Penelitian CSRS UIN Jakarta: Pesantren Miliki Daya Tangkal Radikalisme
- Kamis, 19 Desember 2019 | 13:15 WIB
Jakarta, NU Online
Pusat Kajian Agama dan Budaya atau Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkapkan bahwa 41 pesantren yang menjadi objek penelitiannya memiliki daya tangkal atau pelindung dari radikalisme.
Pusat Kajian Agama dan Budaya atau Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkapkan bahwa 41 pesantren yang menjadi objek penelitiannya memiliki daya tangkal atau pelindung dari radikalisme.
"Semua pesantren ini memiliki faktor pelindung supaya bisa resilience (tahan) dari radikalisme, tapi faktor pelindungnya beda-beda," kata Koordinator Penelitian PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Idris Hemay pada acara Seminar Hasil Penelitian bertajuk ‘Menakar Ketahanan dan Kerentanan Pesantren terhadap Radikalisme' di Hotel Akmani Jakarta Pusat, Kamis (19/12).
Penelitian ini dilakukan di 41 pesantren yang tersebar di 8 provinsi meliputi Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Pesantren-pesantren itu terbagi ke dalam tiga kategori, yakni tradisional, modernis, dan Salafi-Wahabi.
Menurut Idris, faktor pelindung yang ada di pesantren-pesantren tradisional seperti yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama ialah karisma kiai dan kitab-kitab kuning. Kedua faktor itu disebutnya tidak ditemukan di pesantren tipe lainnya. Sementara faktor pelindung di pesantren-pesantren modernis, seperti Pesantren Gontor ialah ada pada sistem pendidikan formalnya, ekstrakurikuler, dan jaringan alumninya.
Adapun faktor pelindung yang ada di pesantren-pesantren Salafi-Wahabi disebutnya paling lemah karena hanya memiliki satu pelindung, yaitu doktrin politik yang berbunyi 'larangan memberontak pemerintah yang sah'.
"Itu satu-satunya pelindung (Salafi-Wahabi). Sementara radikalisme itu kan bagaimana upaya untuk menggulingkan pemerintah yang sah diganti dengan sistem yang lain," katanya.
Penelitian ini juga menemukan bahwa hampir semua pesantren dari tiga kategori yang diteliti tidak ada yang steril dari risiko radikalisme. Namun demikian, katanya, memiliki faktor risiko tidak berarti rentan terpapar radikalisme karena yang menentukan kerentanan adalah selisih antara faktor pelindung dan risiko.
"Apabila faktor pelindung lebih kuat dan banyak, maka pesantren memiliki daya tahan yang baik. Sebaliknya, kalau faktor risiko lebih banyak dari faktor pelindung, maka anggota komunitas pesantren tersebut rentan terpapar radikalisme," ucapnya.
Ia mengatakan bahwa faktor risiko yang umum adalah masuknya paham radikal di pesantren, sikap ekslusif, pedagogi yang indoktrinatif, dan minimnya kesadaran bernegara. Adapun risiko masuknya paham radikal di pesantren antara lain melalui eks radikal yang mengajar dan menetap di sekitar pesantren sehingga berpotensi terjadi interaksi dengan anggota komunitas pesantren.
"Selain itu yang cukup dialami pesantren tertentu adalah lewat rekrutmen HTI melalui alumni pesantren yang melanjutkan ke adik-adiknya di pesantren," ucapnya.
Sebagai informasi, program penelitian ini atas kerja sama antara CSRC UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan PMU Convey III PPIM UIN Jakarta-UNDP, serta dilaksanakan dalam rentang waktu Juli hingga Desember 2019.
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Muchlihson
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Tags:
Terkait
Nasional Lainnya
Terpopuler Nasional
-
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
8
-
9
Rekomendasi
topik
Opini
-
- Ahmad Rifaldi | Sabtu, 3 Jun 2023
Kritik Sayyid Usman soal Nasab dan Pandangannya tentang Ahlul Bait
-
- Muhammad Syakir NF | Jumat, 2 Jun 2023
Kesetaraan di Pesantren dalam Film Hati Suhita
-
- Arief Rosyid Hasan | Kamis, 1 Jun 2023
Ekologi Spiritual: Merawat Jagat, Mereformasi Bumi
Berita Lainnya
-
Pemangku Kepentingan Bidang Ketenagkerjaan Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
- Ketenagakerjaan | Kamis, 1 Jun 2023
-
Ajang Inovasi 2023, Pertamina Catat Penciptaan Nilai Hingga Rp12 Triliun
- Nasional | Kamis, 1 Jun 2023
-
Polteknaker Harus Terus Berinovasi Wujudkan SDM Unggul
- Ketenagakerjaan | Rabu, 31 Mei 2023
-
Langkah Pertamina Siapkan SDM untuk Transisi Energi
- Nasional | Rabu, 31 Mei 2023
-
Indonesia Dukung Reformasi Ketenagakerjaan Negara-negara Timur Tengah di Bidang Penempatan Tenaga Kerja
- Ketenagakerjaan | Selasa, 30 Mei 2023
-
Menaker Jelaskan Pentingnya Keberadaan LKS Tripnas dan Depenas
- Ketenagakerjaan | Selasa, 30 Mei 2023
-
Menaker Imbau Masyarakat Lebih Selektif Memilih Informasi Kerja di Luar Negeri
- Ketenagakerjaan | Ahad, 28 Mei 2023
-
Kemnaker Optimis UU PPRT Mampu Tekan Pelanggaran PRT
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 27 Mei 2023
-
Menaker Tegaskan Hubungan Industrial Harmonis Tingkatkan Produktivas Kerja
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 27 Mei 2023