Nasional

RMI PBNU Doa Bersama untuk Masyayikh dan Santri Indonesia 

Ahad, 27 Desember 2020 | 16:15 WIB

RMI PBNU Doa Bersama untuk Masyayikh dan Santri Indonesia 

Ketua RMI PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin. (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Jakarta, NU Online
Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) menggelar doa bersama untuk masyayikh dan santri Indonesia, serta laporan penanganan Covid-19 di pesantren, Ahad (27/12) malam.

 

Acara yang dipandu oleh Lora Hatim Ghazali ini dimulai dengan pembacaan tahlil serta doa yang dipimpin oleh Wakil Katib Syuriyah PBNU, Pengasuh Perguruan Islam Pondok Tremas Pacitan, dan Koordinator Nasional Gerakan Ayo Mondok KH Luqman Harits Dimyathi Attarmasi. 

 

Usai pembacaan tahlil dan doa bersama, Ketua RMI PBNU KH Abdul Ghaffar Rozin memaparkan berbagai laporan yang telah dilakukan dalam menangani Covid-19 di pesantren, sejak Maret 2020. Ia menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 menjadi ancaman serius bagi pesantren.

 

"Dampaknya tidak hanya pada persoalan kehidupan sehari-hari dan kesehatan. Namun, juga memberikan dampak kepada ekonomi, operasional pendidikan, dan tradisi di pesantren," ungkap Gus Rozin, demikian sapaan akrabnya.

 

Hingga 21 Desember 2020, lanjutnya, RMI PBNU mencatat terdapat 112 pesantren terpapar Covid-19. Termasuk di Pondok Pesantren Maslakul Huda, Pati, Kajen, Jawa Tengah, di bawah asuhan Gus Rozin. 

 

"Artinya, pesantren-pesantren yang terpapar Covoid-19 ini adalah sebuah keniscayaan. (Pesantren) yang hati-hati saja bisa kebobolan (terpapar Covid-19). Apalagi (pesantren) yang tidak (hati-hati)," terang Gus Rozin.

 

Menurutnya, terdapat indikasi kuat bahwa angka yang sebenarnya jauh melampaui di atas 112 pesantren. Kemudian ada 5244 santri di pesantren seluruh Indonesia yang terkonfirmasi positif Covid-19, berdasarkan tes swab PCR.

 

"Ini 5244 yang positif berdasarkan tes swab PCR. Artinya ketika ditambah dengan tes swab Antigen dan antibodi kemungkinan jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Lalu ditambah dengan para santri yang menderita anosmia yang jauh lebih besar lagi. Ditambah lagi dengan santri yang tidak mengaku, maka kemudian jumlahnya menjadi amat sangat besar," papar Gus Rozin.

 

Ia lantas percaya bahwa angka-angka tersebut adalah fenomena gunung es. Sebab secara aktual, tentu saja angkanya jauh lebih besar dari catatan RMI PBNU per 21 Desember 2020 itu. Lebih dari itu, warga Nahdliyin dan pesantren juga sangat bersedih karena ada 234 masyayikh yang wafat selama pandemi.

 

"Kami perlu tegaskan lagi bahwa 234 masyayikh yang wafat ini, tentu tidak bisa digeneralisasi karena Covid-19. Tetapi apa pun itu, angka ini jelas sebuah kehilangan yang teramat besar bagi kita," katanya.

 

Gus Rozin menambahkan, tak terhitung pula jumlah kerugian pesantren dalam bidang pendidikan. Terutama setelah sempat menutup pesantren karena mencegah penularan Covid-19. Sebagian pesantren hingga kini pun belum bisa menjalankan program belajar secara normal.

 

"Tentu saja pengajian yang berdasarkan online ini kita tidak bisa harapkan efektivitasnya. Ini tantangan besar. Kami juga memantau masih banyak pesantren yang belum sepenuhnya memulangkan santrinya ke pondok," tegasnya.

 

"Pesantren-pesantren besar terutama pesantren yang berhati-hati di dalam menjalankan protokol kesehatan dan ketat itu sampai saat ini masih memulangkan para santrinya ke pondok secara bertahap dan belum selesai," lanjut Gus Rozin.

 

Dampak Covid-19 bagi pendidikan
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyampaikan, pandemi Covid-19 berdampak bagi dunia pendidikan, terutama pesantren. Menurutnya, pengajian tatap muka dengan pengajian secara virtual, sangat jauh berbeda.

 

"Ngaji tatap muka dengan ngaji virtual itu sangat jauh rasanya, beda masuknya dalam hati, dan pemahaman para santri. Mereka yang biasanya ngaji langsung dari kiai, di madrasah, sama kiai di pengajian, sekarang belajar melalui virtual," kata Kiai Said.

 

Namun demikian, ia meminta agar para santri dan kiai di pesantren untuk menerima keadaan tersebut. Sekalipun memang berdampak negatif bagi pembelajaran di pesantren. Lebih-lebih hasil ilmu yang masuk, jauh lebih berkurang dibanding jika pengajian dilakukan secara tatap muka.
 

"Walhasil ini adalah musibah dan ujian. Kalau kita lulus dari ujian ini dan bisa bertahan, baik dengan upaya lahir maupun batin, berarti kita akan mendapatkan izzah wa karamah (kekuatan dan kemuliaan) dari Allah," ungkap Kiai Said.

 

Seorang yang mendapatkan musibah apalagi orang banyak seperti ini, kemudian dijalani dengan sabar maka akan menambahkan kadar keimanan.

 

Oleh karena itu, Pengasuh Pesantren Luhur Al Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan ini mengajak warga NU untuk senantiasa berjuang atau berupaya lahir batin. Tujuannya tentu agar mampu melewati ujian dan musibah Covid-19 ini. Jika ujian ini dapat dilampaui maka akan ada karamah yang datang dari Allah.

 

"Karamah itu kemurahan, imbalan, pahala, keberuntungan, dan kebahagiaan dari Allah. Itu yang akan kita rasakan nanti. Sekarang kita harus bersabar sembari berikhtiar lahir dan batin," pungkasnya.

 

Usai Kiai Said memberikan mauizhoh hasanah, Ketua Satuan Koordinasi (Satkor) Covid-19 RMI PBNU H Ulun Nuha memaparkan berbagai capaian dan kontribusi dalam menangani serta menanggulangi Covid-19 di pesantren. Mulai dari advokasi, edukasi, hingga pemberian bantuan berupa alat kesehatan dan berbagai hal lainnya.

 

RMI PBNU juga telah melaksanakan Festival Satgas Covid-19 Pesantren (SCP). Festival ini mengundang para santri dan pesantren untuk menyampaikan aspirasi yang berisi edukasi serta kampanye peningkatan kesadaran.

 

"Aspirasi, edukasi, dan kampanye peningkatan kesadaran itu untuk seluruh warga pesantren menghadapi Covid-19. Festival ini bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada Satgas Covid-19 di semua pesantren yang telah bekerja keras luar biasa," ungkap Gus Ulun.

 

Festival itu, lanjutnya, juga memberikan pesan kepada masyarakat umum dan umat Islam bahwa pesantren tetap bisa kreatif karena mampu menghasilkan karya luar biasa. 

 

"Dan setelah melalui proses penjurian panjang. Festival SCP ini telah ditetapkan 5 orang pemenang yang seluruh video pendeknya sudah ditayangkan di 164 Channel dan TV9 Nusantara," katanya.

 

Gus Ulun lantas menayangkan video pendek berjudul Al-Wiqayah. Video tersebut adalah hasil karya dari para santri di Asrama Sunan Ampel Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur yang berhasil mendapatkan juara pertama Festival SCP 2020.

 

Usai pemutaran film, acara dilanjutkan dengan mendengarkan pandangan dari RMI di wilayah. Dalam hal ini, RMI Jawa Barat yang memberikan pandangan. Disampaikan bahwa RMI Jawa Barat mengapresiasi ikhtiar dalam rangka menyelamatkan para masyayikh, ulama, dan santri dari Covid-19. 

 

RMI Jawa Barat mengucapkan banyak terima kasih atas kiprah yang telah dilakukan oleh Satkor Covid-19 RMI PBNU yang telah sangat dirasakan bagi santri dan pesantren di Jawa Barat. Upaya yang dilakukan itu diharapkan juga jangan sampai berhenti dan harus terus digiatkan. 

 

Sekadar informasi, pada kesempatan doa bersama ini hadir pula Ketua Satgas Covid-19 PBNU dr Makky Zamzami, Ketua NU Care Lazisnu PBNU H Ahmad Sudrajat, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) PBNU M Ali Yusuf, dan Koordinator Nasional Gusdurian Peduli Gus Aak Abdullah Al-Kudus.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan