Nasional

Rofiqoh Darto Wahab, Qariah di Harlah NU 1966

Ahad, 23 April 2017 | 22:01 WIB

Jakarta, NU Online 
Pada 21 April lalu, kantor redaksi NU Online disambangi penyanyi kasidah kondang di tahun 70-an, Hj. Rofiqoh Darto Wahab. Ia terkenal dengan "Hamawi Ya Mismis" dan "Ya Asmar Latin Sani". Serta puluhan lagu yang terkumpul pada belasan album.  

Meski usianya tak muda lagi, ia masih bisa bepergian sendiri, termasuk bersilaturahim dengan pengurus-pengurus NU di gedung PBNU pada Hari Kartini itu. 

Hj. Rofiqoh adalah istri dari mendiang Darto Wahab, wartawan NU yang juga pengacara sezaman dengan H. Mahbub Djunaidi. Hj. Rofiqoh Darto Wahab adalah qariah pada Harlah Ke-40 NU di GOR Senayan pada tahun 1966. 

Menurut dia, harlah NU pada waktu sangat semarak sekali. Dia menyaksikan warga NU dari berbgai penjuru tanah air memenuhi lapangan itu. Bahkan banyak Nahdliyin yang sengaja menginap di sekitar lapangan sejak dua hari sebelum acara. 

Menyambut kedatangannya, saya langsung mencium tangannya. 

"Kamu kangen saya tidak?" tanyanya. Ternyata ia masih mengingat saya meski pertemuan terakhir dengannya empat tahun lalu di Darus Syifa, Jombang, Jawa Timur. 

"Kangen, Bu." 

"Alhamdulillah, saya senang kalau ada yang kangen," katanya sambil tersenyum. “Saya sekarang tidak Jombang lagi, tapi di Pondok Gede,” lanjutnya.

Kemudian saya mengajak dia untuk mendatangi PC saya untuk mendengarkan salah satu lagunya yang lain, saya temukan tahun lalu, "Balada Nabi Saleh". 

Dia mendengarkan sebentar. 

"Saya tak punya satu pun koleksi lagu saya," katanya. 

Kemudian penyanyi yang dijuluki  Ummu Kultsumnya Indonesia itu bercakap dengan salah seorang pengurus Lembaga Dakwah PBNU Syaifullah Amin. Tak lama kemudian, kemudian ia berpamitan kepada awak redaksi NU Online. 

Rofiqoh lahir 18 April 1945, di Keranji, Kedungwuni, Pekalongan. Ayahnya, K. H. Munawwir adalah pengasuh Pesantren Munawwirul Anam Pekalongan yang memiliki ribuan santri, dan ibunya Hj. Munadzorah berasal dari keluarga Pesantren Buntet, Cirebon. 

Ia menempuh pendidikannya di Mu’allimat Wonopringga (Pekalongan), Pesantren Lasem (Rembang), dan Pesantren Buntet (Cirebon).  Di pesantren terakhir inilah ia banyak belajar dan mengasah kemampuannya membaca Qur’an secara tepat dan indah, yang kelak menjadi modal pentingnya menjadi penyanyi kasidah. (Abdullah Alawi)