Nasional

Pra-Muktamar Dosen PMII, Alumni Beberkan Rahasia Sukses Sekolah di Luar Negeri

Rab, 31 Maret 2021 | 13:15 WIB

Pra-Muktamar Dosen PMII, Alumni Beberkan Rahasia Sukses Sekolah di Luar Negeri

Universitas Al-Qarawiyyin, Maroko. (Foto: trover.com)

Jakarta, NU Online 
Sharing session bertajuk 'Cerita tentang Sekolah di Luar Negeri' dalam rangka Pra-Muktamar Pemikiran Dosen Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) digelar pada Rabu, (31/3). Kegiatan ini berlangsung secara virtual.
 
Dengan menghadirkan para pembicara yang mayoritas juga aktivis (alumni) PMII, acara tersebut memberikan sejumlah informasi menarik. Salah satunya rahasia sukses sekolah di luar negeri. 
 
Adapun para pembicara dalam acara tersebut, di antaranya Syaifudin Zuhri alumni Universitas Humboldt Berlin, Jerman, M Tolchah mahasiswa aktif Universitas di Tampere, Finlandia, Hijroatul Maghfiroh alumni Universitas di Leiden, Belanda, dan Dian Pratiwi Pribadi alumni Universitas di Wageningen, Belanda.
 
Syaifudin Zuhri menyebutkan, terdapat dua hal yang menjadi kelebihan sekolah di luar negeri. Di antaranya iklim akademik yang lebih sehat dan infrastruktur yang memadai.
"Ini bisa menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi kita dalam upaya meningkatkan sistem pendidikan di Indonesia. Misalnya dengan menumbuhkan tradisi menulis dan diskusi yang berkualitas, termasuk juga infrastruktur seperti perpustakaan dan sebagainya," ujar Syaifudin.
 
Dengan itu, Syaifudin berpesan bagi siapapun yang berkeinginan untuk sekolah di luar negeri agar mempersiapkan diri sedini mungkin, salah satunya dengan melatih kecakapan bahasa asing dan penelitian yang independen. "Sedini mungkin melakukan persiapan, jika ingin sekolah di luar negeri," tambah pria lulusan Humboldt Universitas Zu Berlin, Jerman. 
 
Di sisi lain, Dian Pratiwi Pribadi memberikan kunci cara bisa lolos seleksi kuliah di luar negeri. Yaitu dengan membawa bekal yang unik dan berdampak besar bagi masyarakat.
"Pada tahun 2002 saya aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dengan menjadi aktivis petani perempuan, pengabdian itulah yang menjadi bekal utama saya sehingga bisa sekolah di luar negeri," kata Dian.
 
Tidak hanya itu, lanjut Dian, motivasi diri harus benar-benar dikuatkan, termasuk juga menjalin silaturahim dan membangun jaringan sebagai referensi untuk mendapatkan beasiswa. "Jejaring sangat penting untuk mendapatkan referensi beasiswa luar negeri," ujar perempuan lulusan Wageningen University, Belanda.
 
Sementara itu, menurut M Tolchah dari Tampere University Finland, selain bekal aktif di berbagai organisasi, mengasah kemampuan diri adalah kunci agar lolos seleksi beasiswa luar negeri. 
 
Sebagai orang yang saat ini hidup di negara Finland, yaitu salah satu negara yang dikenal dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, membuat dirinya harus mampu menyesuaikan diri.
 
"Kalau kamu tidak siap, ya pulang saja. Ucapan seperti yang biasa dikatakan oleh para dosen pembimbing sana," kata Tolchah bercerita.
 
Perjuangan Tolchah untuk mendapatkan beasiswa benar-benar membuahkan hasil. Dirinya kerap kali mencoba mengajukan beasiswa di berbagai universitas di dunia.
"Kalau bisa harus linier dengan pendidikan yang ditempuh sebelumnya, empat kali saya mendaftar beasiswa S-2 hingga diterima dan enam kali mendaftar waktu mau masuk S-3," tuturnya.
 
Terdapat satu hal, kata Tolchah, yang dirinya selalu jaga di saat tidak lolos. Ia akan mengirimkan email ke panitia penyedia beasiswa terkait hal apa yang membuat dirinya tidak bisa lolos.
 
"Jadi, saya bertanya melalui email ke penyelenggara beasiswa perihal apa yang membuat saya tidak lolos. Data tersebut adalah hal yang krusial bagi saya untuk bisa menutupi kekurangan yang terjadi di seleksi sebelumnya," tambah Tolchah.
 
Hijroatul Maghfiroh salah satu pembicara yang juga aktivis Fatayat NU dalam acara tersebut menambahkan, setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa kuliah di luar negeri. Menurutnya, kesempatan tersebut harus diiringi dengan usaha yang sungguh-sungguh.
 
"Saya bercita-cita untuk bisa kuliah di luar negeri sejak lulus Madrasah Aliyah (MA), saya melihat santri juga punya kesempatan untuk bisa kuliah di luar negeri," uca alumni Pondok Pesantren Krapyak ini.
 
Sebagai sosok perempuan yang aktif di berbagai badan otonom (Banom) NU seperti PMII, IPPNU dan Fatayat, hal itulah yang dijadikan bekal dirinya untuk bisa lolos seleksi beasiswa luar negeri. "Mungkin banyak orang yang menganggap bahwa ini adalah modal besar untuk lolos beasiswa luar negeri," jelas Hijroatul Maghfiroh.
 
Dalam kesempatan tersebut dirinya berpesan, peluang untuk lolos seleksi beasiswa luar negeri sangatlah besar dan informasi tersebut sudah banyak bisa diakses di media internet.
 
"Punya banyak kesempatan untuk kuliah di luar negeri, setelah lulus dan pulang ke tanah air, kita juga bisa menjadi apa saja sesuai dengan passion masing-masing," imbuhnya.
 
Kontributor: M Irwan Zamroni Ali
Editor: Syamsul Arifin