Nasional RISET BLA JAKARTA

Peran Kemenag dalam Membina Masjid-masjid di Pusat Perbelanjaan

Sen, 9 Desember 2019 | 03:30 WIB

Terbukanya keran investasi dari luar negeri mengakibatkan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan sejak 1970 hingga 1980. Banyak kota besar yang menjadi pusat kegiatan pembangunan dan investasi mengalami booming ekonomi.

Akibatnya, banyak penduduk dari wilayah rural berbondong-bondong pindah ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, dan Makassar untuk mengubah nasib demi mendapatkan pendidikan dan kesempatan kerja yang lebih baik. Globalisasi terjadi di kota-kota besar di Indonesia akibat pesatnya laju pertumbuhan ekonomi, memunculkan tingkat urbanisasi yang tinggi.

Hal itu dipaparkan Agus Noorbani dalam penelitiannya berjudul Masjid di Mal: Upaya Memperkuat Peran Kementerian Agama dalam Membina Masjid-masjid di Mal. Penelitian ini dilakukan oleh Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta, Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI tahun 2019.

Disebutkan, kecenderungan ini tentu saja dibaca sebagai pangsa pasar potensial oleh pelaku usaha, baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan tidak sedikit pula komersial kini berusaha menggaet konsumen muslim dengan berbagai cara. Salah satu cara adalah dengan menyediakan fasilitas ibadah bagi kaum muslim yang berkunjung ke tempat-tempat tersebut.

Data yang tersaji di situs Sistem Informasi Masjid (Simas) Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Ditjen Bimas Islam) menyebut setidaknya terdapat hampir 40 ribu masjid dan lebih dari 70 ribu mushala yang terletak di ruang publik.

Sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, 87,2% dari total 237,64 juta lebih penduduk, Indonesia merupakan pasar berbagai produk konsumsi. Hingga 2017, luas mal yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 4.6 juta meter persegi. (Colliers International, 2018).

Luas mal di Ibukota negara ini tidak mengalami pertumbuhan signifikan sejak 2011 akibat moratorium pendirian mal yang ditandatangani oleh Gubernur (saat itu) Fauzi Bowo. Para pengembang akhirnya memindahkan pembangunan mal ke wilayah-wilayah penyangga Ibu kota, seperti Tangerang, Depok, Bekasi, dan Bogor. (Gumiwang, 2018).

Penelitian tersebut menggunakan studi kasus di Kota Bekasi pada periode Mei hingga Juni 2019. Dua masjid mal di Kota Bekasi dijadikan unit analisis penelitian ini, yaitu Masjid At-Tijaroh di Mal Mega Bekasi dan Mushala Grand Metropolitan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara pengurus masjid, penyuluh agama Islam, dan pejabat terkait di Kantor Kementerian Agama Kota Bekasi.

Mengacu Web Simas 
Dalam penelitian tersebut, Agus Noorbani menemukan data masjid dan mushala yang terdapat di Kota Bekasi, mengacu pada website Sistem Informasi Masjid (Simas) Ditjen Bimas Islam berjumlah 594 unit masjid dan 382 unit mushala. Jumlah masjid dan mushala di Kota Bekasi kemungkinan berjumlah lebih banyak dari yang terdata di SIMAS Ditjen Bimas Islam.

Namun, karena tidak setiap pengurus masjid dan mushala mau mendaftarkan dengan mengisi form di Kanmenag, maka jumlahnya terlihat sedikit. Pengurus yang mendaftarkan masjid dan mushala mereka biasanya terpaksa karena keharusan memiliki nomor registrasi masjid dan mushala untuk mendapatkan bantuan dari Pemda (Kota Bekasi).

“Perbedaan data masjid dan mushala antara yang terdapat di Kantor Kemenag Kota Bekasi dengan yang terdapat di website Simas Ditjen Bimas Islam karena sistem pendataan yang berbeda. Jika data yang dipegang oleh Kankemenag Kota Bekasi adalah data kasar hasil pendataan jumlah masjid dan mushala oleh para PAI PNS dan Non-PNS,” tulis Agus Noorbani .

Sedangkan data yang terdapat di wesbsite Simas Ditjen Bimas Islam adalah data yang diajukan oleh pengurus masjid dan mushala yang berisi data rinci setiap rumah ibadah, seperti lokasi, luas tanah dan bangunan, dan status tanah. Keterbatasan anggaran dianggap sebagai salah satu kendala Bagian Kemasjidan melakukan pendataan secara rinci dengan mendatangi langsung setiap masjid dan mushala.

Masjid-masjid yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau mal di Kota Bekasi hampir seluruhnya belum terdata di masing-masing Kantor Kemenag. Di Kota Bekasi, terdapat dua masjid dan 35 mushala yang berstatus di tempat publik. Meski demikian, tidak satupun dari jumlah tersebut yang berlokasi di pusat perbelanjaan atau mal. Kesemuanya berlokasi di perumahan yang menempati fasilitas sosial atau fasilitas umum (fasos-fasum) yang disediakan pengembang perumahan.

Dua tempat ibadah di dua mal berbeda, satu masjid di Lagoon Mal dan mushala di Summarecon Mal Bekasi, sebenarnya pernah mengajukan penyesuaian arah kiblat. Namun, kedua tempat ibadah ini tetap tidak masuk ke dalam database rumah ibadah di tempat publik di Kanmenag Kota Bekasi karena tidak didaftarkan untuk masuk ke dalam database Simas Ditjen Bimas Islam.

“Status masjid dan mushala yang terletak di mal-mal di Kota Bekasi pun juga belum memiliki izin, baik pendirian maupun penggunaan. Sejauh ini pembangunan dan pendirian masjid dan mushala di mal di Kota Bekasi merupakan inisiatif pengelola mal untuk memfasilitasi konsumen muslim beribadah pada saat berbelanja,” tulis Agus Noorbani.

Karena inisiatif pengelola mal, masih dijumpai masjid atau mushala yang dari segi lokasi dan luas ruangan (peruntukannya) tidak layak dan tidak nyaman digunakan sebagai sarana ibadah. Meski demikian, beberapa mal telah memperbaiki sarana peribadatan untuk bisa layak dan nyaman digunakan sebagai sarana ibadah, meski dari sisi lokasi masih terletak menyatu dengan area parkir.

Berdasarkan hasil penelitian mengenai masjid di mal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa belum ada kesesuaian data jumlah masjid di Kota Bekasi antara yang tertera pada Sistem Informasi Masjid dan yang dimiliki oleh Kankemenag Kota Bekasi. Selain itu, belum ada payung hukum yang kuat untuk membangun sebuah masjid atau sarana peribadatan di pusat perbelanjaan yang layak digunakan.

Peneliti juga menyarankan adanya peraturan yang mengikat bagi siapapun yang hendak membangun sarana peribadatan di pusat perbelanjaan untuk mengurus perizinan dan menyediakan lahan serta membuat bangunan yang layak digunakan untuk beribadah. Kemenag juga perlu memfasilitasi penyuluh agama Islam untuk dapat melakukan pembinaan di masjid-masjid di pusat perbelanjaan, baik pembinaan kepada pengurus maupun kepada jamaah.

Penulis: Rifatuz Zuhro
Editor: Musthofa Asrori