Nasional MUNAS KONBES NU 2023

Rebana Biang, Alat Musik Khas Betawi yang Ditabuh sebagai Simbolis Pembukaan Munas dan Konbes NU 2023

Sen, 18 September 2023 | 14:30 WIB

Rebana Biang, Alat Musik Khas Betawi yang Ditabuh sebagai Simbolis Pembukaan Munas dan Konbes NU 2023

Penabuhan Rebana Biang khas Betawi menandai pembukaan Munas Konbes NU 2023 di Pondok Pesantren Al Hamid, Cilangkap, Jakarta, Senin (18/9/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) 2023 telah resmi dibuka di Pesantren Al-Hamid, Cilangkap, Jakarta, Senin (18/9/2023) pagi. Pada pembukaan tersebut sejumlah kesenian Betawi ditampilkan, kesenian tersebut adalah tari zapin Betawi, palang pintu, dan rebana biang.


Palang pintu yang ditampilkan pada Munas dan Konbes NU 2023 berbeda dengan seperti yang biasa ditampilkan. Jika biasanya banyak menampilkan adegan pencak silat, maka kali ini adegannya hanya saling berbalas pantun. Sebelum memasuki gedung tempat berlangsungnya pembukaan, Presiden Joko Widodo yang didampingi oleh Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf, dilaksanakan tradisi palang pintu. Dua orang pria yang mengenakan pakaian khas Betawi, satu pakaian berwarna hijau, satu pakaian berwarna hitam, saling berbalas pantun.


Kemudian setelah masuk, rombongan disuguhkan dengan Tari Zapin Betawi, sebuah tarian yang terdapat unsur percampuran kebudayaan Arab Hadrami dengan kebudayaan Betawi. Para penari tersebut memperagakan empat gerakan yang terdiri dari pola pokok, pola konde, putaran tiga, dan setengah putaran dengan ritme gerakan yang terlihat tegas.


Sementara rebana biang dipakai sebagai simbolis tanda dibukanya Munas dan Konbes NU 2023. Presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Tsaquf, Rais ‘Aam PBNU KH Miftcahul Akhyar, Ketua DPR RI Puan Maharani, dan beberapa jajaran pengurus NU menabuh secara serempak rebana biang sebagai tanda dibukanya Munas dan Konbes NU 2023.


“Dengan mengucap bismillahirrohmanirrohim, pada pagi hari ini, secara resmi saya buka Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2023,” ujar Presiden Joko Widodo.


Rebana Biang

Rebana biang atau juga yang dikenal sebagai Rebana Betawi merupakan alat musik yang mendapat sentuhan budaya Arab, sehingga nuansa Arab akan terasa kental pada Rebana Biang. Berbeda dengan jenis rebana lainnya, rebana Betawi memiliki ukuran yang besar.


“Ciri khas yang paling mencolok dari Rebana Biang dibanding rebana lain yakni jumlahnya yang hanya tiga rebana saja, sedangkan rebana jenis lain memiliki beberapa buah rebana. Tiga buah rebana tersebut mempunyai nama masing-masing. Yang kecil bergaris tengah 30 cm diberi nama gendung, yang berukuran sedang bergaris tengah 60 cm dinamai kotek,  rebana dengan garis tengah mencapai 90 cm disebut juga biang. Perbedaan lainnya, rebana jenis lain memiliki logam kicrik yang berbunyi gemricing saat dipukul, sedangkan dalam Rebana Biang tak ada,” demikian dijelaskan dalam situsweb Itjen Kemendikbud.


Nah, rebana yang berukuran kecil dimainkan sambil duduk, sedang rebana yang berukuran besar dimainkan dengan telapak kaki dan lutut digunakan untuk menyangga rebana dan untuk mengatur suara digunakan cara tengkepan menggunakan telapak kaki. Berdasarkan cepat lambatnya irama lagu Rebana Biang ada dua macam. Pertama berirama cepat disebut lagu Arab atau lagu nyalun seperti lagu berjudul Rabbuna Salun, Alahah serta Hadro Zikir. Kedua berirama lambat, disebut lagu rebana atau lagu melayu seperti Alfasah, Yulaela, Anak Ayam Turun Selosin serta Sangrai Kacang.


Awalnya pertunjukan Rebana Biang merupakan kesenian ritual yang diajarkan setelah pengajian. Nah, dalam perkembangannya, permainan Rebana Biang memasukkan unsur musik lain seperti terompet,rebab,tehyan, dan biola, untuk mengiringi teater, tari yaitu Teater Blantek dan Blenggo. Selain itu pertunjukan ini kerap kali memeriahkan berbagai perayaan seperti pernikahan, khitanan, hingga ulang tahun.


Kesenian Rebana Biang telah dikenal oleh masyarakat Betawi sejak tahun 1825, berawal di wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan. Pada perkembangan selanjutnya, Rebana Biang juga meluas ke berbagai tempat seperti Cijantung, Cakung, Ciseeng, Parung, Pondok Rajeng, Bojong Gede dan Citayam.