Pesantren Kaliopak Pentaskan Wayang 11 Malam 11 Dalang 11 Lakon
NU Online · Selasa, 18 Juni 2013 | 18:14 WIB
Yogyakarta, NU Online
Pondok Pesantren Kaliopak Yogyakarta akan menggelar hajatan pementasan wayang 11 malam dengan menghadirkan 11 dalang yang mementaskan 11 lakon masing-masing. Hajatan tersebut dalam rangka Peringatan Milenium Kalijaga atau Memetri Pelataran Kanjeng Sunan.
<>
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak, M. Jadul Maula, hajatan akan digelar dipesantren Kaliopak, Yogyakarta. Jadwalnya dimulai pada tanggal 27 Juni 2013 dengan lakon “Makukuhan” (Dumadine Gunung-gunung) dibawakan dalang Ki Suhar Cermo Djiwandono. Ia akan mengisahkan Prabu Makukuhan, seorang raja titisan Bathara Wisnu, yang berkuasa di negara Purwacarita (Medhangkamolan).
Melalui kisah ini kita seperti diajak untuk menyelami dan mengenali karakter-karakter yang kompleks dan sering tak terduga dari tatanan alam (ekologi) yang melingkupi kita dalam kontinum sejarahnya yang sangat panjang. Salah satu karakter utama yang diselami dalam lakon ini adalah kenyataan ekologis kita yang dikelilingi oleh gunung-gunung berapi, sehingga kawasan nusantara dikenali sebagai wilayah cincin api dunia.
Lakon pada tanggal 28 Juni 2013 “Watu Gunung” (Dumadine Wuku, Dina, lsp) dippentaskan dalang: Ki Suwaji. Kisah tentang sosok raja penuh angkara, Prabu Watu Gunung dari Kerajaan Gilingwesi yang (tidak sadar) bernafsu mengawini ibunya sendiri. Sang Ibu tahu Watu Gunung itu anaknya, karena rupanya ia menguasai “ilmu titen”, dan perkawinan itu terlarang.
Keangkaraan raja tersebut akhirnya dapat dihentikan oleh para dewa. Ketika prabu Watu Gunung terbunuh, maka lahirlah darinya nama-nama hari, pasaran, wuku dll. Kisah tentang Watu Gunung ini sebenarnya menyimpan rahasia ilmu (empirisisme) para leluhur kita yang tekun mengamati (niteni) perilaku dan perubahan-perubahan iklim sehingga lahirlah “teori” tentang pawukon dan sebagainya. Namun pelajaran dari kisah ini, sebenarnya terletak bahwa teori itu tidak bisa diperlakukan secara dogmatis, dan pentingnya “ilmu titen” ini dipertahankan.
Pada tanggal 29 Juni 2013 dalang Ki Sumono melakonkan “Romo Tundung”. Lakon ini mengisahkan kebesaran Ramawijaya yang rela tidak menjadi raja dan menjadi orang buangan demi untuk memenuhi sumpah ayahnya.
Pada tanggal 30 Juni 2013, lakon “Senggono Duto” dipentaskan dalang Ki Suharno S.sn. lakon ini mengisahkan tentang kesetiaan Anoman dalam menjalankan tugas untuk membebaskan Dewi Sinta dari cengkeraman angkara murka Rahwana.
Pada tanggaln 1 Juli 2013 lakon “Lahire Sekutrem” (Dumadine Gaman) dipentaskan dalang Ki Utoro Wijoyanto dengan kisa kelahiran dan kehidupan Sekutrem, kakek buyut Pendawa dan Kurawa. Tanggal 2 Juli 2013 lakom “Abiyoso Lair” dipentaskan dalang Ki Sugeng Cermo Handoko. Lakon ini berisi kisah tentang lahirnya Begawan Abiyoso, kakek dari Pandawa dan Kurwa. Abiyoso adalah teladan bagi sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh pemimpin.
Lakon “Sentanu Benjut” akan dipentaskan dalang Ki Bambang Wiji Nugraha pada tanggal 3 Juli 2013. Lakon ini mengisahkan tentang Prabu Sentanu yang harus menerima karma karena tidak menepati janjinya sebagai seorang raja.
“Gondomo Luweng” akan dipentaskan dalang: Ki Srimulyono (Ki M.B. Cermo Kartiko) pada 4 Juli 2013. Lakon tersebut mengisahkan tentang direbutnya takhta Patih Astina dari Gondomono oleh Haryo Suman alias Sengkuni, yang diwarnai tipu muslihat. Tetapi, karena kesabaran Patih Gondomono, kebenaran itu
akhirnya terbuktikan.
Dalang Ki Wisnu Gito Saputro akan mengisahkan tentang perebutan Lenga Tala, minyak ampuh yang memiliki khasiat luar biasa. Siapa saja yang sekujur badannya diolesi Lenga Tala ia tidak akan terluka oleh bermacam jenis senjata. Kisah ini akan dipentaskan 5 Juli 2013 dengan lakon “Lenga Tala”.
Pada malam berikutnya, 6 Juli 2013 lakon “Bedahe Dworowati” dipentaskan dalang: Ki Danang Purbo Wibowo. Lakon tersebut megusahkan tentang negara Dwarawati yang kacau balau akibat penyelewengan para pejabatnya. Kekacauan ini kemudian dapat dipadamkan oleh Kresna yang kemudian naik menjadi raja di negeri tersebut.
Pada malam terakhir, 7 Juli 2013 lakon “Jumenengan Parikesit” dengan dalang Ki Udreko akan dipentaskan. Lakon ini menceritakan kisah naik tahtanya Parikesit menjadi Raja Agung Hastinapura setelah beberapa waktu selesainya perang besar Mahabarata Jayabinangun. Lakon terakhir ini masih menunggu kesanggupan ki dalang.
M. Jadul Maula mengajak khalayak untuk berpartisipasi pada kegiatan tersebut. Salah satu partisipasi bisa dengan cara memberikan donasi sukarela, “Donasi yang terhimpun akan kami gunakan untuk penyelenggaraan kegiatan ini. Panitia akan memberikan laporan penggunaan dana pada para partisipan dan publik,” imbaunya.
Untuk informasi lebih lanjut, yang berniat berpartisipasi dapat menghubungi melalui surat elektronik [email protected] atau di nomor kontak 08122763802 atas nama M. Jadul Maula.
Penulis: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua