Perbedaan Hukum Menjual Kepala dan Kulit Hewan Kurban, Begini Penjelasannya
NU Online · Kamis, 5 Juni 2025 | 18:00 WIB
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dalam empat hari ke depan (6-9 Juni 2025 atau 10-13 Dzulhijjah 1446) umat Muslim akan merayakan hari raya Idul Adha dan memasuki hari tasyrik. Momentum ini menjadi puncak bagi pelaksanaan ibadah haji sekaligus masuknya waktu penyembelihan hewan kurban.
Di tengah masyarakat, kerap dijumpai takmir masjid, mushalla atau masyarakat yang menjual kulit atau kepala hewan kurban kepada penadah. Terkait kenyataan ini, para ulama, terutama Madzhab Syafi'i dan Hanafi, berbeda pandangan. Hal ini disampaikan Ustadz Alhafiz Kurniawan dalam artikel Hukum Jual Sisa Hewan Kurban.
"Perbedaan pendapat keduanya tidak terlalu tajam karena meskipun membolehkan penjualan itu, Imam Hanafi memberikan pilihan antara menyedekahkan hasilnya atau digunakan untuk keperluan rumahnya," jelas Ustadz Alhafiz, dikutip Kamis (5/6/2025).
Bagi satu pendapat, jelasnya, berkurban adalah sedekah kepada orang lain. Sepertiga boleh untuk dirinya, sepertiga kedua dibagikan kepada orang miskin dan sepertiga terakhir untuk orang kaya. Sementara pandangan lain menyebutkan, berkurban artinya menyedekahkan semua daging kurban ke orang lain.
"Karena itu Madzhab Syafi’i tidak membolehkan orang yang berkurban menjual daging atau kulit hewan kurban yang telah disembelihnya," ungkap Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) itu.
Pernyataan ini dikuatkan oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu Syarhil Muhadzdzab. Dinyatakan, tidak diperkenankan menjual hadiah (hadyu) haji maupun kurban berstatus nadzar atau sunnah. Dilarang pula memberi upah dengan bagian hewan kurban untuk jagal.
Baca Juga
Doa Menyembelih Hewan Kurban
"Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya," kata Ustadz Ahmad Mundzir dalam artikelnya berjudul Hukum Jual Kulit Hewan Kurban.
Sementara itu, Mazhab Hanafi membolehkan penjualan daging atau kulit hewan kurban. Dengan catatan, hasil penjualannya harus dialokasikan untuk sedekah atau keperluan rumah tangga. Pernyataan ini sebagaimana dilayangkan Taqiyuddin Al-Husni Al-Husaini dalam Kifayatul Akhyar.
"Tetapi, ia tidak boleh memberikannya kepada orang lain sebagai upah penyembelihan. Status perlakuan terhadap tanduk hewan kurban serupa dengan perlakuan terhadap kulit hewan kurban. Menurut Imam Hanafi Allah yarhamuh, orang yang berkurban boleh menjual kulit hewan kurbannya lalu menyedekahkan hasil penjualannya," terang Alhafiz.
Dari kedua pandangan tersebut, pihaknya merekomendasikan menimbang kebutuhan masyarakat. Apakah masyarakat tengah membutuhkan kulit hewan atau tidak. "Kalau misalnya ada tetangga yang lebih membutuhkan uang daripada kulit sapi, kami menyarankan untuk menjual kulit hewan kurbannya kepada penadah lalu menyedekahkan hasil penjualannya kepada tetangga yang memerlukan uang tadi," ujarnya.
Terpopuler
1
Panduan Shalat Idul Adha: dari Niat, Bacaan di Antara Takbir, hingga Salam
2
Takbiran Idul Adha 1446 H Disunnahkan pada 5-9 Juni 2025, Berikut Lafal Lengkapnya
3
Khutbah Idul Adha 2025: Teladan Keluarga Nabi Ibrahim, Membangun Generasi Tangguh di Era Modern
4
Khutbah Idul Adha: Mencari Keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam Diri Manusia
5
Terkait Polemik Nasab, PBNU Minta Nahdliyin Bersikap Bijak dan Kedepankan Adab
6
Khutbah Jumat: Meraih Hikmah Kurban di Hari Raya Idul Adha
Terkini
Lihat Semua