Nasional

Prof Quraish Shihab Ajak Umat Islam Bijak Sikapi Perbedaan

Jum, 7 Januari 2022 | 14:00 WIB

Prof Quraish Shihab Ajak Umat Islam Bijak Sikapi Perbedaan

Prof Muhammad Quraish Shihab. (Foto: Narasi TV)

Jakarta, NU Online 
Cendekiawan muslim Indonesia Profesor Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa perbedaan pendapat merupakan hal wajar selama dilandasi dengan argumen yang kuat, terutama dalam persoalan agama. Sebab, dalam tradisi intelektual muslim sejak dulu pun, berbeda cara pandang sudah terjadi pada masa sahabat-sahabat Nabi seperti yang banyak dilakukan oleh Umar bin Khattab.

 

“Saking hebatnya pemikiran Umar, sampai kadang dikesankan tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan Nabi (hadits),” terangnya dalam tayangan video di channel Youtube Quraish Shihab, dilihat NU Online, Kamis (6/1/2022).

 

Lebih lanjut, Pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) itu mencontohkan beberapa pemikiran Umar bin Khattab yang berbeda sekaligus menunjukkan kemajuan cara berpikirnya. Salah satunya mengenai penafsiran Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 299 tentang talak tiga apabila dilakukan dalam satu majelis dihukumi talak satu.

 

Berbeda dengan penafsiran Umar, lanjut Prof Quraish, ayat Al-Qur’an tersebut menegaskan bahwa talak tiga tetap jatuh meski dilakukan hanya dalam satu majelis. Khalifah ketiga itu beralasan bahwa pada masa pemerintahannya banyak orang yang menganggap remeh dengan praktik talak, akhirnya ia menafsiri ayat tersebut demikian karena melihat konteks.

 

“Kata Umar, di masa saya banyak orang main-main. Siapa yang mengucapkan talak tiga walaupun dalam satu majelis, maka jatuh talak tiga. Biar dia belajar,” imbuh alumni Pesantren Darul Hadis Al-Faqihiyah Malang, Jawa Timur itu.

 

Dalam kasus lain, sambung Prof Quraish, Umar juga berbeda pendapat dengan Nabi soal status tanah di wilayah hasil taklukan umat Islam. Pada zaman Nabi, ketika pasukan muslim berhasil menaklukkan wilayah kekuasaan orang kafir, maka tanah tersebut akan dibagi-bagi kepada tentara muslim yang terlibat. Tetapi Umar berpandangan lain, tanah tersebut tidak boleh dibagi karena statusnya milik negara.

 

“Jadi pemikirannnya (Umar) sangat maju,” ujar pria kelahiran Sidrap Sulsel itu.

 

Labih jauh, Prof Quraish menjelaskan, setelah era sahabat, tradisi intelektual berikutnya diteruskan oleh ulama-ulama setelahnya yang juga dulu berguru kepada para sahabat, termasuk dalam hal berbeda pendapat. Hingga akhirnya lahirlah dua corak pemikiran yang berbeda antara kelompok ahlul hadits yang cenderung tekstualis dan ada kelompok ahlur ra’yi yang cenderung rasionalis. Setelah itu, mauncullah badzhab-madzhab fiqih dengan corak pemikiran masing-masing yang khas.

 

Menurut Prof Quraish, perbedaan pendapat juga semakin dianggap wajar karena dalam Al-Qur’an pun banyak sekali ayat-ayat yang multitafsir sehingga menghasilkan produk hukum yang beragam. Seperti dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 228 tentang lafadz quru’, ada ulama yang mengatakan artinya masa haid, tapi ada pula yang mengatakan artinya masa suci (tidak haid).

 

Contoh lain dalam surat Al-Baqarah ayat 184 tentang rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa bagi orang yang sedang dalam perjalanan atau sakit dengan memenuhi syarat. Sebagian ulama mengatakan wajib untuk tidak berpuasa, namun sebagian yang lain hanya sebatas boleh.

 

Melihat realitas itu, Prof Quraish mengajak kepada segenap umat Islam agar lebih bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat, yaitu dengan melihat bagaimana cara Rasulullah dulu bersikap sehingga tidak merasa paling benar dengan benar pendapat sendiri, sementara pendapat orang lain dinilai salah.

 

“Kita kembalikan kepada Rasul, bagaimana dulu cara beliau menyikapi perbedaan pendapat. Kalau ada orang merasa benar dengan pendapat sendiri, itu bukan islami,” pungkas Prof Quraish.

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi