Pilihan Model Pembelajaran Alternatif di Masa Pandemi
-
Muhammad Syakir NF
- Senin, 14 September 2020 | 08:45 WIB
Jakarta, NU Online
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan adat, tradisi, budaya, dan bahasanya. Masing-masing daerah memiliki keunikan dan kekhasan sendiri karena sangat berkaitan dengan konteks dan problematika lokal yang berbeda-beda. Karenanya, dalam hal pendidikan juga, Indonesia tidak bisa disamaratakan.
“Tidak mungkin menerapkan satu model untuk semua atau one size fits all,” kata Muhammad Zuhdi, pakar pendidikan, kepada NU Online pada Ahad (14/9) kemarin.
Menurutnya, hal-hal khas setiap daerah ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah sehingga menerapkan satu pilihan saja. “Pemerintah perlu mendesain beberapa model pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah dan risiko Covid-19,” ujarnya.
Di sini, pemerintah daerah perlu tampil untuk memainkan perannya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan menentukan tingkat risikonya sehingga sekolah dapat mengambil keputusan terbaik mengenai pembelajarannya berdasarkan pertimbangan pemerintah setempat.
“Pemerintah daerah punya kewenangan untuk menentukan tingkat risiko tiap-tiap sekolah, sehingga boleh jadi tidak semua harus PJJ, yang PJJ pun bentuknya bisa beda-beda,” ujar Ketua Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Sebab, jelasnya, pendidikan adalah kewenangan pemerintah daerah, bukan kewenangan pemerintah pusat. Sebab, lanjut Zuhdi, berdasarkan pengalaman semester lalu, siswa kesulitan mengakses pelajarannya dan diragukan pencapaian kompetensinya perlu dianalisis di masing-masing daerah.
Karenanya, soal proses pembelajaran, Zuhdi menegaskan perlu analisis berbagai faktor pendukung dan risikonya, entah bergantian masuk kelas, semuanya masuk kelas, atau tetap dilangsungkan pembelajaran dari rumah. Hal ini juga tidak mengecualikan mengenai desain kelas dan ekgiatan di sekolah.
“Termasuk juga desain kelas dan kegiatan di sekolah. Misalnya setiap meja dibuat semacam kubikal transparan, sehingga siswa berada di dalam kubikal masing-masing,” jelas alumnus Pondok Pesantren Al-Masthuriyah, Sukabumi, Jawa Barat itu.
Hal lain yang perlu diperhatikan juga, menurutnya, soal jam belajar yang dibatasi sehingga siswa tidak perlu makan siang di sekolah dan sebagainya. “Hal-hal seperti itu, perlu dikaji secara serius dan cepat,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Terkait
Nasional Lainnya
Terpopuler Nasional
-
1
-
2
-
3
-
4
-
5
-
6
-
7
-
8
-
9
Rekomendasi
topik
Opini
-
- Ahmad Rifaldi | Sabtu, 3 Jun 2023
Kritik Sayyid Usman soal Nasab dan Pandangannya tentang Ahlul Bait
-
- Muhammad Syakir NF | Jumat, 2 Jun 2023
Kesetaraan di Pesantren dalam Film Hati Suhita
-
- Arief Rosyid Hasan | Kamis, 1 Jun 2023
Ekologi Spiritual: Merawat Jagat, Mereformasi Bumi
Berita Lainnya
-
Pertamina Dukung Penyelenggaraan 'Lagi-Lagi Tenis' Bersama Rans Entertainment
- Nasional | Ahad, 4 Jun 2023
-
Pemangku Kepentingan Bidang Ketenagkerjaan Deklarasikan Komitmen Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
- Ketenagakerjaan | Kamis, 1 Jun 2023
-
Ajang Inovasi 2023, Pertamina Catat Penciptaan Nilai Hingga Rp12 Triliun
- Nasional | Kamis, 1 Jun 2023
-
Polteknaker Harus Terus Berinovasi Wujudkan SDM Unggul
- Ketenagakerjaan | Rabu, 31 Mei 2023
-
Langkah Pertamina Siapkan SDM untuk Transisi Energi
- Nasional | Rabu, 31 Mei 2023
-
Indonesia Dukung Reformasi Ketenagakerjaan Negara-negara Timur Tengah di Bidang Penempatan Tenaga Kerja
- Ketenagakerjaan | Selasa, 30 Mei 2023
-
Menaker Jelaskan Pentingnya Keberadaan LKS Tripnas dan Depenas
- Ketenagakerjaan | Selasa, 30 Mei 2023
-
Menaker Imbau Masyarakat Lebih Selektif Memilih Informasi Kerja di Luar Negeri
- Ketenagakerjaan | Ahad, 28 Mei 2023
-
Kemnaker Optimis UU PPRT Mampu Tekan Pelanggaran PRT
- Ketenagakerjaan | Sabtu, 27 Mei 2023