Nasional

Perbedaan Pendapat Ucapkan Selamat Natal

Jum, 25 Desember 2015 | 23:13 WIB

Pringsewu, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin menjelaskan hukum mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Nasrani yang setiap tanggal 25 Desember dirayakan mereka.
<>
Menurut ulama muda kelahiran Pringsewu ini mengucapkan selamat hari Natal bagi seorang muslim adalah persoalan ijtihadiyyah. Artinya tidak terdapat teks Al-Qur'an maupun Hadits yang secara tegas melarang atau mengharamkannya. Oleh karena itu, wajar jika kemudian masalah ini setiap masa menjadi objek perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat mulai muncul ketika suatu waktu terjadi peperangan antara sebagian umat Islam dengan kaum Nasrani. Dari situ ulama menyepakati keharaman mengucapkan selamat hari Natal, seperti pada masa Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.

"Sedangkan pada masa-masa damai di mana umat Islam dan nonmuslim hidup berdampingan saling menghormati maka wajar juga jika banyak fatwa yang menyatakan boleh sekedar mengucapkan selamat hari Natal," tambahnya pada Sabtu (19/12) lalu.

Perbedaan pendapat hasil ijtihad di kalangan para ulama dalam persoalan tersebut tidak saling menggugurkan ijtihad ulama lainnya. Oleh karena itu ia mengingatkan bahwa seorang muslim wajib mengedepankan akhlak yang mulia dengan menghormati pendapat ulama yang berbeda dari pendapatnya.

"Tidak perlu melontarkan pernyataan yang tidak santun kepada ulama lain saat tidak menyetujuinya karena merasa pendapatnya saja yang benar," tegasnya kiai yang akrab disapa Gus Isham ini.

Lebih lanjut Gus Ishom menjelaskan alasan ulama yang mengharamkan ucapan Natal dikarenakan dengan mengucapkannya berarti turut mensyi'arkan agama mereka. Padahal Allah tidak meridlai para hamba-Nya yang kafir.

Sebagian ulama tersebut berpendapat, mengucapkan selamat hari Natal berarti tasyabbuh atau menyerupai orang-orang Nasrani yang hukumnya juga haram. Ulama-ulama tersebut adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Abdul Aziz bin Baz, al-Syaikh Utsaimin, al-Syaikh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil dan lain-lain.

Sangat banyak juga ulama yang menyatakan hukum al-ibahah atau kebolehan mengucapkan selamat Natal dengan alasan antara lain karena tidak ada satu pun dalil yang melarangnya. Ketika seseorang mengucapkannya, bukan berarti mengakui kebenaran aqidah agamanya yang membuat muslim secara otamatis murtad.

"Mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Nasrani itu termasuk dalam sikap saling berbuat kebaikan dalam pergaulan hidup bersama secara damai. Dan seorang muslim berkewajiban untuk bersikap lebih santun dibandingkan dengan siapa pun dari non-muslim karena yang demikian itu merupakan salah satu tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW yakni untuk menyempurnakan akhlak," terangnya sembari menunjuk dasarnya dalam QS Almumtahanah ayat 8.

Bagi orang yang mengucapkan selamat hari Natal, yang terpenting adalah berniat untuk menampakkan citra terbaik dari ajaran Islam kepada nonmuslim seperti kaum Nasrani dan tidak ikut serta dalam rangkaian kegiatan pada hari Natal yang bertentangan dengan aqidah islamiyyah.

Ia menyebut nama di antara ulama yang memperkenan-kan ucapan selamat hari Natal bagi seorang muslim antara lain: al-Syaikh Muhammad Rasyid Ridla, al-Syaikh Yusuf al-Qaradhawi, Prof. Dr. Abdussattar Fathullah Sa'id, al-Syaikh Musthafa al-Zarqa', Prof. Dr. Muhammad al-Sayyid Dusuqi, al-Syaikh al-Syurbashi, al-Syaikh Abdullah bin Bayyah, al-Syaikh Farid Muhammad Washil, al-Syaikh Ali Jum'ah.

"Bagi yang ingin meluaskan wawasan seputar masalah ini hendaknya berkenan membaca dengan cermat fatwa yang dikeluarkan baik oleh ulama yang mengharamkan maupun yang memperkenankan ucapan selamat hari Natal kepada kaum Nasrani," pungkasnya. (Muhammad Faizin/Abdullah Alawi)