Nasional

Persoalkan Perppu Cipta Kerja, Sarbumusi Minta Pemerintah Fokus pada Amanat Putusan MK

Rab, 4 Januari 2023 | 15:00 WIB

Persoalkan Perppu Cipta Kerja, Sarbumusi Minta Pemerintah Fokus pada Amanat Putusan MK

Presiden DPP K-Sarbumusi Irham Ali Saifuddin (kanan). (Foto: Dok. Sarbumusi NU)

Jakarta, NU Online 
Presiden Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (DPP K-Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin mempersoalkan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja. Sarbumusi meminta pemerintah untuk fokus pada amanat putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja. 


"Putusan MK menyatakan UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat dan memberi amanat kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun. Pemerintah sebaiknya fokus pada mandat tersebut dengan mengedepankan partisipasi pihak tripartit, termasuk buruh, secara transparan dan konstruktif," tegas Irham kepada NU Online, Rabu (4/1/2023). 


Lebih lanjut, Sarbumusi juga menyoroti soal peluang memperbaiki nasib kaum buruh dalam setiap reformasi kebijakan. Menurut Irham, momentum perbaikan kebijakan harus menjadi upaya memperbaiki kepentingan semua pihak. Karena itu, ia mengingatkan pemerintah untuk senantiasa melibatkan buruh dalam setiap pengambilan kebijakan, terutama terkait buruh dan ketenagakerjaan. 


“Momentum perbaikan kebijakan, entah UU, Perpu maupun peraturan di bawahnya, semestinya digunakan sebagai upaya memperbaiki kepentingan semua pihak secara setara dan konstruktif, termasuk untuk memajukan perlindungan dan kesejahteraan kelas pekerja di Indonesia,” imbuh Irham.


Sebagaimana diketahui, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Putusan bernomor 91/PUU-XVIII/2020 dan berjumlah 448 halaman dibacakan dalam sidang putusan yang digelar pada 25 November 2021 silam.


Mahkamah juga memerintahkan kepada pemerintah pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun, sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu itu tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen. 


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyatakan, Perppu bisa dibuat untuk memenuhi tuntutan UU yang inkonstitusional bersyarat, tetapi jika dalam kondisi genting. Sementara kegentingan itu, kata Mahfud, berdasarkan hak subjektif Presiden Joko Widodo.


"Secara prosedural pembuatan Perppu untuk memenuhi tuntutan UU yang inkonstitusional bersyarat adalah bisa asal ada kondisi kegentingan. Kegentingan adalah hak subyektif Presiden. Tinggal diuji," ucap Mahfud melalui akun Twitternya. 


Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja resmi ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2022. Produk hukum terbaru ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).


Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Muhtar Said menilai Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat alias cacat formil, sebagaimana yang dirumuskan oleh MK.


Ia menerangkan, Perppu dibuat dalam keadaan genting dan mendesak, sedangkan Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat kegentingan. Jika kegentingan yang dimaksud oleh pemerintah adalah akan terjadi resesi ekonomi 2023 maka harus ada kajian mendalam dan penerbitan Perppu itu dibuktikan oleh kajian-kajian yang dibuat oleh pemerintah.


Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin