Nasional

Saat Inilah Momentum Pesantren Perkuat Dakwah di Media Sosial

Sel, 21 Juli 2020 | 13:52 WIB

Saat Inilah Momentum Pesantren Perkuat Dakwah di Media Sosial

Halaqah Virtual Perempuan Ulama secara yang bertajuk Dakwah di Media Sosial dan Penguatan Literasi Pesantren

Jakarta, NU Online 
Sekarang ini masyarakat di dunia sedang menghadapi hingar bingar pengetahuan literasi digital. Hal ini sebetulnya bisa menjadi momentum bagi dunia pesantren untuk mengisi dan memperkuat dakwah ruang dunia maya karena faktanya kini media sosial menjadi medan konstestasi gagasan.


Demikian disampaikan Direktur Pusat Studi Pesantren Achmad Ubaidillah saat membuka Halaqah Virtual Perempuan Ulama secara yang bertajuk Dakwah di Media Sosial dan Penguatan Literasi Pesantren pada Senin (21/7) kemarin.


Ubaidillah menerangkan, pelaksanaan halaqah ini berdasarkan pemahaman bahwa perempuan ulama sepanjang sejarah Islam memberi andil yang sangat pokok dalam pembentukan peradaban.


“Pesantren adalah salah satu lembaga yang meregenerasi lahirnya para tokoh yang berperan di berbagai ruang sosial di Indonesia. Mudah-mudahan (halaqah) memperkuat upaya kita bersama, khususnya perempuan pesantren untuk menjadikan sosial media sebagai media dakwah,” ujar founder media Iqra.id yang akrab disapa Kang Ubaid itu.


Soal strategi dakwah, Nyai Hj Malikah Saadah menjelaskan, apabila kalangan pesantren berkeinginan membuat konten di YouTube, maka sebaiknya meminta santri dan orang tuanya untuk ikut subscribe atau follow akun media sosial.


“Ini wujud dakwah bil hikmah di media sosial, sebagaimana ajaran kiai-kiai kita di pesantren,” pengasuh pondok pesantren Darussa’adah, Lampung itu yang diundang sebagai pemateri sekaligus YouTuber dengan nama channel Ratu Anggrek.


Pada kesempatan yang sama, YouTuber NU Cak Masykur menilai ada perbedaan karakter antara pesantren dengan media sosial. Yang diutamakan karakter pesantren, yakni berdasarkan substansi, kajian secara mendalam, lama durasinya, dialogis, dan mengedepankan akhlakul karimah.


“Sedangkan karakter media sosial itu berdasarkan tampilan bukan substansi, kajian dangkal, durasinya sebentar, cenderung menyerang dan emosional, dan banyak wacana,” ujar pria yang merupakan founder CM Management itu.

Cak Masykur menambahkan, perlu ada titik singgung antara perbedaan karakter pesantren dan media sosial. Untuk itu, ada lima trik yang bisa dikembangkan pesantren.


Pertama, perlu masuk ke level tampilan, tapi tidak mengurangi substansi. Kedua, memecah materi pengajian dalam banyak konten secara tematik. Ketiga, meningkatkan kualitas audio visual yang baik. Keempat, meningkatkan komunikasi digital, dengan cara mengikuti dan adaptasi arus di media sosial, tanpa mengurangi aspek akhlakul karimah.


Sementara itu, pengasuh pondok pesantren An-Nahdloh Depok Nyai Hj Lia Zahiroh mengingatkan, perkembangan media sosial, ibarat dua mata pisau, bisa berkah bisa menjadi musibah. Contoh, pada masa pandemi corona ini, selain musibah berupa maraknya hoaks, tetapi manfaatnya juga marak webinar di mana.


“Kita menemukan momentum untuk memanfaatkan teknologi. Banyak pesantren yang mengadakan banyak pengajian secara daring atau virtual. Ini juga momentum bagi kita yang berpendidikan untuk meramaikan media sosial dengan konten-konten yang positif,” ajak Nyai Lia.


“Ini tantangan kita, bagaimana kalangan santri bisa menghiasi konten di media sosial. Kuncinya, pertama, mengadakan pelatihan bermedia sosial, lalu kedua, membangun mentalitas santri,” tutupnya.


Kontributor: M. Zidni Nafi’
Editor: Abdullah Alawi