Nasional

PP ISNU Gelar Diskusi Panel Ahli tentang Penguatan Ekonomi Pesantren

Sen, 27 Januari 2020 | 10:00 WIB

PP ISNU Gelar Diskusi Panel Ahli tentang Penguatan Ekonomi Pesantren

Ketum PP ISNU Ali Masykur Musa (kiri) menyimak paparan Kaban Litbang Diklat Kemenag Abdurrahman Mas'ud dalam diskusi panel ahli di gedung PBNU, Senin (27/1). (Foto: NU Online/Musthofa Asrori)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU) menggelar diskusi panel ahli (DPA) tentang penguatan ekonomi pesantren. Kegiatan yang menghadirkan tiga narasumber itu digelar di ruang pertemuan lantai 5 Gedung PBNU Jl Kramat Raya No 164 Jakarta, Senin (27/1).

Ketiganya yakni Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Abdurrahman Mas’ud, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Mubarok, dan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang. 

Hadir juga dalam diskusi panel ahli (DPA) yang mengusung tema ‘Penguatan Ekonomi Pesantren Pasca Undang-undang No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren’ ini Ketua Umum PP ISNU Ali Masykur Musa dan Sekjen PP ISNU M Kholid Syeirazi.

Dalam paparannya, Kaban Abdurrahman Mas’ud mengatakan, tema diskusi kali ini memiliki korelasi positif dengan sejumlah hasil penelitian unit eselon 2 di lingkungan Balitbang Diklat, yakni Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan yang telah meneliti tentang ekonomi berbasis pesantren.

“Pada 2017, kami menerbitkan monografi bertajuk ‘Top 10 Eko Santri: Pionir Kemandirian Pesantren.’ Sepuluh monografi yang disusun oleh tim peneliti merupakan upaya untuk memotret kemandirian dalam pesantren. Sepuluh objek yang ditulis memiliki masing-masing karakter yang tidak terlepas dari latar belakang lingkungannya,” kata Kaban.

Menurut Kaban, ada 10 pesantren yang telah diteliti. Pertama, Pesantren Ar Risalah Mlangi Bantul Yogyakarta yang kampung santri menjadi desa wisata. Kedua, Pesantren Darul Falah Bogor mendidik santri untuk berwirausaha di bidang pertanian dan santri ‘gagah’ menjadi petani. Ketiga, Pesantren Darul I’tisham Embo Jeneponto mampu memberdayakan masyarakat setempat lewat ternak kambing.

Keempat, Pesantren Al Amin Tasikmalaya didirikan oleh Tjiwulan Bordir yang mendidik santri dengan keterampilan border dan pengetahuan bisnis. Kelima, Pesantren Riyadhul Jannah Pacet Mojokerto menjadi mandiri lewat sentuhan bisnis sang kiai. Keenam, Pesantren Al Ishlah Cirebon yang menggali potensi batu alam.

“Ketujuh, Pesantren Ma’hadul Ulum Asy Syar’iyyah Sarang Rembang yang mengelola pabrik es hingga warung apung. Kedelapan, Pesantren Al Basyariyah Bandung yang mengelola air minum dan teh dalam kemasan," sambungnya.

"Kesembilan, Pesantren Ath Thohariyah Pandeglang Banten yang berwirausaha lewat ‘keceprek  super’ dan abon lele. Kesepuluh, Pesantren Qudsiyyah Kudus yang menggagas jejaring pusat grosir pesantren nusantara,” paparnya.

Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Abdullah Alawi