Nasional

Pentingnya Kepemimpinan Moral di Pemilu 2024: Hindari Politik Identitas

Kam, 8 Juni 2023 | 20:00 WIB

Pentingnya Kepemimpinan Moral di Pemilu 2024: Hindari Politik Identitas

Ketua Lakpesdam PBNU, H Ulil Abshar Abdalla. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Ulil Abshar Abdalla menjelaskan mengenai pentingnya kepemimpinan moral dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024. 


Kepemimpinan moral merupakan seruan bersama Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, beberapa waktu lalu. 


"Kepemimpinan moral di Pemilu 2024 itu saya kira bagus sekali karena dasarnya adalah nilai-nilai besar yang mencerminkan tradisi kita, keimanan kita sebagai umat Islam. Itulah kepemimpinan moral etik, kepemimpinan berupa nilai," terang Gus Ulil kepada NU Online, Kamis (8/6/2023). 


Menurut Gus Ulil, salah satu nilai dari seruan kepemimpinan moral di Pemilu 2024 yang digaungkan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf adalah agar identitas, termasuk identitas agama, tak dijadikan alat untuk mencapai kekuasaan.


"Salah satu nilai yang digaungkan Gus Yahya akhir-akhir ini kan yaitu pentingnya kita menghindari atau memainkan politik identitas," tutur Gus Ulil.


Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kepemimpinan moral yang diserukan Gus Yahya sangat penting untuk terus digaungkan agar dalam upaya membangun kehidupan bersama dilandasi oleh dasar kemanusiaan.


"Itu nilai yang penting sekali. Pentingnya nilai berupa menjaga negara nasional Indonesia. Pentingnya merawat tradisi, tetapi tradisi yang terbuka kepada perkembangan-perkembangan baru. Pentingnya kita membangun Indonesia yang terbebas dari korupsi," jelasnya.


Kepemimpinan moral juga penting bagi terwujudnya nilai tentang keadilan dan kesejahteraan rakyat, serta soal pentingnya mengelola sumber daya alam dengan cara yang tidak merusak. 


Nilai-nilai yang terkandung dalam kepemimpinan moral itu diserukan oleh NU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. 


"Jadi sekali lagi, NU bukan partai politik tetapi suatu perkumpulan sosial atau organisasi masyarakat di mana nilai-nilailah yang dikembangkan di dalam konteks organisasi sosial ini," tutur Gus Ulil.


Daya Tawar NU

Gus Ulil kemudian menjelaskan soal daya tawar NU pada setiap kontestasi Pemilu. Menurutnya, dalam dua Pemilu terakhir, daya tawar NU sangat signifikan.


Ia menjelaskan, NU semakin solid dan kompak. Namun kekompakan itu bukan berarti tak ada perbedaan di dalam kehidupan warga NU, melainkan kekompakan NU sebagai konglomerasi sosial yang memiliki jutaan anggota dengan nilai-nilai.


"Semakin ke sini, NU semakin kuat. Semakin kompak, solid, kohesif dengan visi yang juga makin jelas. Sekarang ini visinya warga NU itu jelas dan bisa dibedakan dari visi kelompok-kelompok sosial yang lain di Indonesia. Karena ada juga kelompok sosial yang besar jumlahnya tetapi tidak punya identitas dan visi tertentu yang jelas," terang Gus Ulil.


Visi NU dengan berbagai nilai itu dibentuk oleh KH Abdurrahman Wahid lalu dikembangkan oleh tokoh setelahnya seperti KH Said Aqil Siroj, kemudian Gus Yahya saat ini. "Di era Gus Yahya ini saya melihat kekuatan daya tawar NU makin signifikan," pungkas Gus Ulil.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad