Nasional

Refleksikan Semangat Hijrah Nabi, KH Said Agil Husin al-Munawwar Ajak Umat Bersatu

Kam, 27 Juli 2023 | 12:15 WIB

Refleksikan Semangat Hijrah Nabi, KH Said Agil Husin al-Munawwar Ajak Umat Bersatu

Habib Said Agil Husin al-Munawar saat menyampaikan refleksi tahun baru Hijriyah 1 Muharram 1445 di Kemenag Jl MH Thamrin No 6 Jakarta, Rabu (26/7/2023). (Foto: Dok Bimas Islam)

Jakarta, NU Online
Peristiwa 1 Muharram atau yang disebut dengan hijrahnya Nabi Muhammad saw sudah menjadi tradisi bagi kita umat Islam Indonesia. Hal ini mengingat banyak pesan dan pelajaran yang dapat kita ambil dari peringatan itu.


Hal tersebut dikatakan Prof KH Said Agil Husin al-Munawwar saat didaulat berbicara tentang Refleksi Tahun Baru 1445 Hijriah di Auditorium HM Rasjidi, Kemenag, Jalan MH Thamrin No 6 Jakarta, Rabu (26/7/2023).


"Hijrah yang semula berarti pindah secara fisik berubah menjadi hijrah secara rohani mengingat Rasulullah sudah menyampaikan di dalam sabda beliau bahwa hijrah tidaklah ada lagi hijrah secara fisik. Sebaliknya, yang ada hanyalah jihad dan niat yang tulus," ujarnya mengawali refleksi.


"Maka dari itu, hijrah yang disampaikan Nabi memberikan makna yang pertama setiap tindakan manusia, aktivitas apapun yang dilakukan oleh seseorang harus dibarengi dengan niat yang ikhlas," sambung Habib Said Agil, sapaan akrabnya.


Saat itu, lanjut dia, kehidupan Rasulullah bersama para sahabatnya di Makkah sudah tidak kondusif sehingga datanglah perintah untuk meninggalkan kota Makkah menuju Madinah. Dalam lembaran sejarah perpindahan Rasulullah dari Makkah ke Madinah untuk membangun sebuah negara madani.


"Yakni negara yang berkeadilan, negara yang senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan, negara yang memiliki konsep toleransi dan kesetaraan persamaan al-adalah wal musawah," papar Menag RI era 2001-2004 ini.


Satukan dua kelompok
Menurut dia, ini dapat dilihat nanti dalam perjalanannya bahwa Rasulullah saw setibanya di Madinah al-Munawwarah tidak membangun infrastruktur, tidak membangun gedung-gedung mewah dan megah tetapi. Akan tetapi, yang pertama kali dilakukan adalah bagaimana mempersatukan dua kekuatan yang ada, yaitu kaum Muhajirin dari Makkah dengan kaum Ansor asli Madinah.


Itulah yang dikenal dengan ahaaka bainal Muhajirin wal Ansor. Rasulullah mempersaudarakan pendatang dari Makkah yang dikenal sebagai konglomerat dan mempunyai kedudukan sangat terhormat. Namun, para sahabat itu tidak membawa kekayaan mereka.


"Mereka meninggalkannya, yang dibawa hanya seperlunya saja. Begitu dipersaudarakan, kaum Ansor langsung membawa Abdurrahman bin Auf dan menunjukkan kekayaan yang dimiliki. Ambillah separo. Namun dijawab, aku hijrah tidak untuk itu," tuturnya.


"Kalau kita yang ditawari begitu, mungkin mengatakan semuanya saja. Ketika ditawarkan istrinya untuk dipilih salah satu, kenapa ndak keduanya saja. Itu pikiran kita," seloroh Habib Said Agil.


Oleh karena itu, lanjut dia, di sinilah tergambarkan ukhuwah islamiyah yang hakiki dan sejati. Rasulullah ketika memasuki kota Madinah yang dibangun pertama kali adalah masjid. Sebab, masjid adalah pusat segalanya. Pusat ibadah, pusat pendidikan, pusat peradaban, maka dibangunlah Masjid Quba.


Tetapi, Rasulullah saw melaksanakan tugas itu dan pesan penting di sini adalah perjanjian Aqabah pertama. Ketika Aqabah kedua, Rasulullah di Madinah membuat yang disebut dengan piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal.


"Pesannya menjaga persaudaraan, menjaga kesetaraan, menjaga persamaan, dan memelihara toleransi di antara sesama. Maka dari sinilah kita lihat bagaimana Rasulullah membangun itu semuanya di samping pesan-pesan lain bahwa perjuangan apa pun harus dengan pengorbanan. Perjuangan apapun harus dimaknai dengan makna kehidupan bahwa kehidupan kita bersifat sementara," terangnya.


Pererat persaudaraan
Said Agil berpesan bahwa kita harus selalu mengingat bahwa manusia berasal dari satu bapak Adam dan satu ibu Hawa. Seharusnya kita harus sedemikian rupa dalam persatuan dengan terus mempererat persaudaraan.


“Dengan apa, tentu dengan taaruf bersama. Kenapa, karena Allah ciptakan manusia itu berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dengan bahasa dan tradisi berbeda-beda dalam rangka menjaga ukhuwah islamiyah. Kita tahu bahwa Indonesia terdiri dari sekian ribu pulau, sekian banyak suku, tradisi, dan adat istiadat yang tidak dimiliki oleh negara lain,” tuturnya.


Suatu ketika, Habib Said Agil menghadiri konferensi internasional kerukunan umat beragama di Islamabad, Pakistan. Ia diminta untuk menjelaskan pengalaman bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


"Begitu saya ceritakan pulaunya sekian ribu, sekarang kepulauan Indonesia dalam penemuan terakhir ada 18.110 pulau, dengan tradisi, suku bangsa, dan bahasanya yang berbeda-beda dan tempatnya pun berlainan. Bagaimana kalian bisa menjaga persatuan dan kesatuan. Sementara kami satu pulau kecil satu sama lain saling berhadapan dan tidak pernah bisa bersatu dan bersaudara," ungkapnya.


Lalu pria yang kerap menjadi juri MTQ nasional ini pun menjawab bahwa hal tersebut terjadi karena mereka yang berhadapan itu tidak dengan hati nurani. Tetapi, dibarengi hawa nafsu.


"Kalau sudah hawa nafsu yang jadi dewan hakimnya maka kebenaran sekecil apapun tidak akan terwujud. Maka agar persaudaraan yang hakiki bisa terwujud, cintailah saudaramu sama seperti engkau mencintai dirimu sendiri," pungkasnya.