Nasional

Gus Mus: Tahun Baru Hijriah untuk Hijrah Menjadi Pribadi Lebih Baik

Rab, 19 Juli 2023 | 14:45 WIB

Gus Mus: Tahun Baru Hijriah untuk Hijrah Menjadi Pribadi Lebih Baik

Mustasyar PBNU, KH Musthofa Bisri atau Gus Mus saat menyampaikan mauidzah hasanah pada pengajian menyongsong tahun baru Islam 1445 H digelar MWCNU Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin malam (17/7/2023). (Foto: Tangkapan layar Youtube MWCNU Perak Official)

Jombang, NU Online 
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Musthofa Bisri atau Gus Mus mengajak kalangan Muslim untuk hijrah dalam menapaki tahun baru Islam 1445 Hijriah. Istilah atau nama Hijriah sendiri dalam sejarah penetapan awal tahun Hijriah memang diambil dari hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah menuju Madinah. 

 

Gus Mus menyampaikan, hijrah dalam hal ini adalah tekad kuat umat Islam berpindah dari perbuatan-perbuatan tercela di tahun yang lalu menuju pribadi yang dihiasi dengan perilaku-perilaku sarat terpuji di tahun baru ini. 


"Hijrah dalam arti aslinya itu pindah dari Makkah ke Madinah. Setelahnya hijrah tidak ada lagi. Tapi (dalam makna lain) tetap ada, hijrah dari prilaku yang buruk ke prilaku yang baik, dari kehidupan yang buruk ke kehidupan yang baik," katanya saat mengisi pengajian menyongsong tahun baru Islam 1445 H digelar MWCNU Perak, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin malam (17/7/2023). 


Gus Mus menuturkan, kesungguhan seseorang melakukan hijrah harus meliputi aspek-aspek kehidupan manusia. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan makhluk yang lain, tentu ada banyak sisi yang harus ditelisik. Pada aspek tertentu misalnya, kadang ditemui sederet keistikamahan melakukan kebaikan-kebaikan. Tapi bila dilihat dari sisi lain, justru kadang sebaliknya.


"Menelisik apa yang kita lakukan tahun kemarin itu juga harus mencakup berbagai aspek kehidupan kita sebagai manusia, sebagai bangsa Indonesia, sebagai orang Islam, dan sebagai orang NU," terang Gus Mus.


Menurut Gus Mus, mengevaluasi diri sebagai manusia saja, kadang masih perlu dipertanyakan. Dalam hal syukur misalnya, jelas Gus Mus, manusia kerap melewatinya, padahal telah banyak anugerah yang Allah berikan kepada manusia itu sendiri. Bahkan terhadap anugerah-anugerah itu adakalanya manusia tidak menyadarinya.


"Selama ini kita hidup kadang cuma nggelundung (menggelinding) ora tau (tidak pernah) dipikir manusia benaran atau agak campur kethek (monyet) barang (segala). Hijrahnya dari tahun kemarin ke tahun baru, dari kehidupan lawas ke kehidupan baru, kita sebagai manusia. Kita ini syukur masih perlu dipertanyakan. Ada anugerah Gusti Allah yang amat besar, tapi awake dewek mbok (diri sendiri hendaknya) mensyukuri, ingat saja tidak," ucapnya.


Gus Mus kembali menyampaikan bahwa manusia tercipta dengan segala kesempurnaan bila dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain. Kondisi ini pun patutnya disadari dan disyukuri. "Sampean (Anda) diciptakan Allah sebagai manusia itu anugerah yang sangat besar. Gusti Allah itu punya makhluk yang tidak bisa apa-apa, mikir nggak bisa, merasakan tidak bisa. Itu bangsane (seperti) waktu (batu), lemah (tanah) barang (segala)," ungkapnya.


Ada juga makhluk lain ciptaan Allah, dianugerahi pikiran, dapat merasakan apa yang menimpanya, dan bahkan bsia mengekspresikan perasaan. Seperti halnya hewan. Tapi bagaimanapun wujud hewan, tetaplah tidak sempurna bila disandingkan dengan manusia.


"Kemudian Allah menciptakan makhluk yang sempurna di atas semuanya itu, namanya manusia, bisa merasakan bisa mikir bisa mengungkapkan pikirannya dengan sempurna. Makanya orang yang kaya kosa kota, perasaan yang paling dalam adalah bisa mengungkapkan, itu disebut sastra," ujarnya.


Oleh karena itu, sudah semestinya manusia mensyukuri dengan beragam anugerah yang sudah diberikan Allah swt. "Nah untuk mensyukuri itu kalau tidak menyadari bahwa itu anugrah dari Allah, tidak bisa. Kenapa tidak bisa bersyukur? Karena kita tidak menyadari adanya anugerah. Syukur itu perlu kesadaran bahwa ini nikmat," jelas Gus Mus.