Nasional

Pesantren Tebuireng Soroti Rendahnya Minat Baca Pelajar Indonesia

Ahad, 3 November 2019 | 04:00 WIB

Pesantren Tebuireng Soroti Rendahnya Minat Baca Pelajar Indonesia

KH Salahudin Wahid (Foto: NU Online/Syarif)

Jombang, NU Online
Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur KH Salahuddin Wahid menyoroti rendahnya minat baca penduduk Indonesia, terkhusus pelajar. Ia berkaca pada hasil survei Programe for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang dipublikasikan pada 2016 berada di peringkat ke-62 dari 72 negara yang disurvei. 
 
"Buta aksara di Indonesia berjumlah 2,6 persen dari jumlah penduduk berdasarkan data Badan Pusat Statistis (BPS) 2019," katanya saat hadir di acara Talk Show bersama Duta Baca Indonesia Najwa Shihab di Pesantren Tebuireng, Jumat (1/11).
 
Kiai yang suka membaca ini menambahkan, Indonesia masih tergolong bangsa yang paling tuna literasi, terutama literasi sains.
 
Kompetensi membaca pelajar Indonesia menurut hasil survei PISA 2015 meraih nilai 397, angka ini jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 493. Hal ini sejalan lurus dengan skor kompetensi pelajar Indonesia dalam matematika hanya 386, tertinggal dari rata-rata OECD sebesar 490. Skor kompetensi sains sebesar 403 juga di bawah rata-rata OECD sebesar 493.
 
"Keahlian tenaga kerja lulusan kampus di Indonesia sederajat dengan lulusan SMA di Denmark," tambahnya.
 
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memaknai literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan dalam membaca dan menulis, yang terlepas dari konteks yang mana keterampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.
 
Rendahnya literasi sains di Indonesia lanjutnya, juga terlihat dari banyaknya buku fiksi yang beredar di negeri ini. Penulis yang awalnya menulis sains ilmiah beralih ke fiksi karena lebih laku terjual. Padahal dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah kepulauan terpanjang maka Indonesia butuh buku sains ilmiah lebih banyak.
 
"Sebagian besar judul buku yang diterbitkan pada 2018 adalah buku fiksi. Data buku yang terjual di Gramedia lebih dari 18 persen adalah novel dan buku fiksi lainnya. Buku-buku sains populer nyaris tidak ada," ujar putra dari mantan Menteri Agama RI KH A Wahid Hasyim ini.
 
Kiai Salahuddin merasa lebih miris lagi bila membandingkan dengan data pengguna internet di Indonesia dengan tingkat literasi masyarakatnya.
 
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Abul Muiz