Nasional

Penyair Banyumas Menggagas Puisi Hardiknas di Era Pandemi

Ahad, 3 Mei 2020 | 02:45 WIB

Penyair Banyumas Menggagas Puisi Hardiknas di Era Pandemi

Ada satu titik yang membuat anggota grup menyadari bahwa mereka ingin menjadi saksi zaman ini melalui puisi-puisi mereka. (Ilustrasi)

Jakarta, NU Online
 
Ruang-ruang kelas sunyi terkapar
Kutemukan berjajar tak berpenghuni
Kipas angin menggantung di langit-langit berhenti berputar
Papan tulis bersih tak disentuh aktivitas
Meja berdebu rapi berjajar 
Kursi kosong berdiri sendirian
Meja kursi guru termangu kesepian
Buku bertumpuk di almari berdesak-desakan

 
Wabah Covid-19 telah menjadi pandemi di seluruh dunia dan memengaruhi banyak sisi kehidupan. Pada bidang pendidikan, demi menjaga jarak dan mencegah pertemuan dengan orang banyak, diubah pola pembelajaran dengan sistem daring. Belum lagi, di Indonesia sendiri, Mendikbud Nadim Makarim menggulirkan 'merdeka belajar' yang sesungguhnya menjadi tantangan.

Dari momen ini banyak riak-riak kecil dan besar tentang dampak Covid-19 bagi pendidikan. Bukan Cuma PAUD, namun sampai tingkat perguruan tinggi. Kemudian, muncullah keresahan yang akhirnya melahirkan sisi positif dengan adanya sistem pembelajar daring. Misalnya, guru menjadi lebih giat mempelajari pola yang digunakan dalam mengajar secara daring, lalu minat mempelajari IT pun menjadi lebih tinggi.
 
Tidak bertemunya para guru dengan murid, atau para dosen dengan mahasiswanya, ternyata menimbulkan kerinduan dari kedua sisi. Bagaimana keluh kesah guru yang merasa merindukan kembali ke konsep ajaran pendidikan, lalu para orang tua yang harus lebih intensif menemani anak-anaknya dalam belajar. Ada pula mungkin sebagian orang tua yang berpikir '‘sekokah kok di rumah saja?'

Di tengah situasi itu pula, di Indonesia pada 2 Mei, memeringati Hari Pendidikan Nasional. Sastra, dalam hal ini puisi, seperti pada bagian awal tulisan ini, bermaksud mencatat apa yang terjadi di dalam dunia pendidikan seperti hal-hal tadi. Itulah yang memercik semangat para pegiat sastra Banyumas, Jawa Tengah ramai-ramai menulis puisi. 
 
Hampir seharian, puisi-puisi tersebut ‘menyerbu’ grup WhatsApp Sastra Pinggiran, Sabtu (2/5) kemarin. Sejak pagi, pentolan grup yang juga penggerak Komunitas Sastra Pinggiran, Wanto Tirta memberikan woro-woro mengundang anggota grup mengirimkan puisi mereka.

"Tema besarnya Hari Pendidikan Nasional di Tengah Covid-19 atau Pendidikan di Tengah Covid-19," kata Kang Wanto, panggilan akrabnya.
 
Kang Wanto yang petikan puisinya dicantumkan dalam bagian awal tulisan ini, mengatakan, ada satu titik yang membuat anggota grup menyadari bahwa mereka ingin menjadi saksi zaman ini. Melalui puisi mereka ingin mengungkap bahwa era belajar di tengah tengah Covid-19 adalah kebimbangan, pandangan orang bahwa wabah ini adalah ujian, atau satu peringatan dari Allah, adalah hal-hal yang terungkap dari puisi-puisi mereka.
 
Para penyair membuat puisi yang menjadi saksi kehidupan itu dari sisi yang lain. Berbagi sisi yang diungkap dalam puisi, inti muaranya adalah jadi saksi sejarah Hardiknas di tengah covid-19.
 
"Ada kecemasan yang sepertinya melanda kita semuanya, ada pemberontakan, ada kesedihan kesepian. Atau ada anak yang justru menjadi senang karena belajar dari rumah. Orang tua yang lebih menyintai lagi. Kalau itu disebut sastra ingin hadir secara humanis mewakili semuaya," kata Kang Wanto.

Menariknya bukan cuma dalam bahasa Indonesia para penyair itu menuliskan puisinya, karena ada juga yang menulis geguritan berbahasa Banyumas.
 
Penulisan puisi-puisi tersebut juga ditargetkan untuk menjadi buku. Minimal puisi yang dikumpulkan sebanyak 131 judul. Angka ini sekaligus menjadi angka ulang tahun 131 tahun Ki Hajar Dewantara tokoh yang mendasari peringatan Hari Pendidikan Nasional.
 
Kesempatan menyertakan puisi, tidak hanya untuk anggota grup, namun para penulis lain yang tidak masuk grup. "Ada penulis yang tidak ada di grup, japri ke saya mengirimkan puisi-puisi mereka," kata Kang Wanto.
 
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Abdullah Alawi