Prof Quraish Shihab: Kematian adalah Konsekuensi Kehidupan
Sen, 26 Juli 2021 | 14:30 WIB
Syifa Arrahmah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Tingginya kematian akibat Covid-19 di Indonesia membuat kita pilu. Karena tidak dapat mengurusi dan mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhirnya. Kesedihan yang dirasakan tentu berkali lipat. Untuk meneguhkan hati warga terdampak, Profesor HM Quraish Shihab melalui kacamata tasawuf menerangkan, bahwasanya risiko kehidupan adalah kematian.
Bahkan, kata dia, kalaupun ada orang yang panjang umur dan berlanjut usia (hidup)-nya, maka yang paling wajar dan masuk akal adalah para nabi. “Tapi, nabi dan anak-anaknya pun wafat. Karena kematian adalah konsekuensi kehidupan,” kata Pendiri Pusat Studi Qur'an itu dalam tayangan Shihab & Shihab, Senin (26/7).
Dalam situasi seperti ini, lanjut dia, kesedihan merupakan kewajaran. Akan tetapi, hal itu harus tetap dikendalikan agar tidak menimbulkan dampak lain yang merugikan. Dengan merelaksasi diri serta yakin bahwa kasih sayang Allah dapat menyatukan kembali hamba-hamba-Nya di kehidupan mendatang.
“Yakinlah bahwa yang meninggal itu menemui Tuhan, dan Tuhan itu Mahabaik. Dia akan menyambut hamba-hamba-Nya,” sambung pemilik buku berjudul Menjemput Maut: Bekal Perjalanan Menuju Allah SWT itu.
Menurutnya, ungkapan semacam itu perlu diutarakan sebagai ucapan belasungkawa agar pihak yang kehilangan sadar bahwa setiap individu itu milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. “Itu sebabnya kita diajarkan Innalillahi wa innaa ilaihi raji’un, karena kita/kami ini milik Tuhan,” tutur mufasir kebanggaan Indonesia itu.
Oleh sebab setiap individu milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, hendaklah kelapangan hati, ketabahan jiwa, dan kejernihan pikiran dipersiapkan secara matang. Ketika waktunya tiba, yakin Tuhan pasti menjemputnya dengan penuh kasih dan sayang.
“Kita yakin dia (yang meninggal) berada di sisi Tuhan yang Mahabaik, Maha pengampun, dan Mahakasih. Sehingga kesedihan kita insyaallah berkurang sedikit demi sedikit,” jelas penulis Tafsir Al-Misbah itu.
Lebih lanjut, ia menerangkan sesuatu yang berkaitan erat dengan hal itu, yakni alam barzah yang merupakan tempat manusia setelah kewafatannya. Manusia di sana mengalami kehidupan kedua, merasakan kenikmatan atau bahkan kepedihan sembari menunggu kiamat tiba.
“Ada firman Allah marajal bahraini yaltaqiyaan bainahuma barzakhun laa yabghiyaan. Nah, barzakh itu pemisah,” terang alumnus doktoral Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.
Mengutip perkataan Sayyidina Ali, Prof Quraish mengatakan bahwa arwah seorang mukmin sangatlah mulia. Sehingga pastilah hidupnya mendapatkan ketenangan, kedamaian, serta kebahagiaan meski harus berpindah dari dunia ke alam barzakh. Antara lain berkat kiriman doa dan kebaikan orang-orang terdekatnya yang masih hidup.
“Di sana, dia (arwah) boleh jadi berlarian dan berpindah tempat sembari menunggu datangnya kiamat dan menunggu datangnya kiriman dari orang-orang yang masih hidup,” imbuh profesor kelahiran Sulawesi Selatan, 16 Februari 1944 itu.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?
2
Khutbah Jumat: Inspirasi Al-Fatihah untuk Bekal Berhaji ke Baitullah
3
Khutbah Jumat: Menjadikan Diri Pribadi Taat melalui Khutbah dan Shalat Jumat
4
Harlah Ke-74: Ini Asas, Tujuan, dan Lirik Mars Fatayat NU
5
Kajian Lengkap Kriteria Miskin bagi Pekerja dalam Bab Zakat
6
3 Hakim Nyatakan Dissenting Opinion, Paslon 01 dan 03 Terima Putusan MK
Terkini
Lihat Semua