atau setara dengan 49.67% dari total kapasitas nasional 70.900 MW,” ujar Roy.


Indonesia masuk di daftar 20 negara penghasil CO2 terbesar di dunia, turut menyumbang emisi karbon sekitar 1,72%. Sekadar perbandingan, Tiongkok menyumbang emisi karbon sekitar 30,30%, Jepang sekitar 2,25%, dan Republik Korea sekitar 1,85%. 


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syamsul Arifin