Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin menegaskan, status negara Indonesia adalah sah secara syariat, bukan sebagaimana keyakinan sebagian kelompok yang menilai sebaliknya dan merasa perlu mengubah format negara menjadi negara Islam. Baginya, Indonesia memenuhi syarat disebut darul islam (negara Islam).
“Indonesia bukan darul harb (negara perang). Muslim-nonmuslim terikat perjanjian bersama (Pancasila, red). Bersikap baik terhadap nonmuslim ini wajib,” KH Ma’ruf Amin saat membuka acara diskusi bertema “Penguatan Kapasitas dan Jejaring Kerja Media Islam dalam Program Deradikalisasi Agama” yang digelar Lembaga Ta’lif wan Nasyr NU (LTNNU) bekerja sama dengan Yayasan Tifa di Jakarta, Rabu (26/10).
Menurutnya, konsekuensi dari perjanjian bersama tersebut adalah menjalin hubungan yang baik antarorang yang telah bersepakat. Kiai Ma’ruf juga mengutip hadits riwayat Imam Bukhari yang menyatakan bahwa siapa yang membunuh nonmuslim yang terikat perjanjian (mu’ahad) ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.
Ia juga menekankan, spirit agama (ruhud diniyyah) harus mewarnai berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Hal ini juga sejalan dengan fakta bahwa fiqih tak hanya berurusan dengan ibadah belaka melainkan juga mu’amalah dan jinayah.
“Hanya saja, untuk merealisasikan itu semua harus dilakukan dengan cara-cara NU, cara-cara yang tepat: santun, demokratis, dan konstitusional,” tambahnya.
Kiai Ma’ruf yang juga ketua MUI Pusat ini juga menjelaskan tentang karakter sosial NU yang menjunjung tinggi kelembutan, pendekatan persuasif edukatif, serta tidak intimidatif. (Mahbib)