Nasional 1 ABAD NU

Rosiana Silalahi Pertanyakan Sikap Gus Yahya soal Feminisme, Ini Jawabannya

Kam, 2 Februari 2023 | 04:00 WIB

Rosiana Silalahi Pertanyakan Sikap Gus Yahya soal Feminisme, Ini Jawabannya

Pemimpin Redaksi Kompas TV saat bertanya kepada Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam acara Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Forum Pemred Nasional dan Koresponden Asing di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (1/2/2023). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Jurnalis senior Kompas TV Rosiana Silalahi mempertanyakan isu yang baru-baru ini cukup menjadi kontroversi, yaitu pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) ketika bicara kepada kader perempuan NU, untuk tidak mengikuti feminisme. 


"Itu yang membuat saya ragu masuk Fatayat, Gus. Karena begitu masuk Fatayat, saya langsung: "Selamat datang feminisme." Makanya, target saya (wawancarai) Ketua umum, langsung Ketua Umum PBNU. Gus, apa yang disalahpahami dari pernyataan (feminisme) ini?" kata Rosi, sapaan akrabnya.


Pertanyaan itu dilontarkannya dalam acara Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Forum Pemred Nasional dan Koresponden Asing di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (1/2/2023).


Masih menurut Rosi, kebijakan atau policy Gus Yahya sudah progresif, tetapi mengapa statemennya justeru terasa mundur. Ia menilai, adanya pengurus perempuan di struktur PBNU dan juga acara NU Women, merupakan ruang bagi kiprah perempuan untuk berbicara soal agama, sudah diberikan secara optimal. 


"Apakah betul, katanya ini untuk mencari keseimbangan secara internal? Karena secara internal, mungkin langkah Gus Yahya ini dianggap terlalu progresif, sama seperti Paus yang menerima LGBT di Gereja Katholik juga mendapat tekanan cukup besar di antara para kardinal? Minta pencerahannya, Gus Yahya, terima kasih," pungkas Rosi.


Menanggapi soal pertanyaan feminisme, kiai asal Rembang, Jawa Tengah itu menekankan pentingnya niat, sudut pandang dan wawasan sebagai pijakan.


"Saya bilang jangan ikut-ikutan feminisme, karena itu isme. Isme yang pada dasarnya, sebenarnya, tumbuh di luar lingkungan tradisi Islam. Nah, saya bilang kepada teman-teman: kita ini Islam, NU ini Islam, kita harus kembalikan dulu kepada motivasi Islam," terang Gus Yahya. 


"Kalau kita berpikir tentang perempuan, mari kita berpikir dari sudut pandang Islam. Yang kita lakukan semua ini dengan niat Islam, dengan wawasan Islam, dengan wacana Islam. Karena kalau kita cuma ngikutin feminisme sebagai isme, itu bisa ke mana-mana, Ros," imbuhnya.


Kiai kelahiran 16 Februari 1966 itu lalu mencontohkan sebuah kasus. Beberapa waktu lalu, ketika pemain tim nasional Maroko Achraf Hakimi merayakan kemenangan dengan ibunya, dikritik oleh feminis Belanda, dengan membuat tulisan: "Jangan mengglorifikasi ibu, karena perempuan itu tidak harus jadi ibu saja."


Menurut Gus Yahya, dalam tradisi Islam dan Nahdlatul Ulama, perempuan itu pertama-tama adalah ibu. Itulah mengapa, pihaknya membuat inisiasi tradisi gerakan perempuan dengan NU Women, yaitu untuk mengedepankan perempuan sebagai ibu.


Ketika berpikir tentang perjuangan untuk menghadirkan kontribusi bagi peradaban yang lebih baik, sambung Gus Yahya, itu nanti pasti akan melibatkan transformasi-transformasi yang mendasar, sampai kepada transformasi wawasan dalam masyarakat, transformasi mindset, sampai mentalitas. Tak bisa kalau tidak melibatkan perempuan.


"Saya bilang tadi malam, karena perempuan itu adalah ibu, dan ibu itu madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kalau soal bagaimana peran perempuan di ruang publik? Soal kapasitas saja," katanya, di depan 35 pemred media nasional dan 19 koresponden media asing.


Pewarta: Ahmad Naufa
Editor: Kendi Setiawan