Nasional

Rektor UGM Nilai Grand Design Pendidikan Indonesia Gagal, Pengangguran Terus Meningkat

NU Online  ·  Jumat, 2 Mei 2025 | 09:30 WIB

Rektor UGM Nilai Grand Design Pendidikan Indonesia Gagal, Pengangguran Terus Meningkat

Rektor UGM Prof Ova Emilia saat menjadi narasumber dalam podcast Menjadi Indonesia. (Foto: tangkapan layar Youtube NU Online)

Jakarta, NU Online

Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Ova Emilia menilai bahwa sistem pendidikan Indonesia saat ini mengalami kegagalan dalam perencanaan besar atau grand design.


Hal ini terlihat dari tingginya angka pengangguran yang terus meningkat. Pengangguran didominasi oleh Generasi Z (usia 21-28 tahun), mencapai hampir enam juta orang, sebagian besar berasal dari lulusan SMA dan SMK.


“Kalau saya melihat ini adalah kegagalan grand design. Waktu kita bicara dengan rektor-rektor di European Country, mereka punya skenario bahwa (suatu) negara dengan manusia sekian, kita butuh orang misalnya kompetensi SMK, sarjana, master sekian. Jadi ada peta kebutuhan sumber daya manusianya (SDM),” ujarnya dalam siniar Menjadi Indonesia ditayangkan melalui kanal Youtube NU Online, diakses pada Jumat (2/5/2025).


Ia menyampaikan bahwa Indonesia belum memiliki peta SDM yang rinci dan akurat, sehingga menyebabkan angka pengangguran terus meningkat setiap tahun.


“Negeri (Indonesia) ini tidak ada peta yang seperti itu. Solving the problem. Karena problem (pengangguran) itu adalah di desain,” ungkapnya.


Prof Ova mengungkap bahwa pengangguran tidak hanya terjadi pada lulusan SMK dan SMA, tetapi juga pada lulusan diploma, sarjana, bahkan pascasarjana.


Menurutnya, hal ini terjadi karena tidak adanya perencanaan nasional yang memetakan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenjang pendidikan dan kompetensi.


“Misalnya (kebutuhan) dokter, enough-nya tuh berapa sih? Jangan cuman ngomong sebanyak-banyaknya karena overproduction juga tidak baik,” ucapnya.


Ia mencontoh Singapura yang memiliki peta SDM sangat terperinci untuk setiap profesi.


“Dokter itu setiap tahun yang akan pensiun, meninggal misalnya berapa? Jadi setiap tahun harus merekrut berapa? Itu Jelas,” ujar Guru Besar Ilmu Pendidikan Kedokteran UGM itu.


Lebih lanjut, Prof Ova menyampaikan bahwa sistem rekrutmen kerja di Indonesia masih mengandalkan ijazah sebagai tolok ukur, bukan kompetensi. Hal ini membuat banyak lulusan tidak terserap secara optimal di dunia kerja.


Ia menegaskan pentingnya orientasi pada employability atau kemampuan seseorang untuk diserap oleh pasar kerja, sebagai salah satu indikator keberhasilan pendidikan.


Pola pikir kolonial

Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy menilai bahwa sistem pendidikan Indonesia hingga kini masih mewariskan pola pikir kolonial, yang tidak berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat.


Menurutnya, meski terdapat grand design pendidikan nasional, tapi tetap tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.


“Sebenarnya ada grand design tetapi tidak sesuai dengan data lapangan. Pendidikan kita didesain kolonial dan sampai sekarang pendekatannya masih kolonialistik, melayani orang di atas, bukan melayani rakyat. Kolonialistik itu melayani koloni,” ujar Suaedy kepada NU Online pada Kamis (1/5/2025) malam.


Suaedy menegaskan bahwa pendidikan Indonesia sudah terlepas dari realitas kebutuhan masyarakat. Ia mencontohkan sektor pertanian sebagai salah satu bidang yang terdampak langsung dari ketidaksesuaian antara materi pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja di Indonesia.